Belum Tentukan Zona Pendidikan, Disdik Samarinda Tunggu Keputusan Wali Kota

Belum Tentukan Zona Pendidikan, Disdik Samarinda Tunggu Keputusan Wali Kota

Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri, terkait pelaksanaan pembelajaran tatap muka, masih belum bisa diikuti sepenuhnya oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Samarinda. Kepala Disdik Samarinda Asli Nuryadin, masih cenderung memberlakukan sistem bergiliran antar jenjang dan kelas.  

-----------------------

SAMARINDA masih belum menentukan model pembelajaran setelah 13 Juli nanti. Apakah akan diberlakukan tatap muka. Mengikuti panduan yang telah diteken dalam SKB empat meteri itu, atau masih memberlakukan sistem dalam jaringan (Daring). Kepala Disdik Samarinda Asli Nuryadin berpandangan, tatap muka bisa dilakukan dalam wilayah  zona hijau. Sedangkan Samarinda belum masuk ke zona aman tersebut.

"Yang hijau cuma Mahulu, karena jumlah pasien harus di bawah 1 untuk bisa ditentukan sebagai zona hijau," katanya ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (29/6).

Pada SKB tersebut, yang ditandatangani Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri. Antara lain menerapkan panduan sistem zonasi dalam kondisi normal baru di sekolah. Mulai tahun ajaran baru, Juli nanti. Ada empat kategori zona; hijau, orange, kuning dan merah. Masing-masing zona tersebut terdapat aturan main yang berbeda.

Jika Samarinda sudah menjadi zona hijau, kata Asli, tatap muka akan dilakukan dengan syarat ketat penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Yakni menggunakan masker, mencuci tangan rutin di wastafel dan menggunakan sabun, serta harus ada hand sanitizer.

Namun hal yang berat, jika peserta didik sudah kembali bersekolah. Ialah penerapan physical distancing. Ia memberi contoh jika di dalam satu kelas SMP, siswanya terdiri dari 32 orang, maka yang boleh turun hanya separuhnya saja.

"Kalau misalnya kita mempunyai 2.300 kelas, berarti harus nambah dengan jumlah yang sama. Sedangkan hal itu tidak mungkin. Prioritas memang harus menggunakan PHBS dan menggunakan sistem buka tutup," jelasnya.

Sistem buka tutup yang dimaksud, seperti kelas 1, 2, 3 SD turun hari Senin. Maka siswa sisanya bisa masuk di hari selanjutnya. "Begitu terus, karena kelasnya jadi dua kali lipat. Gurunya juga tidak mungkin dua kali lipat. Berarti waktu belajar hanya 20 menit di bandingkan dengan sebelum COVID-19 yang 45 menit," terangnya.

Asli juga menegaskan, peserta didik hanya bisa mengikuti waktu pelajaran tatap muka selama dua jam. Kemudian setelah itu pulang. Tidak ada lagi waktu istirahat di kantin atau apapun. "Betul-betul harus pulang, karena dijaga betul. Syarat terakhir adalah harus disetujui orang tua," tambahnya.

Ketika pada waktunya jenjang SMP diizinkan untuk mengikuti belajar tatap muka, maka tidak serta merta serentak. Harus ada jeda waktu dua bulan. Misalnya, peserta didik SMP turun di Januari, SD mulai Maret.

"SD juga dipilah. Dua bulan pertama kelas 6, 5, 4. Baru nanti ada kemungkinan kelas 3, 2, 1-nya. Terakhir, dua bulan setelahnya baru PAUD," katanya.

Ia meminta kepada siswa-siswi untuk bersabar menunggu tatap muka itu dilaksanakan. Bagi Asli dan rekan-rekannya di Disdik, yang menjadi acuan keputusan mereka adalah Ketua Tim Gugus Tugas (Gugas). Dalam hal ini adalah Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang.

"Pak Jaang juga menunggu rekomendasi dari Dinas Kesehatan (Diskes). Diskes sendiri kalau boleh jujur memperbolehkan peserta didik untuk turun pada 1 Juli nanti. Cuma kita kan menunggu keputusan dari Pak Wali, karena hal ini risikonya tinggi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: