Houthi Menggila, Ancam Lebih Banyak Serangan Terhadap Kapal Perang Barat

Houthi Menggila, Ancam Lebih Banyak Serangan Terhadap Kapal Perang Barat

AS dan Inggris memulai serangan terhadap Houthi Yaman pada 11 Januari 2024, sebagai tanggapan atas serangan mereka terhadap kapal yang melintas di Laut Merah.. -AFP-

NOMORSATUKALTIM - Tidak puas dengan serangan gabungan AS-Inggris di Yaman, kelompok Houthi memperingatkan akan melanjutkan serangan di Laut Merah, terhadap kapal perang Barat.

Milisi Houthi Yaman telah menyatakan bahwa mereka merencanakan lebih banyak serangan terhadap kapal-kapal perang Amerika Serikat dan Inggris.

Pernyataan kelompok yang bersekutu dengan Iran ini, yang dirilis pada hari Rabu 31 Januri 2024, mengatakan bahwa semua kapal perang AS dan Inggris yang berpartisipasi dalam agresi terhadap Yaman adalah target mereka. Pernyataan ini memicu kekhawatiran akan meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut, serta meningkatnya gangguan pada perdagangan dunia.

Houthi, yang menguasai wilayah-wilayah terpadat di Yaman, bahkan meluncurkan pesawat tak berawak dan rudal-rudal di Laut Merah dan Teluk Aden sejak 19 November 2023. Kelompok ini mengatakan bahwa serangan-serangan tersebut merupakan respons terhadap operasi militer Israel di Gaza.

AS dan Inggris pun menyerang balik target-target Houthi di Yaman ketika mereka berpatroli di Laut Merah. Keduanya saling bertukar serangan dengan kelompok Houthi.

Houthi pun menembakkan rudal ke kapal perang AS, USS Gravely. Pada Selasa malam lalu, Komando Pusat AS mengatakan bahwa pasukannya telah menembak jatuh sebuah rudal jelajah anti kapal.

Ekonomi Ikut Terpukul 

Serangan demi serangan yang dilancarkan Houthi telah memicu kegoncangan ekonomi global. Beberapa perusahaan pelayaran telah menangguhkan transit melalui Laut Merah. Mereka memilih melakukan perjalanan yang lebih jauh dan lebih mahal di sekitar Afrika demi untuk menghindari serangan di Laut Merah.

Alhasil, kondisi ini membuat ongkos pengiriman dan asuransi melonjak. sehingga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya krisis biaya hidup yang baru.

Houthi sendiri menegaskan mereka akan terus melanjutkan operasi militer, sampai gencatan senjata terjadi di Jalur Gaza. Serta makanan dan obat-obatan diizinkan masuk ke daerah tersebut. Mereka bersikeras bahwa mereka siap untuk bertahan dalam jangka panjang.

Pada hari Selasa 30 Januari lalu, Mohamed al-Atifi, komandan pasukan Houthi, mengatakan, "Kami siap untuk konfrontasi jangka panjang dengan kekuatan tirani. Amerika, Inggris, dan mereka yang berkoordinasi dengan mereka harus menyadari kekuatan keputusan Yaman yang berdaulat dan tidak ada perdebatan atau perselisihan mengenai hal itu," katanya dikutip Al jazeera. 

Menanggapi serangan tersebut, pemerintah AS menetapkan kembali milisi tersebut sebagai teroris global yang ditunjuk secara khusus. Dan di tengah ancaman gangguan pelayaran yang berkepanjangan, menteri luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan pada hari Rabu, blok tersebut berencana meluncurkan misi angkatan laut Laut Merahnya pada pertengahan Februari.

Sayangnya, Uni Eropa yang beranggotakan 26 negara ini menolak bergabung dengan koalisi AS yang dibentuk pada bulan Desember lalu. Karena kekhawatiran beberapa negara untuk beroperasi di bawah kendali Washington.

Borrell mengatakan bahwa para menteri pertahanan harus memutuskan pada hari Rabu, sehari sebelum pertemuan Dewan Eropa. Seperti negara mana yang akan memimpin upaya tersebut, kemudian menguraikan di mana misi tersebut akan bermarkas. Lalu siapa yang akan berpartisipasi dan menggunakan aset apa. Semua itu harus mendapat persetujuan bersama dari Dewan Eropa. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: