Mendengar Keluhan Pelaku Pariwisata Kaltim yang Tengah “Sakit”; Kehilangan Momentum
Dian Rosita. ============ Usaha pariwisata masih mengandalkan momentum. Terutama musim liburan. Saat libur Natal dan tahun baru lalu, Samarinda diterpa banjir hebat. Harapan selanjutnya adalah musim libur sekolah, puasa Ramadan, dan Idulfitri. Kini harapan itu nyaris musnah. Oleh: Ahmad Agus Arifin ----------------- SEMESTER awal 2020 sungguh tak bersahabat bagi pariwisata Kaltim, dan Samarinda secara khusus. Butuh selambatnya dua tahun untuk recovery. Kini mereka bukan hanya sakit kepala. Tapi sudah komplikasi. Nyaris lumpuh. Butuh obat yang tepat. “Nanti jam tiga sore kita ketemu, ya,” ujar Dian Rosita di balik telepon. Saat Disway Kaltim mengubunginya pada Minggu (19/4) siang. Dian Rosita adalah ketua Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Kota Samarinda. Saat ini, dia bukan hanya pusing memikirkan destinasi yang dikelolanya. Mahakam Lampion Garden. Tapi juga keberlangsungan hidup destinasi wisata lainnya di Kota Tepian. Pukul 15.05 Wita, Dian yang mengenakan setelan celana jeans biru dengan atasan kaos kasual putih. Banyak bercerita mengenai sulitnya kepariwisataan saat ini. “Kata orang tua dulu, ini lagi musim pagebluk,” katanya. Musim pagebluk rupanya sebuah istilah yang dibuat untuk menyebut musim bencana. Seperti gunung meletus, gempa bumi, dan lain sebagainya. Kali ini yang dimaksud tentu pandemi COVID-19. Wabah yang membuat banyak lini usaha klenger. Usaha pariwisata tentu menjadi yang paling kena dampak. “Awal tahun kan banjir. Beberapa destinasi enggak bisa buka. Beberapa yang lain kena dampak, jadi sepi. Kami lalu menunggu momen libur sekolah, puasaan, dan yang seharusnya bisa untuk memenuhi target adalah libur Lebaran. Tapi gagal total,” terlihat jelas kekecewaan di wajahnya. Seluruh destinasi wisata di Samarinda sudah tutup sejak 18 Maret lalu. Direncanakan buka pada 1 April. Momen di mana anak sekolah sedang menjalankan Ujian Akhir Nasional. Yang otomatis siswa yang tak mengikuti ujian akhir akan diliburkan. Diharap bisa menjadi pemasukan. Namun pada akhirnya masa penutupan diperpanjang. Sampai waktu yang belum ditentukan. Sejak itu pula, nasib pegawai destinasi wisata jadi tak menentu. Ada yang masih membayarkan gaji meski diliburkan. Ada pula yang dirumahkan tanpa bayaran. “Kami mengupayakan untuk tidak ada PHK. Bagaimanapun caranya.” Maka kini setiap harinya, Dian dkk, seperti masyarakat pada umumnya. Terus memantau perkembangan pandemi COVID-19. Melalui pemberitaan di media. Tapi ada sedikit kekecewaan. Lantaran pemerintah daerah belum menunjukkan upaya terbaiknya dalam penanganan corona. “Semisal dikatakan tidak ada penambahan penderita. Itu karena tidak ada yang diperiksa, atau dari banyak pemeriksaan tidak ada yang positif? Transparansi itu lho, yang engak ada,” Dia bertanya-tanya. “Kita butuh upaya pemerintah yang terukur dan terarah. Agar kita tahu “pemerintah sudah do the best” kami pasti ikuti imbauan dari pemerintah, kok.” Berbicara mengenai momentum wisata, bulan Agustus (HUT RI), November (Festival Mahakam), dan Desember (Natal) adalah waktu bagi pelaku usaha wisata untuk meraup keuntungan. Tapi rupanya, jika pun pada Agustus nanti pariwisata mulai bisa beroperasi, tak lantas mampu membayar kerugian yang didera selama satu semester awal 2020. “Of course,no. Tidak bisa wisata recovery dalam 6 bulan saja,” tegasnya. Malahan jika tak ada bantuan dari pemerintah. Atau pengelola wisata harus bangkit secara mandiri, waktu tercepatnya adalah dua tahun. Butuh Bantuan Pemerintah Ada beberapa bantuan yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Asal Pemprov Kaltim masih memiliki mimpi untuk menjadikan sektor wisata sebagai peraup pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tapi untuk rentang waktu tahun 2020 ini, PAD bukan sesuatu yang harusnya dikedepankan dulu. Tapi bagaimana tentang membangun ulang kepariwisataan yang terlanjur lesu akibat corona. Meng-grow up lagi tanpa memikirkan berapa PAD yang didapat dari wisata lebih dulu. Dian mengaku Pemprov Kaltim sejauh ini masih belum berbuat banyak untuk kepariwisataan. Justru suatu ketika Gubernur Kaltim Isran Noor pernah mengatakan, “Wisata ini kan kebanyakan swasta, harus bisa jalan sendiri.” Mendengar itu, Dian dan pengelola wisata lainnya sangat kecewa. Padahal dukungan pemerintah, utamanya yang bersifat arah kebijakan sangat diperlukan. Karena bagaimanapun, pariwisata adalah proyek pencitraan suatu daerah. “Dulu orang Samarinda pesimistis ada wisata di Mahakam. Tapi semenjak kapal wisata maju. Bahkan banyak orang luar daerah berwisata di kapal. Bagus juga nama Samarinda. Dulu Mahakam Lampion Garden itu apa sih? Cita-citanya kan untuk menciptakan tempat yang nyaman agar bisa menikmati Sungai Mahakam. Sekarang Alhamdulillah bisa jadi wisata yang membanggakan Kota Samarinda,” lanjutnya. Belum lagi PAD yang didapatkan Kaltim dari pajak hiburan yang sebesar 15 persen. Maka sebenarnya, meskipun pengelola wisata di Kaltim mayoritas adalah swasta. Kehadirannya sangat menguntungkan untuk Kaltim sendiri. Dari perwajahan sampai pendapatan. “Wisata enggak bakal hidup tanpa pemda,” tegasnya. Mengenai apa saja yang diharapkan pengelola wisata dari pemerintah untuk menghadapi corona dan pengembangan pasca corona. Yang pertama adalah dengan memberikan penangguhan pajak selama beberapa bulan ke depan. Agar dana itu bisa digunakan untuk meningkatkan pelayanan. “Bisa juga kami diberi suntikan dana promosi. Yang real ke destinasi. Dengan begitu kami bisa memberi diskon besar-besaran ke pengunjung. Untuk merangsang tingkat kunjungan lagi,” harapnya. Hal lainnya adalah dengan mengundang wisatawan dari luar kota yang keseluruhan dananya dibiayai pemerintah. Seperti yang dilakukan secara kontinyu oleh pemerintah D.I Yogyakarta untuk mempromosikan wisata lokalnya. “Sebut saja dua tahun terakhir geliat wisata di Kaltim sedang naik. Dinas pariwisata sudah lebih perhatian ke pengusaha wisata. Dengan situasi seperti ini, apakah pemda mau sama-sama bermimpi lagi untuk membangkitkan pariwisata?” kata Dian Rosita. Respon Pemerintah “Kalau sekarang, pemerintah pusat sudah siapkan dana untuk recovery ekonomi Rp 150 triliun. Tentu meliputi semua sektor. Termasuk pariwisata,” jawab Sekdaprov Kaltim M. Sa’bani saat ditanya apakah ada upaya pemprov membantu sektor pariwisata. “Untuk detailnya, silakan tanya Kadispar Kaltim,” sambungnya. Sempat tak membaca pesan WhatsApp, kepala Dinas Pariwisata Kaltim, Sri Wahyuni akhirnya mengangkat telepon Disway pada pukul 19.23 Wita. Sri menerangkan bahwa sudah ada upaya dari Dispar Kaltim untuk membantu meringankan beban pengelola wisata. “Ada (bantuan), untuk pelaku wisata terdampak COVID-19. Saat ini kami sedang verifikasi data. Sudah ada yang masuk, tapi masih dipastikan antara data dengan dokumen pendukungnya,” kata Sri. Bentuk bantuan yang diberikan ini berupa dana tunai. Pada pegawai di destinasi wisata yang rentan. Kategorinya meliputi pegawai yang dirumahkan, di PHK, atau dicutikan tanpa bayaran. Besarannya belum diketahui. Yang jelas dana ini berasar dari APBD Kaltim. Upaya verifikasi data sedang dikebut. Data dari asosiasi masing-masing stakeholder di pariwisata akan diserahkan kepada Dispar Kaltim untuk selanjutnya dilanjutkan ke BPKAD Kaltim. Sebelum Lebaran, bantuan ini rencananya sudah diterima oleh penerima bantuan. “Mekanisme penyalurannya hari Senin akan kami rapatkan melalui online dengan seluruh stakeholder.” “Untuk berapa bulan bantuan ini diberikan, saya belum bisa bicara. Yang jelas kami upayakan dapat dulu,” Sri melanjutkan. Dana bantuan langsung ini diperkirakan belum akan menyentuh semua destinasi wisata di Kaltim. Lantaran ada keterbatasan data dan komunikasi. Utamanya yang berada di daerah. “Kami tidak memiliki data desa wisata di daerah, home stay, dan lainnya. Olehnya kami berharap level kabupaten (Pemkab) bisa menyasar ke sana dan pelaku wisata bisa di-cover.” Respons pemprov saat ini tentu akan mengurangi beban pelaku usaha. Namun baru sebatas untuk upaya di tengah wabah corona. Belum berbicara mengenai pasca COVID-19. Rentan waktu yang diharapkan pengelola wisata untuk melakukan recovery. “Kalau untuk pasca corona tetap kami pikirkan. Tapi ini menjadi dilematis karena anggaran dipotong 50 persen. Jadi ada keterbatasan. Mungkin nanti bisa diakomodir lewat APBD Perubahan untuk program aktivasi promosi, event, dan juga destinasi wisata.” “Tapi itu nanti dulu. Etisnya kan sekarang kita fokus ke COVID-19 dulu,” imbuhnya. (dah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: