SAATNYA MENANAM
Anjuran work from home (WFH) memunculkan kebiasaan baru. Antara lain ini; bercocok tanam di pekarangan rumah. SABAR Santoso sibuk mengaduk tanah dan serbuk gergaji. Ketika Media ini menyambangi rumahnya di Jalan Sultan Hasanuddin RT 45, Kelurahan Kampung Baru Tengah, Balikpapan Barat. Media tanam itu berada di dalam kaleng bekas wadah cat. Ada juga yang di tempat galon air minum yang sudah tidak terpakai. Ia melakukan aktivitas itu di dalam gudang bekas studio musik. Sebelah rumahnya. Ada puluhan benda serupa. Rupanya Sabar hendak menanam benih sayur-sayuran. Dalam pot buatan tersebut. Kemudian disusun di pekarangan rumahnya. Aktivitas itu sudah dilakukan Sabar sejak sebulan lalu. Saat kasus wabah virus corona mulai muncul di Balikpapan. Pemerintah kota menyarankan untuk mengurangi aktivitas di luar rumah. Sampai wabah pandemi corona mereda. Sabar tak sendirian. Banyak juga warga yang akhirnya melakukan aktivitas bercocok tanam selama WFH. Memanfaatkan pekarangan rumah. Tim Disway Kaltim juga sempat memantau beberapa perumahan di Samarinda. Sebulan terakhir ini tampak beberapa warga menggarap lahan pekarangan rumah. Salah satunya di kawasan Perumahan Sempaja City, Samarinda. Kembali ke Sabar. Ia adalah Direktur PT Ceria Utama Abadi. Selain ingin beraktivitas selama di rumah, hasil dari bercocok tanam itu juga bermanfaat dan bisa dikonsumsi oleh keluarga. Atau setidaknya akan mengurangi intensitas berbelanja ke pasar. Sebab sebagian kebutuhan sudah terpenuhi dari hasil berkebun. "Saya juga bisa menjamin kebersihannya dan menentukan sendiri bahan yang dikonsumsi adalah jenis makanan sehat," kata Sabar. "Selain itu, tidak ada lagi kekhawatiran bahan makanan yang dibeli telah terkontaminasi," lanjutnya. Dari penglihatan Disway Kaltim, Sabar tampak menanam tomat, pare, gambas, sawi dan kangkung. Bahkan saat dikunjungi tanaman kacang panjang Sabar, sudah mulai berbuah. "Semua itu makanan yang rendah kolestrol," sebutnya. Niat berkebun di rumah, sebenarnya sudah lama dipendam. Namun karena kesibukannya bekerja, wacana itu tak kunjung dilaksanakan. Baru setelah ia memiliki banyak waktu di rumah, rencana itu terealisasi. Prosesnya pun, kata Sabar, tidak mudah dan tidak juga sulit. Pria berusia 59 tahun itu bisa mempelajarinya melalui konten-konten edukasi di kanal online; YouTube. Dari sekian banyak petunjuk cara menanam yang dipelajari, ia memilih metode bercocok tanam semi hidroponik. Yaitu metode menanam benih pada media tanah. Dengan suplai zat hara dari air. Sabar menyebutnya dengan metode bercocok tanam kapiler. Komponen yang digunakan dalam metode ini cukup sederhana. Semua peralatannya ia buat dengan memanfaatkan barang bekas yang banyak tersedia. Pertama wadah yang disiapkan untuk media tanam. Diisi dengan campuran tanah dan serbuk gergaji tadi. Lalu diberi cairan Effective Microorganism 4 (EM-4), cairan penyubur tanah. Kedua wadah untuk air. Ini nantinya akan diberi pupuk untuk mendukung proses pertumbuhan benih tanaman. Wadah tanah tadi ditempatkan di atas wadah air. Lalu diberi sumbu dari bahan kain yang menghubungkan kedua wadah itu. Ini sebagai jalur untuk menyuplai air dan pupuk. Tentu, metode yang diadaptasi dari konten YouTube itu perlu penyesuaian. Sabar memodifikasi barang-barang bekas itu menjadi media untuk menanam di halaman rumahnya, yang jumlahnya banyak. Hingga menyerupai kebun mini. "Dalam metode ini, pemberian pupuk lebih fleksibel namun tetap terkontrol. Apabila pupuk kelebihan, tinggal ditambah airnya supaya seimbang. Perawatannya pun tidak perlu disiram setiap hari, karena yang bekerja adalah daya serap kapiler pada sumbuh tadi, sehingga bisa bertahan lama," papar Sabar. Disamping itu, lanjut dia, dengan metode ini tidak perlu lagi khawatir tanaman tersebut mati karena kekurangan air. Sebab metode itu telah dilengkapi denga early warning system. Apabila tanaman tersebut kekurangan air, maka tanaman itu akan cenderung layu. "Tapi itu tidak akan fatal, ketika diberi air atau disiram lagi, tanamannya akan menjadi subur kembali," jelasnya. Apalagi jika wadah yang digunakan dari bahan yang transparan, maka level air dalam wadah akan terlihat langsung. Lebih mudah untuk dipantau dan dikontrol. Sebetulnya bisa juga menggunakan sensor sederhana untuk mengontrol airnya secara otomatis. Namun ia belum menerapkan itu. Kelebihan lain dari metode ini. Jika tanamannya sudah tua dan tidak produktif lagi. Media tanah bisa diganti. Akar-akar tanaman dicukur lalu ditanam kembali. Dengan begitu, tanaman bisa produktif lagi."Metode ini sebenarnya semi hidroponik, namun lebih praktis," ujarnya. Seolah tidak ingin ide dan ilmunya itu ditelan sendiri, Sabar juga berusaha mengajak tetangga, kerabat terdekatnya untuk melakukan hal yang sama. Tidak jarang juga ia memberikan bibit beserta penjelasan cara menanam. Bahkan diajak untuk melihat langsung prosesnya. "Agar mereka paham bahwa sebenarnya prosesnya mudah, dengan melihat langsung begitu. Cuma kan orang-orang itu malas melakukannya". Ia pun mencoba menjangkau ruang sosial yang lebih luas untuk menyebarkan idenya itu. Membuat grup WhatsApp. Di dalam grup chating itu, ia mengundang rekan sejawat dan siapapun yang berminat untuk bercocok tanam di rumah. Di dalam grup itu, mereka saling berbagi pengetahuan seputar cara-cara menanam. Saling sharing artikel seputar metode menanam sederhana yang bisa dilakukan di rumah. "Nanti saya masukkan ke grup yah," ajak dia kepada media ini. Aktivitas menanam di rumah sebenarnya tidak menyita terlalu banyak waktu. Sabar malah merasakan kesenangan tersendiri saat melihat proses pertumbuhan tanaman. “Apalagi kalau nanti sampai panen". Hal yang sama juga dilakukan Muhammad Iqbal Fadel. Yang juga mengisi masa-masa work from home (WFH) dengan bercocok tanam di rumahnya. Di kompleks perumahan Graha Indah Balikpapan Utara, Kalimantan Timur. Iqbal bekerja sebagai desain grafis dan fotografer di salah satu perusahaan brand agency di Balikpapan. Sejak 25 Maret 2020 lalu, ia tidak lagi bekerja di kantornya. Selain karena memang pekerjaan berkurang, tentu perusahaan tempatnya bekerja harus mengikuti imbauan pemerintah. "Banyak kerjaan dipending, karena hampir semua perusahaan membatalkan event gathering. Karena corona ini. Begitu juga dengan wedding, yang hampir semua ditunda resepsinya," jelas Iqbal kepada Disway Kaltim, saat ditemui di rumahnya, Minggu (19/4). Yang bisa dikerjakan Iqbal saat ini, membuat beberapa konten pesanan. Dikerjakan dari rumah. Karenanya ia memiliki banyak waktu luang untuk mengerjakan hal-hal lain di rumah. Seperti menanam. Pemuda berusia 26 tahun ini, mulai tertarik menanam karena melihat pot bunga yang berjejer di pekarangan rumahnya. “Tanaman tidak terurus. Disitu saya mulai berkreasi, membersihkan pot-pot bunga itu, sampai saya cat. Lalu saya mengolah tanaman yang lama. Mulai mengganti tanah sampai membibit ulang tanaman," kata Iqbal. Ia mengakui, muncul inisiatif itu karena keterbatasan untuk bepergian selama masa pandemi corona ini. Cara Iqbal menanam dengan memanfaatkan tanah gembur di dekat rumahnya. Kemudian dicampur dengan sekam. Setelahnya, baru ia bergerak mengumpulkan bibit tanaman. "Saya kumpulkan beberapa tanaman dan pot dari sekitaran rumah yang tidak terurus oleh tetangga," ujar ia. Merasa belum cukup, Iqbal juga mencari bibit tanaman dari teman-teman yang diketahuinya merawat tanaman. Bahkan, ia juga berusaha mencari referensi di internet terkait teknik menanam berikut jenis tanaman yang menarik menurut versi dia. "Bagi saya, tanaman itu yang penting enak dilihat dari sisi kita sendiri dulu. Karena kita sendiri yang merawat, melihat dan menikamatinya. Untuk dari sisi pandangan orang lain, itu yang nomor sekian lah," kata Iqbal. Karena itulah, ia sampai rela mencari bibit dari hutan di sekitar kompleks perumahannya. Memenuhi koleksi tanaman hias, tanaman obat dan tanaman rempah-rempah. Yang bukan hanya memenuhi standar estetika dia, tapi juga memliki manfaat lain. Dan tentu hal itu dilakukan dengan berbekal refrensi dari internet tadi. "Di hutan saya banyak mencari tanaman yang saya suka melihatnya, dan juga karena manfaatnya. Seperti laos putih liar hutan, jahe merah hingga tanaman rambat binahong". Dari proses itulah, Iqbal kini juga harus disibukkan untuk merawat koleksi tanamannya. Sambil bekerja dari rumah, sampai pandemi ini berakhir. Semua rutinitas kembali seperti semula. Dari penglihatan Disway Kaltim, setidaknya sudah ada sekitar 20 jenis tanaman disusun sampai di teras rumahnya. Mulai dari tanaman hias aneka rupa, seperti anggrek hingga tanaman obat yang ia sendiri lupa namanya. "Sebenarnya banyak tanaman liar hutan yang bisa kita olah tanpa harus membeli," pungkas sarjana bidang informatika itu. (*) Oleh: Darul Asmawan Editor: Devi Alamsyah */Naskah sudah terbit di SKH Disway Kaltim pada Edisi 21 April.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: