Nelayan Jadi Korban

Nelayan Jadi Korban

SPBU tampak sepi setelah dijaga Satpol PP setelah keluarnya Surat Edaran Wali Kota Tarakan tentang pembatasan pembelian BBM.(fokusborneo) TARAKAN, DISWAY - Pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) sesuai Surat Edaran (SE) Wali Kota Tarakan mendapat apresiasi Komisi II DPRD Tarakan. Hanya saja, surat edaran tersebut mengorbankan nelayan. Sejak diberlakukan per 27 Desember 2019, masyarakat tak lagi bersusah payah mendapatkan BBM bersubsidi di SPBU. Menurut Ketua Komisi II DPRD Tarakan, Sofyan Udin Hianggio, jika ada pihak yang tak mendukung, Pemkot Tarakan harus bertindak tegas. "Terutama dari pihak pengelola SPBU. Kalau memang mereka tidak mau menjalankan aturan, cabut saja izin operasionalnya," tegasnya, Rabu (1/1/2020). Namun kebijakan itu berdampak terganggunya aktivitas nelayan tangkap dan tambak yang sulit mendapatkan BBM di SPBU. "Karena biasanya nelayan itu membeli BBM di SPBU pakai jeriken. Tapi sekarang mereka tidak diperbolehkan lagi. Sementara dalam aturan Pertamina diperbolehkan dengan bahan logam atau alumunium," kata Opan, sapaan akrab Sofyan Udin Hianggio. Seharusnya, kata Sofyan, surat edaran wali kota menyebutkan speksifikasi penggunaan jeriken yang diatur dalam peraturan Pertamina. "Mengenai masalah ini nanti akan kita carikan solusinya bersama pemerintah. Apalagi yang mereka (nelayan) butuhkan bukan BBM bersubsidi," tandasnya. Diketahui, Pemkot Tarakan melakukan pembatasan pembelian BBM di SPBU melalui surat edaran Wali Kota Tarakan nomor: 510/786/DISDAGKOP-UKM yang diterbitkan 27 Desember 2019 lalu. Wali Kota Tarakan, Khairul menjelaskan, surat edaran tersebut untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dari pembelian berulang-ulang. Dan guna mengurangi antrean panjang di SPBU. "Kita juga ingin menjaga ketertiban, keindahan, kebersihan dan keamanan Kota Tarakan, sehingga dilakukan pembatasan pembelian BBM," katanya, belum lama ini. Surat edaran tersebut, lanjut dia, ditujukan kepada pemilik SPBU di Tarakan dan seluruh masyarakat pengguna BBM. Dalam surat edaran tersebut juga menjelaskan bahwa kendaraan roda 4 pembelian BBM jenis solar maksimal Rp150 ribu per hari. Sedangkan kendaraan roda 6 untuk pembelian solar maksimal Rp250 ribu per hari. Sedangkan untuk BBM jenis premium, kendaraan roda 2 dan roda 3 maksimal pembelian Rp30 ribu per hari dan kendaraan roda 4 maksimal pembelian Rp150 ribu per hari. Dalam surat edaran terus dinyatakan bahwa pembelian tidak dibenarkan berulang-ulang dalam sehari. Pemilik SPBU diimbau agar tidak melayani masyarakat yang melakukan pengisian dengan tangki kendaraan yang telah dimodifikasi atau menambah kapasitas tangki kendaraan. "Masyarakat diimbau agar tidak membeli BBM menggunakan jerigen atau lainnya, kecuali untuk usaha pertanian, perikanan, genset rumah sakit tipe c dan d, panti asuhan dan panti jompo berhak mendapatkan solar subsidi dengan rekomendasi SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang membidangi," imbuhnya. (*) Peraturan Penggunaan Jeriken di SPBU Pertamina: 1. SPBU hanya boleh menyalurkan bahan bakar premium dan minyak solar (bersubsidi/PSO) untuk penggunaan akhir dan dilarang keras menjual premium dan minyak solar pada wadah kemasan/jeriken untuk dijual kembali ke konsumen. 2. Penjualan bahan bakar khusus jenis gasoline series (pertalite, pertamax, petamax turbo) dapat dilayani menggunakan wadah kemasan/jeriken yang terbuat dari material dari unsur logam. 3. Penjualan bahan bakar khusus jenis diesel series (pertamina dex, dexlite) dapat dilayani dalam wadah kemasan/jeriken yang terbuat dari bahan/material dari unsur logam atau bahan HDPE (high density polyethylene) sejenis thermoplastic khusus yang terdapat simbol HDPE2 pada kemasannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: