Satu Desa di Kukar Belum Dapat Bantuan

Satu Desa di Kukar Belum Dapat Bantuan

Soal data penerima bantuan itu, juga menjadi persoalan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim). Anggaran yang telah disiapkan belum semua tersalurkan. Akhirnya menunggu data valid dari masing-masing kabupaten/kota. Merujuk pada aturan bahwa masyarakat yang sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, tidak bisa lagi mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah. Baik pemerintah kota maupun provinsi.

“Enggak boleh ada yang double. Ya, agar semuanya kebagian nantinya. Kami harus benar-benar jeli untuk membagi. Pemerintah pusat ada yang sudah menyalurkan. Sementara pemerintah kabupaten kota juga melakukan hal yang sama,” kata Sekretaris Provinsi Kaltim HM Sa’bani, kepada Disway Kaltim melalui jaringan telepon, kemarin.

Nah, dari hasil sinkronisasi data tersebut, yang berhasil terdata Pemprov Kaltim sekitar 71 ribu KK lebih. Angka tersebut bisa jadi akan bertambah. Sebab, saat ini pendataan dan sinkronisasi masih terus berjalan.

Jumlah yang terdata itu pun, hanya kategori jaring pengaman sosial (JPS). Tidak termasuk dampak ekonomi. Karena ada tim sendiri dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagop) Kaltim yang melakukan pendataan.

Perlahan, bantuan sudah mulai disalurkan kepada masyarakat. Tapi, tidak berbentuk uang tunai. Melainkan ditransfer melalui bank yang sudah bekerja sama dengan Pemprov Kaltim. Yaitu, Bank BPD Kaltimtara dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).

“Masyarakat kan punya nomor induk kependudukan (NIK). Melalui data itu, pihak bank akan memeriksa apakah orang tersebut sudah memiliki rekening atau tidak. Kalau tidak, ya, akan dibuatkan rekening oleh bank yang bersangkutan,” jelasnya.

Masing-masing jiwa, setiap bulannya mendapatkan Rp 250 ribu. Langsung dibayarkan selama tiga bulan. Terhitung sejak April 2020 lalu. Juni ditarget penyaluran bantuan ini akan rampung 100 persen. Agar dapat langsung dipergunakan oleh masyarakat.

Untuk kategori dampak ekonomi, kata dia, hanya diberikan kepada pengusaha kecil dan mikro. Seperti, pedagang sayur, sopir angkot, ojek, dan lainnya. Bantuan yang diberikan pun sama. Per bulannya mendapat Rp 250 ribu.

Sa’bani menambahkan, angka tesebut didapat dari hasil penyesuaian anggaran yang awalnya dialokasikan Rp 388 miliar. Kemudian bertambah menjadi Rp 500 miliar. Jumlah ini, didapatkan selain dari pemangkasan anggaran 50 persen, juga dari dana tidak terduga APBD Pemprov Kaltim.

“Tapi, anggaran ini belum dipakai seluruhnya. Bahkan 10 persen saja belum”.

Hingga saat ini, penggunaan anggaran terbesar untuk penanganan kesehatan. Seperti pengadaan reagen—satuan kimia untuk mendeteksi COVID-19, alat pelindung diri (APD) untuk para tenaga medis dan biaya tempat tinggal tenaga medis. Serta bahan lainnya untuk penunjang penanganan.

Setelah itu baru JPS. Tapi, belum banyak yang tersalurkan. Sayangnya, Sa’bani tidak mengetahui pasti nominal yang telah dipakai. Pasalnya, ia belum mendapat laporan dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim.

BARU DIGUNAKAN RP 9 M

Ketika dikonfirmasi, Kepala BPKAD Kaltim Muhammad Sa’duddin menjelaskan, dari laporan yang diterima, anggaran yang telah digunakan sampai 20 Mei lalu sebesar Rp 9 miliar. Ia pun membenarkan kalau anggaran tersebut paling banyak digunakan untuk penanganan kesehatan.

Masih sedikit anggaran yang dikeluarkan untuk bantuan kepada masyarakat. Ia menyebut baru pekan depan, bantuan tersebut akan banyak digelontorkan. Sa’duddin pun mengakui, ralisasi pemberian bantuan ini lambat. Lantaran tidak boleh tumpang tindih dengan data dari pusat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: