Temuan Jatam Kaltim: 51 Korban Lubang Tambang Berguguran, Mayoritas Anak-anak
Proses evakuasi korban tenggelam di lubang tambang yang terletak di Desa Bangun Rejo, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Sabtu (14/9/2024).-(Foto/ Istimewa)-NOMORSATUKALTIM
“Air ini selalu digunakan, karena tidak ditutup. Apalagi kalau musim kemarau, tidak ada PDAM sulit dan tidak ada akses. Jadi mau tidak mau dipakai, namun saat ini mungkin sudah ada air. Ada yang pake sumur di rumahnya, sehingga jarang menggunakan air di situ,” tutur Eta menirukan perkataan salah satu warga yang ditemuinya itu.
Dia menjelaskan, pertambangan sejatinya dapat mematikan sumber air warga. Akibatnya, warga memilih untuk menggunakan air di kolam tambang yang tidak jauh dari permukiman tersebut.
BACA JUGA: Tambang Ormas Keagamaan Dinilai Cacat Hukum, Gabungan LSM dan Akademisi Gugat PP 25/2024 ke MA
BACA JUGA: Akhirnya KPK Tetapkan 3 Tersangka, Kasus Dugaan Suap Izin Tambang di Kaltim
“Pilihanya mau tidak mau, karena masyarakat dengan ketidaktahuan, tidak ada informasi, tidak ada pemberitahuan terkait bagaimana kandungan. Sementara juga tidak dilakukan pengecekan secara rutin,” sebutnya.
Meski diingatkan berkali-kali, ujar Eta, lubang tambang itu tidak diawasi selama 24 jam.
“Ruang dan waktu bermain anak-anak, walaupun ada orang tuanya. Tapi kondisi yang tidak aman menyebabkan korban terus bertambah dan anak-anak juga yang menjadi korbannya,” ungkap Eta.
Sebelumnya, JATAM Kaltim telah mengajukan pemulihan 1.735 lubang tambang batu bara yang ada di Benua Etam kepada pemerintah.
BACA JUGA: Masyarakat Diminta Rajin Belanja Demi Menjaga Pertumbuhan Ekonomi
BACA JUGA: BPBD Berau Lakukan Diskusi Publik Bahas Dokumen Kajian Bencana
“Kalau semuanya belum mampu dipulihkan tidak apa-apa, tapi yang dekat dengan pemukiman saja. Sebab tidak ada yang bisa menjamin orang tidak mati di kawasan yang berbahaya dan mudah dijangkau masyarakat,” jelas Eta melalui telepon WhastApp.
Berdasarkan pengalaman yang berulang dan terus dirasakan oleh masyarakat Kaltim, Eta menekankan, jangan sampai ada pembiaran.
“Kita juga sudah mengidentifikasi di mana titik yang dekat dengan pemukiman. Tapi saat berganti pemimpin daerah dan regulasi, sayangnya itu diabaikan,” tukasnya.
“Artinya. Kita sebagai masyarakat sipil di Kalimantan Timur mau tidak mau, suka tidak suka, pilihannya tetap menjadi pendaftar orang-orang yang mati di lubang tambang,” tandasnya.
BACA JUGA: Berau Diserbu Banjir, Warga Tuding karena Drainase Mampet dan Aktivitas Tambang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: