Dua Bulan Terombang-ambing di Laut, Puluhan Warga Rohingya Tewas di Atas Perahu
Beberapa orang warga Rohingya selamat dari terjangan ombak setelah melakukan perjalanan menggunakan perahu kecil. Mereka melintasi perairan di lintas negara. Karena terusir dari Myanmar, warga Rohingya ini berusaha mencari suaka baru di Asia Tenggara. (Istimewa) Dhaka, Diswaykaltim.com – Sebagian warga Rohingya tak tahan dengan penyiksaan, pengusiran, dan pembunuhan yang dilakukan kelompok ekstrimis di Myanmar. Karena itu, mereka berusaha mencari suaka baru. Meski nyawa menjadi taruhannya. Sedikitnya 20 orang warga Rohingya meninggal dunia di atas kapal yang terombang-ambing selama berminggu-minggu setelah gagal mencapai Malaysia. Sementara 382 orang yang kelaparan diselamatkan dari kapal. Warga Rohingya yang selamat itu akan dikirim ke Myanmar. Demikian kata petugas penjaga pantai Bangladesh, Kamis (16/4). Sebuah kelompok hak asasi manusia yakin ada lebih banyak kapal yang mengangkut warga Rohingya, kelompok minoritas muslim dari Myanmar, yang berada di laut. Karena karantina wilayah akibat virus corona di Malaysia dan Thailand mempersulit mereka untuk mencari perlindungan. Penjaga pantai Bangladesh mengatakan, kapal itu ditarik ke pantai pada Rabu (15/4) malam. “Mereka berada di laut selama sekitar dua bulan dan kelaparan,” salah satu pejabat penjaga pantai. Rekaman video menunjukkan kerumunan sebagian besar wanita dan anak-anak. Beberapa di antaranya tubuhnya setipis tongkat dan tidak mampu berdiri. Mereka dibantu ke pantai. Seorang lelaki kurus berbaring di pasir. Seorang pengungsi mengatakan kepada wartawan bahwa mereka telah kembali dari Malaysia tiga kali. Rohingya tidak diakui sebagai warga negara Myanmar yang mayoritas beragama Buddha. Mereka mengeluhkan penganiayaan. Namun, Myanmar membantah menganiaya Rohingya. Otoritas di negara itu mengatakan mereka bukan kelompok etnis asli. Tetapi pendatang dari Asia Selatan. Lebih dari satu juta orang tinggal di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh selatan. Mayoritas telah diusir dari rumah mereka di Myanmar. Setelah penumpasan militer 2017 yang dikatakan tentara sebagai respons terhadap serangan oleh pemberontak Rohingya. Selama bertahun-tahun, warga Rohingya telah menggunakan kapal yang dioperasikan oleh penyelundup dengan harapan menemukan tempat perlindungan di Asia Tenggara. Perjalanan biasanya berlangsung pada musim kemarau, antara November dan Maret, ketika laut tenang. Kelompok-kelompok hak asasi manusia khawatir karantina wilayah sebagai tanggapan terhadap virus corona dapat menyebabkan terulangnya krisis pada 2015. Ketika kerusuhan oleh Thailand mengakibatkan penyelundupan manusia melalui laut di atas kapal-kapal yang reyot. Chris Lewa, direktur Arakan Project, mengaku yakin beberapa kapal lagi terdampar. “Rohingya mungkin menghadapi perbatasan tertutup yang didukung oleh narasi xenophobia,” katanya dalam sebuah pesan. “COVID-19 tidak dapat digunakan untuk menolak akses masuk bagi para pengungsi yang putus asa dalam kesusahan. Krisis maritim lain di Laut Andaman seperti pada 2015 tidak dapat diterima,” imbuhnya. Seorang pejabat polisi di negara bagian Kedah, Malaysia, mengatakan, beberapa kapal berusaha mencapai pantai negara itu dan pemantauan telah ditingkatkan. Sementara itu, seorang pejabat polisi di Thailand selatan menyebut, lima kapal yang membawa warga Rohingya telah ditemukan di lepas pantai Provinsi Satun pada Senin (13/4) malam. Tidak mungkin untuk mengonfirmasi hal ini secara independen. (ant/qn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: