Hadir Sebagai Saksi, Bakara Ungkap Fakta baru Kasus Suap Dana Hibah KTRJ

Hadir Sebagai Saksi, Bakara Ungkap Fakta baru Kasus Suap Dana Hibah KTRJ

Bakkara (kemeja putih) memberian kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Rabu (27/5/2020) sore. (M5/Disway Kaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com – Kasus persidangan yang menjerat mantan anggota DPRD Kaltim periode 2014-2019, Hermanto Kewot kembali digelar via daring. Dengan agenda sidang lanjutan dugaan kasus suap dana hibah Kelompok Tani Resota Jaya (KTRJ) di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda pada Rabu (27/5/2020) sore. Dalam agenda sidang keterangan saksi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Rukmini dan Indriasari kali ini menghadirkan Bakara sebagai Ketua KTRJ dan Dahri Yasin selaku anggota Komisi III DPRD Kaltim periode 2014-2019. Dihadapan majelis hakim yang dipimpin Abdul Rahman Karim bersama Parmatoni dan Arwin Kusumanta, Bakara justru membantah. Bahwa uang yang dikirimkan secara berkala dengan total Rp 225 juta tersebut murni merupakan hasil utang piutang. "Jadi saya kirimkan uang, tapi menggunakan sisa dari dana hibah. Terdakwa tidak mengetahui dan saya tidak memberitahukan. Karena saudara Kewot tidak bertanya asal uang tersebut," ucapnya kepada majelis hakim. Bakara Kemudian kembali menjelaskan terkait dana hibah yang diterima KTRJ. Dari total dana hibah sebesar Rp 6,28 Milar yang diajukan, namun yang disetujui menjadi genap Rp 6 miliar. Tetapi ketika pencairan dana, KTRJ hanya baru menerima separuh dari angka tersebut. Yakni sebesar Rp 3,8 miliar. Dari dana hibah yang baru diterima oleh KTRJ tersebut. Dahri Yasin Kemudian meminta potongan dana sebesar 20 persen dari total anggaran yang disetujui. "Benar memang pencairan sebesar Rp 3,8 miliar. Tapi pencairan selanjutnya, saya tidak tahu. Karena sampai sekarang ini, sisanya belum masuk ke rekening Resota (KTRJ)," ucapnya. "Karena alasanya dia (Dahri Yasin) dana sebesar Rp 6 miliar tersebut, terkait surat keputusan (SK) berdasarkan dari dana aspirasi miliknya," sambungnya. Dana hibah yang telah dipotong sebesar Rp 1,2 miliar, lalu dikirimkan Bakara secara berkala. "Rencananya uang itu akan digunakan untuk kampanye legeslatif sama dia (Dahri Yasin)," terangnya. Bakara membenarkan selain mengirimkan sejumlah uang kepada Dahri Yasin, ia juga mengirimkan uang kepada Hermanto Kewot Rp 225 juta dan Josep sebesar Rp 100 juta. "Sudah saya kirimkan dan ada bukti. Silahkan saja di cek. Kan Josep dari Gerindra, enggak punya fraksi jadi bergabungnya ke Golkar. Dana aspirasi dari Dahri Yasin Rp 6 miliar itu. Bisa saja jadinya dibagi dua," kata Bakara. Selain itu,  dalam fakta persidangan juga terungkap kalau sebelum didirikannya KTRJ, telah lebih dulu berdiri nama Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Akan tetapi nama Bakkara di dalam Gapoktan yang sebelumnya sebagai ketua tiba-tiba saja bergeser. Digantikan nama Jalalludin yang tak lain adalah paman dari Dahri Yasin. Tak cukup sampai di situ. Fitria Alaydrus istri Dahri juga dimasukan sebagai bendahara dan Ucok keponakan Dahri sebagai sekretaris. "Setelah itu baru dibentuk KTRJ. Ini dua duanya kerja di tempat yang sama, aliran dana yang sama dan dengan masalah yang sama," pungkas Bakkara. Sementara itu, Dahri Yasin yang kembali dihadapkan oleh majelis hakim masih membantah. Ia mengaku tidak pernah mengenalkan Bakara kepada Hermanto Kewot. "Kesaksian Bakara intinya dibantah oleh Dahri Yasin. Tapi tadi akhirnya Dahri Yasin mengaku bahwa dana hibah usulan itu dari Fraksi Golkar," singkat Kuasa Hukum Hermanto Kewot, Roy Hendrayanto kepada media ini usai persidangan. Dari sejumlah keterangan saksi tersebut, persidangan akan kembali digelar pada Rabu (3/6/2020) mendatang. Masih dengan agenda keterangan saksi yang akan kembali dihadirkan oleh JPU. Untuk diketahui, Bakkara telah diadili dari kasus hibah ini di Pengadilan Tipikor Samarinda pada medio 2017. Hibah Rp 3,85 miliar diduga tak digunakan sesuai usulan permohonan hibah yang diajukan Bakkara ke Biro Sosial Sekretariat Provinsi Kaltim ketika dilidik Polresta Samarinda. Di Pengadilan Tipikor, Bakkara divonis selama 5 tahun 6 bulan pidana penjara dengan ganti rugi Rp 1,9 miliar. Tak puas, banding ditempuh Bakkara. Namun, di peradilan tingkat I itu, vonis justru naik menjadi 6 tahun penjara dan langkah hukum tertinggi, kasasi ke Mahkamah Agung kembali diambilnya dan hingga kini belum turun. Dalam sidang sebelumnya, Ketua KTRJ mengajukan permohonan bantuan hibah untuk perbaikan tanggul dan pembangunan pintu tambak di Sungai Segara, Desa Tani Baru, Anggana, Kutai Kartanegara, sebesar Rp 6,28 miliar ke DPRD Kaltim pada medio Agustus 2012 ke Fraksi Golkar. Permohonan itu diajukan ketika Bakkara bertandang ke ruang kerja Dahri Yasin, yang kala itu juga ada Hermanto Kewot di ruangan tersebut. Dahri Yasin dan Hermanto Kewot saat itu bersama-sama sebagai anggota Banggar DPRD Kaltim. Dahri berujar ke Kewot jika Bakkara merupakan anggotanya dan meminta bantuan Kewot, saat itu sama-sama anggota badan anggaran DPRD Kaltim, untuk membantu usulan hibah itu diterima ketika pembahasan APBD Kaltim 2013. Singkatnya, permohonan hibah diterima KTRJ, namun tak sebesar usulan yang diajukan semula. Kelompok tani ini ditetapkan dalam Naskah Penerima Hibah Daerah (NPHD) Kaltim bernomor 017/KT-Bj/XI/2013 tertanggal 25 November 2012 dengan menerima dana sebesar Rp 3,85 miliar. Selepas menerima bantuan pemerintah, dalam kurun Agustus 2014 hingga Agustus 2015, Bakkara menyetorkan sejumlah uang senilai Rp 225 juta ke terdakwa Hermanto Kewot lewat setoran tunai bank. Dengan perincian, pada 4 Agustus 2014, sebesar Rp 15 juta, berlanjut 9 Maret 2015 Rp 40 juta, kemudian 18 Maret Rp 35 juta, pada 7 Mei 2015 Rp 5 juta, pada 13 Mei 2015 Rp 5 juta, pada 25 Mei 2015 Rp 20 juta, dan terakhir pada 14 Agustus 2015 sebesar Rp 125 juta. Total ada tujuh kali transaksi uang yang dikirimkan ke rekening terdakwa Kewot. Selain itu, selama transaksi, Bakkara tak menggunakan nama aslinya. Menurut JPU, pemberian sejumlah uang itulah yang diduga sebagai bonus atas bantuan terdakwa, untuk memuluskan bantuan tersebut. (m5/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: