Kasus Gelap Layaknya Cacat Permanen Novel, KPK Minta Jokowi Bentuk TGPF Baru
Novel Baswedan (Indopos)
Jakarta, DiswayKaltim.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana meminta Presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) baru. Sebab, TGPF sebelumnya dinilai tidak berhasil mengungkap pelaku maupun aktor intelektual kasus penyerangan Novel Baswedan.
’’Langkah berikutnya nanti pimpinan (KPK) memutuskan, bisa saja kita menyerahkan kepada Presiden untuk membentuk TGPF baru,’’ kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Yogyakarta, Kamis (18/7/2019).
Menurut Agus, sebenarnya KPK berharap TGPF melalui hasil investigasinya bisa mengidentifikasi para pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.
’’Ternyata masih cukup gelap ya. Hanya ada satu pelaku yang datang ke rumah (Novel). Hanya dua pelaku di sekitar masjid,’’ kata dia.
Bahkan, lebih jauh KPK juga berharap TGPF yang telah bekerja selama enam bulan itu mampu menentukan tersangka dalam kasus itu. ’’Ternyata tidak berhasil kan,’’ kata dia.
Ia menegaskan KPK berkomitmen untuk mendorong pengusutan kasus itu segera tuntas. Langkah berikutnya para pimpinan KPK akan mendikusikan berbagai usulan atau langkah apa yang akan ditempuh sebagai respons dari hasil investigasi TGPF.
’’Kita keputusannya kolektif kolegial jadi harus disetujui dulu oleh para pimpinan. Kita usulkan apa kemudian kita minta Presiden untuk membentuk TGPF baru atau apa,’’ kata dia.
Sementara itu, terkait pernyataan TGPF yang menyebut Novel menggunakan kewenangan berlebihan selaku penyidik KPK, Agus menilai pernyataan itu kurang tepat. Pasalnya, menurut Agus, kinerja Novel selalu dikontrol jajaran pimpinan KPK.
Ia menjelaskan setiap tahapan mulai pengaduan menjadi penyelidikan, kemudian penyelidikan menjadi penyidikan, dan dari penyidikan ke penuntutan seluruhnya diekspose terlebih dahulu di depan pimpinan KPK. ’’Jadi penggunan kata-kata itu (Novel menggunakan kewenangan berlebihan) mungkin kurang tepat,’’ kata Agus Rahardjo.
Dalam surat tugas Kapolri bernomor Sgas/3/I/HUK.6.6./2019 yang dikeluarkan pada 8 Januari 2019, kepolisian dalam tim gabungan bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan atas kekerasan yang terjadi kepada Novel Baswedan.
Surat tugas tersebut berlaku selama enam bulan mulai 8 Januari 2019 sampai 7 Juli 2019. Novel Baswedan diserang oleh dua orang pengendara motor pada 11 April 2017 seusai salat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya.
Pelaku menyiramkan air keras ke kedua mata Novel sehingga mengakibatkan mata kirinya tidak dapat melihat karena mengalami kerusakan yang lebih parah dibanding mata kanannya.
Sementara itu, Panitia seleksi (Pansel) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan tes uji kompetensi calon pimpinan (capim) KPK Kamis (18/7/2019). Dalam tes seleksi tahap dua ini, Pansel KPK akan mendalami sejauhmana pengetahuan capim soal korupsi.
’’Kita ingin mengalir dari mereka, sejauh mana mereka memahami permasalahan-permasalahan korupsi di Indonesia. Baik pemberantasan, pencegahan, juga manajemen organisasi internal, dan juga hubungan kelembagaan antara KPK dan lembaga lain,’’ ujar Ketua Pansel KPK Yenti Garnasih di Pusdiklat Setneg Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Yenti mengatakan, dalam menentukan pemimpin KPK nanti, dia akan menilai semuanya termasuk etika berlembaga masing-masing peserta. Yenti berharap pemimpin KPK meski lembaganya independen tapi tetap bisa memperhatikan aspek tata negara.
Terkait berapa jumlah yang akan lolos dalam tahap ini, Yenti menyebut akan menyaring sekitar 50 orang. Namun, itu juga tidak bisa dipastikannya, tergantung nanti 192 orang ini bisa memenuhi kategori Pansel atau tidak.
’’Nanti insya Allah, Senin kita umumkan dari 192 ini (yang lolos), kemudian naik ke psikotes, insya Allah tanggal 28 psikotesnya. Nanti di sana kita menuju ke profile assessment tes-tes yang lain, kemudian kita uji publik kerja sama media, baru kita wawancara oleh pansel,’’ tutur Yenti.
Yenti mengungkapkan, sebanyak empat calon pimpinan (capim) KPK yang sudah lolos administrasi ternyata gugur atau tak lolos sebelum menjalani tahapan seleksi. Dalam tahap ini ada empat yang mengundurkan diri ataupun tidak hadir serta terlambat. Seorang yang mengundurkan diri adalah Wakil Kepala Polisi Daerah (Wakapolda) Jawa Barat Brigjen Akhmad Wiyagus.
Yenti mengaku tidak tahu alasan Wiyagus mengundurkan diri. Pihaknya, kata dia, baru saja mendengar bahwa yang bersangkutan mengundurkan diri. Dua lainnya tidak hadir tanpa keterangan dan satu orang datang terlambat. Sehingga tidak diperbolehkan mengikuti tes dan dinyatakan gugur.
"Kan kami integritas ya? Bahkan kita minta sehari sebelumnya sudah di lokasi lah. Ya sama kita juga jam 05.00 pagi sudah disini, namanya Jakarta ya. Jadi, toleransinya cuma 30 menit," tegas Yenti.
Indonesian Corruption Watch (ICW) menegaskan terus mengawal rangkaian proses seleksi capim KPK. Mengenai lolosnya sejumlah jenderal Polri, ICW menolak kursi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diisi unsur penegak hukum lain, semisal kepolisian atau kejaksaan. Pasalnya, tidak ada kewajiban dalam peraturan perundang-undangan manapun yang menyebutkan Pimpinan KPK harus dari instansi penegak hukum tertentu.
’’Iya, kita memang pada prinsipnya tidak terlalu sepakat jika kursi pimpinan KPK diisi penegak hukum tertentu, entah itu kepolisian ataupun kejaksaan,’’ kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, kemarin.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Donal Fariz berharap, Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan KPK dapat bekerja maksimal.
Donal Fariz mengaku akan terus mengawal proses seleksi tersebut. Ia berharap pansel dapat menggunakan indikator penilaian yang objektif. Sehingga indikator tersebut menghasilkan calon yang sesuai kebutuhan KPK secara kelembagaan.
"Belum terlambat untuk mengoreksi logika cara kerja pansel," kata Donal.
Salah satu poin yang disoroti ICW adalah masalah radikalisme. Ia menyayangkan, sebagian anggota pansel justru fokus pada isu tersebut. Padahal, isu radikalisme bukanlah isu krusial dalam mencari pimpinan KPK.
"Kita sedang mencari pimpinan KPK, bukan mencari pimpinan BNPT. Seharusnya yang disorot adalah integritasnya. Orang berintegritas pasti tidak akan mendukung kelompok-kelompok radikal semacam itu," ucapnya.
Selanjutnya, ICW juga menyoroti sebagian anggota pansel yang beranggapan bahwa KPK adalah representasi lembaga penegak hukum lain. Lantaran itu muncul sikap menganak-emaskan sejumlah lembaga penegak hukum. Padahal seharusnya pansel bekerja secara obyektif.
"Tidak ada satupun pasal di dalam undang-undang KPK yang menyebutkan bahwa unsur pimpinan KPK itu dari Kepolisian atau Jaksa atau berasal dari hakim peradilan," ujarnya.
Karena itu, dia berharap poin-poin tersebut menjadi bahan koreksi bagi pansel. Setidaknya masing-masing anggota dapat saling mengingatkan anggota lainnya.
Ia menegaskan, pansel merupakan tumpuan utama proses seleksi pimpinan KPK. Meskipun nantinya ada tahapan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). Hal itu tidak berdampak signifikan karena uji kelayakan dan kepatutan hanya akan memetakan jaringan setiap calon.
"Jadi yang dicari di DPR (fit and proper test) itu golongan darahnya. Merahkah, kuning kah? Begitu kira-kira," tandasnya. (yah/ant/wok/Indopos/eny)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: