PPDB Jadi Masalah Tahunan, Ombudsman Ungkap Akar Masalahnya

PPDB Jadi Masalah Tahunan, Ombudsman Ungkap Akar Masalahnya

PPDB selalu menjadi masalah yang berulang setiap tahun di Indonesia.-(Foto/Istimewa)-

BALIKPAPAN, NOMORSATUKALTIM - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu menjadi permasalahan yang berulang setiap tahun. Ombudsman RI mengungkapkan penyebab utama yang mendasari permasalahan ini dalam sebuah siaran pers.

Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, menyampaikan bahwa salah satu akar masalah utama adalah tidak adanya kebijakan pemerataan akses pendidikan

Indraza menjelaskan bahwa belum ada dokumen perencanaan yang menggambarkan rencana pemerataan akses pendidikan dengan penyediaan satuan pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan jumlah sekolah dan pemerataan mutu pendidikan.

BACA JUGA: Dorong Peningkatan SDM melalui Pelatihan, Bupati Paser Serahkan Bantuan Alat Kerja

"Keterbatasan jumlah satuan pendidikan kita ketahui memang rasio antara sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) itu jika dibentuk dalam grafis mengerucut seperti bukit. Padahal seharusnya rata. SD seharusnya empat kali dari jumlah SMP, dan SMP dengan tingkat SMA-nya seharusnya sejajar, sama. Ini yang belum kami lihat," kata Indraza dalam siaran langsung di kanal YouTube Ombudsman RI, dikutip Minggu (7/7/2024).

Ombudsman RI memberikan beberapa saran perbaikan, termasuk penambahan daya tampung dan publikasi daya tampung yang ada. 

"Coba dipetakan dulu kebutuhannya dan melakukan koordinasi baik dari daerah sendiri ataupun daerah ke pusat terkait dengan kapasitas atau penambahan sarana pendidikan dan juga melakukan sosialisasi ini," tambahnya.

BACA JUGA: Peserta Didik dari Berbagai Sekolah di Samarinda Merayakan Tahun Baru Islam 1 Muharram

Dalam siaran pers Nomor: 026/HM.01/VII/2024,  Ombudsman melaporkan temuan beberapa masalah umum dalam PPDB 2024, seperti minimnya pengawasan dan komitmen, belum optimalnya sosialisasi, serta kurangnya koordinasi. 

Dalam jalur zonasi, terungkap pemahaman yang keliru tentang petunjuk teknis penentuan zona masih terjadi. Di mana banyak yang masih menggunakan jarak padahal bisa juga menggunakan area zona. 

Untuk jalur afirmasi, seharusnya tidak hanya bagi anak yang kurang beruntung secara ekonomi tetapi juga berlaku untuk para disabilitas.

BACA JUGA: Akmal Malik Minta Maaf Atas Kelalaian RSUD AWS

Ombudsman RI menemukan adanya praktik cuci rapot atau penggantian nilai rapot sekolah untuk meningkatkan prestige sekolah dalam jalur prestasi. 

Selain itu, tidak adanya transparansi dalam pengukuran dan pengumuman skor penilaian jalur prestasi menimbulkan berbagai permasalahan seperti adanya sertifikat akademik palsu hingga masuknya siswa titipan yang berujung pada penambahan kelas atau rombongan belajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: