Tak Patut Saling Menyalahkan di Masa Pandemi COVID-19

Tak Patut Saling Menyalahkan di Masa Pandemi COVID-19

OLEH: M. FUAD TINGAI V.J.* Pada Senin (11/5), kasus corona yang terkonfirmasi di Indonesia sudah menginjak angka 14.265. Kemungkinan akan bertambah setiap hari. Lucunya, masa seperti ini masih digunakan sebagai kesempatan untuk saling menjatuhkan dan saling menyalahkan satu sama lain. Tentu antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dianggap terlalu meremehkan corona dengan menjadikanya sebagai lelucon. Merasa seakan Indonesia akan baik-baik saja. Sikap pemerintah terhadap corona ini bisa jadi merupakan bentuk kebijaksanaan agar masyarakat tidak panik. Tetapi belakangan, ini malah menimbulkan keresahan yang tinggi terhadap masyarakat. Di sisi lain, hal ini juga bisa menjadi suatu kecerobohan dalam menangkal pandemi. Sayangnya, sekarang virus corona sudah berkembang biak di Indonesia. Masyarakat merasa aspirasinya tidak didengar oleh pemerintah. Cukup lama masyarakat menunggu kebijakan apa yang dikeluarkan pemerintah. Lockdown adalah salah satu kebijakan yang diminta oleh sebagian tokoh di Indonesia. Namun dengan alasan ekonomi, pemerintah merasa itu bukan kebijakan yang tepat untuk diambil saat ini. Masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok juga menjadi persoalan yang diributkan di Indonesia. Bagaimana bisa saat pandemi ini pemerintah masih memperbolehkan pergerakan keluar masuk warga asing? Kelompok yang pro pemerintah meminta kenyataan ini harus kita terima. Sebagian orang menilai, dengan banyaknya aspirasi dan kondisi sekarang, bukan berarti kita bisa terus-menerus menyalahkan pemerintah. Karena pemerintah sudah berupaya membendung virus ini. Saat ini, masih banyak kritik yang berbau politisasi. Oposisi yang selalu meragukan kebijakan yang keluarkan pemerintah acap saling lempar tuduhan dengan kelompok yang pro-pemerintah. Suara gugatan terhadap presiden juga terdengar di tengah wabah ini. Tak sepatutnya untuk dilakukan saat ini. Setidaknya pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan. Seperti menggelontorkan anggaran Rp 405,1 triliun untuk mengantisipasi pandemi ini. Lalu pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Untuk memutus rantai penyebaran di COVID-19 di berberapa wilayah. Sebagian orang menilai upaya ini terlambat. Imbauan tentang bagaimana seharusnya kita melakukan social distancing, menutup rumah ibadah untuk sementara, menggunakan masker saat beraktivitas di luar rumah, tetap tinggal di rumah, merupakan hal tepat untuk diterapkan saat ini. Akan tetapi bagi sebagian masyarakat, langkah ini dianggap hanya aturan yang tak harus dipatuhi. Di awal pandemi, pemerintah menganggap remeh virus ini. Namun setelah aturan-aturan dikeluarkan, masyarakat justru yang menganggap remeh penyakit ini. Mereka memaksakan tetap beraktivitas secara normal. Tanpa melihat akibat virus corona. Banyak dalih yang didungungkan masyarakat. Seperti “mati di tangan Tuhan” dan “daya tahan tubuh yang kuat”. Masyarakat acap melanggar aturan. Kebiasaan tidak disiplin di masyarakat Indonesia sepertinya telah mendarah daging dan menjadi budaya turun-temurun. Hal ini tentu berisiko. Tak menutup kemungkinan angka yang terjangkit virus akan terus bertambah. Begitu juga angka kematian. Pola pikir masyarakat seperti ini tak hanya muncul dari kalangan awam. Namun juga tumbuh dari orang-orang yang berpendidikan tinggi. Tak salah ketika penyebaran virus ini akan terus terjadi. Ditambah lagi seseorang dapat terdampak tanpa adanya gejala. Seharusnya ini dijadikan acuan bagi masyarakat dalam menjaga diri dari wabah mematikan ini. Sifat merasa tahu dan apatis yang juga membudaya menjadi persoalan serius di masyarakat kita. Berita selalu ditelan mentah-mentah tanpa mencari sumbernya. Kebanyakan pengguna media sosial memberikan informasi yang sangat meresahkan masyarakat. Kesehatan seseorang dapat lebih buruk ketika psikologi mereka diliputi keresahan yang terus-menerus. Berita-berita yang disebarkan media massa juga kebanyakan informasi yang tak sehat bagi masyarakat. Sebagian media menyebarkan ketakutan. Media massa bisa saja menjadi momok menakutkan di saat semakin meluasnya penyebaran COVID-19. Pilihan judul berita yang diangkat hanya ingin meraup pembaca. Tanpa melihat dampak yang akan terjadi di masa depan. Usaha saling menyalahkan sepertinya akan terus muncul di Indonesia. Pemerintah yang lamban dalam mencegah dan mengeluarkan kebijakan atau masyarakat yang hanya bisa memberi aspirasi. Tanpa patuh dengan kebijakan yang diambil pemerintah. Sejatinya, hal itu kembali kepada diri kita masing-masing. Kerja sama masyarakat dan pemerintah seharusnya lebih terjaga. Kita sudahi saling menyalahkan. Karena semua orang menghadapi problem yang sama. Tak perlu juga mempolitisasi pandemi ini. Karena bukan waktu yang tepat untuk menang sendiri. Dukungan moril kepada sesama mesti ditingkatkan. Sejalan dengan harapan berhentinya wabah ini. (*Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: