Subjek Hukum Kasus Pinjaman Online Lemah
Balikpapan, DiswayKaltim.com – Kasus dugaan pencemaran nama baik berkaitan pinjaman online menurut pengacara Agung Sakti Pribadi sulit diproses secara hukum.
Agung menyebut dasar hukum perjanjian yang terjadi antara nasabah dan perusahaan financial technology (Fintech) selaku pemberi pinjaman sebenarnya bisa masuk ranah perdata. Akan tetapi subjek hukumnya masih dinilai lemah dan sulit diusut.
“Kalau nasabah bisa melaporkan, cuma mau laporkan kemana. Subjek hukumya tidak jelas. Kan kalau mau menggugat harus jelas, siapa dan di mana kantornya. Perusahaannya ada tapi nggak tahu di mana. Apalagi kalau perusahaannya ilegal,” papar Agung, saat ditemui DiswayKaltim.com beberapa waktu lalu.
Hal ini tidak terlepas dari lemahnya aturan yang mengatur keberadaan perusahaan fintech pinjaman. Dari sisi peminjam, risiko pencemaran nama baik sangat terbuka jika mengalami kendala dalam melunasi cicilan pinjaman.
Seperti 33 aduan kasus yang masuk ke meja Polres Balikpapan sepanjang tahun ini kepada 18 perusahaan pinjaman online.
Metodenya dengan menyebarkan perihal tunggakan nasabah kepada siapa saja yang ada dalam database peminjam yang sudah dikuasai terlebih dahulu.
“Ya kalau telat atau nggak dibayar, akan diteror dengan SMS-SMS itu,” sebut rektor Universitas Mulia itu.
Dalam sarasehan Implementasi Kredit Online yang digelar Universitas Mulia April lalu, Agung menyampaikan bahwa pemerintah tidak cukup kuat melindungi nasabah. Terlebih jika perusahaan itu tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Yang bisa dilakukan adalah memblokir aplikasi itu melalui Kominfo. Tapi diblokir hari ini satu, besok bisa jadi muncul sepuluh. Bayangkan rumitnya menghadapi hal seperti ini,” sebutnya.
Untuk itu, melalui OJK, pemerintah seharusnya sudah sepatutnya bersikap tegas. Jika kasus serupa terjadi dengan perusahaan yang ilegal, nasabah harusnya dilindungi. Bahkan kalau perlu diproses hukum.
“OJK pusat dulu pernah bilang tidak usah dibayar. Ya, masyarakat juga harusnya pintar, jangan pinjam pada yang ilegal,” sarannya.
Lalu, bagaimana dengan kepolisian? Proses penagihan yang melewati batas wajar menurutnya bisa diproses secara hukum. Apalagi selain pencemaran nama baik, ada potensi pelecehan yang bisa saja terjadi pada nasabah dalam proses penagihan.
DiswayKaltim menelusuri kasus serupa yang pernah terjadi di Indonesia. Harian Pikiran Rakyat pernah mengulas kasus penagihan tidak beretika yang dilakukan karyawan Vloan, aplikasi fintech ilegal di Indonesia. Kepolisian memenjarakan 4 karyawannya pada Januari awal tahun ini.
Soal aduan yang masuk ke Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polres Balikpapan, Kanit Tipidter Satreskrim Polres Balikpapan Ipda Henny Purba mewakili Kapolres Balikpapan AKBP Wiwin Firta mengaku sulit menindaklanjutinya. Nasabah yang melaporkan kasus ini memiliki kecenderungan tidak datang kembali dan melanjutkan laporannya.
“Harusnya mereka datang lagi untuk di-BAP awal. Kita minta keterangan awal untuk tahu bagaimana modusnya. Bagaimana perjanjian antara peminjam dengan yang meminjamkan. Dan juga biar kita tahu penanganannya seperti apa. Seperti apa kasusnya, bisa dijadikan perdata atau bagaimana,” ujarnya, seperti diberitakan DiswayKaltim sebelumnya.
Sementara dari sisi perusahaan fintech sendiri, jika legal dan terdata oleh OJK, ada peluang memperdatakan nasabah yang tidak kooperatif melunasi pinjaman. Tapi Agung menilai potensi ini agak sulit dilakukan mengingat nilai pinjaman yang kecil.
Sekadar diketahui, fintech pinjaman online yang terdata di OJK per 31 Mei 2019 tercatat sebanyak 113 perusahaan. (eny/dah) Berita Terkait: Cemarkan Nama Baik, 18 Jasa Pinjaman Online Diadukan ke Polres Balikpapan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: