Dulu Dijual Bebas, Masih Jadi Buruan

Dulu Dijual Bebas, Masih Jadi Buruan

Orang di Berau, lebih mengenalnya sebagai Payau, nama aslinya Rusa Sambar. Dagingnya enak, dan sempat dijual bebas. Kini, perburuannya sudah dilarang oleh pemerintah, karena populasinya terancam. HENDRA IRAWAN, Tanjung Redeb, RUSA Sambar, dalam bahasa ilmiah disebut Cervus unicolor merupakan rusa paling besar di antara tiga rusa asli Indonesia. Yakni Rusa Timor (Cervus timorensis), Rusa Bawean (Axis kuhlii), dan Kijang (Muntiacus muntjak). Di Indonesia, Rusa Sambar hidup di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Dan merupakan anak jenis (subspesies) dari Cervus unicolor equinus yang dapat dijumpai di semenanjung Malaysia dan Thailand. “Satwa ini biasanya bersifat soliter (menyendiri), tetapi ada juga yang berkelompok, umumnya terdiri dari dua individu,” ungkap Kepala Seksi Konservasi Wiayah (SKW) I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Dheny Mardiono, melalui stafnya Prawira Harja selaku Pengendali Ekosistem Hutan pada SKW I. Tubuhnya dapat tumbuh setinggi 102 cm-160 cm dengan panjang tubuh sekitar 150 cm. Berat rusa betina dewasa sekitar 80-90 kg, dan 90-125 kg untuk rusa jantan. Tanduk Rusa Sambar juga tergolong panjang dan bisa mencapai hingga tinggi 1 meter. Sementara untuk ciri khasnya, menurut Prawira, adalah bentuk tubuh yang besar dengan warna bulu kecokelatan, atau cenderung cokelat abu-abuan dan kemerah-merahan. Sebagai satwa terrestrial (hidup di atas tanah), sebarannya berada pada hutan dataran rendah hingga hutan pegunungan. Paling umum terdapat dalam hutan sekunder, tetapi tidak terkecuali juga terdapat dalam hutan primer. Dalam beberapa kasus, Rusa Sambar juga kerap teridentifikasi di sekitar perkebunan atau ladang masyarakat. Itu terjadi akibat menipisnya persediaan makanan, serta semakin sempitnya hutan yang menjadi habitatnya. “Sementara di Berau, Rusa Sambar tersebar di sejumlah wilayah. Seperti di Hutan Lindung Sungai Lesan (HLSL) di Kelay, dan wilayah pesisir selatan,” jelasnya Meskipun penyebaran cukup luas, namun pihaknya belum memiliki data akurat terkait berapa banyak jumlah Rusa Sambar di Berau. Apalagi saat ini, kelestariannya kian terancam akibat habitatnya yang terganggu. Belum lagi perburuan liar yang masih terjadi hingga sekarang. Pihaknya juga tidak memungkiri, bahwa daging rusa masih sangat digemari masyarakat, demikian juga tanduknya yang juga memiliki harga cukup tinggi. "Ini yang membuat jumlahnya semakin berkurang. Dan sudah sulit lagi ditemukan," ungkapnya. Di Indonesia, Rusa Sambar, sebagaimana 3 jenis rusa lainnya termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999. Dalam IUCN (International Union for Conservation of Nature and Cultural Resource) Redlist, Rusa Sambar dan Rusa Timor dikategorikan ke dalam Vulnerable (VU; Rentan), Meskipun Rusa Sambar ini masih berstatus “rentan”, apabila perburuan dilakukan tidak terkendali, bisa mengakibatkan populasi rusa semakin berkurang, dan lebih ekstremnya Rusa Sambar di Berau akan habis. Perburuannya memang sudah lama dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Selain diambil dagingnya untuk dikonsumsi dan dijual, tanduknya juga bernilai ekonomis untuk digunakan sebagai pajangan rumah. “Perburuan liar terhadap satwa dilindungi bisa dipidana lima tahun penjara, dan denda Rp 100 juta. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam,” tegasnya. Untuk itu, masyarakat diharapkan berperan serta menjaga kelestarian rusa tersebut agar tetap lestari dan tetap menjadi kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia, khususnya Kabupaten Berau. (*ZZA/APP)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: