Berstatus Terancam, Dikenal dengan Nama Kera Belanda

Berstatus Terancam, Dikenal dengan Nama Kera Belanda

Bekantan yang merupakan salah satu satwa dilindungi terdapat di Berau, dengan ada sekitar 8 sebaran.(Int) Hidungnya panjang. Keberadaannya sering terlihat di hutan bakau bantaran sungai Berau. Saking uniknya, Bekantan digunakan sebagai sebagai maskot Dunia Fantasi (Dufan), Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta. HENDRA IRAWAN, Tanjung Redeb SATWA langka bernama latin Nasalis Larvatus atau Proboscis Monkey ini, merupakan spesies endemik yang mendiami hutan bakau (mangrove) di Pulau Kalimantan. Di beberapa daerah, Bekantan dikenal juga dengan nama Kera Belanda, Pika, Bahara Bentangan, Raseng dan Kahau. Bekantan dicirikan oleh bentuk hidungnya yang unik, sehingga mudah dikenal di antara primata lainnya. Hidungnya panjang, dengan bagian muka tidak ditumbuhi oleh rambut. Panjang ekor Bekantan hampir sama dengan panjang tubuhnya, yaitu sekitar 559-762 mm. Berat tubuh Bekantan jantan sekitar 16-24 kg, sementara betina lebih ringan yakni sekitar 12-23 kg. Sementara, warna rambut pada tubuhnya bervariasi, bagian punggung berwarna cokelat kemerahan, sedangkan bagian ventral dan anggota tubuhnya berwarna putih keabuan. “Bekantan ini merupakan satwa unik. Ia juga disebut sebagai kera Belanda, bahkan ada juga yang menyebut mereka kera tampan,” ungkap Kepala Konservasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Dheny Mardiono, Selasa (10/12). Bekantan lanjut dia, merupakan satwa arboreal (hidup di pohon), namun terkadang turun ke tanah untuk alasan tertentu. Pergerakan dari dahan ke dahan dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melompat, bergantung, atau bergerak dengan keempat anggota tubuhnya. Selain lincah di pohon, Bekantan juga perenang ulung. Karena di bagian telapak kaki dan tangannya memiliki selaput kulit seperti pada katak, sehingga memudahkan Bekantan untuk menyeberang sungai. Aktivitasnya dilakukan mulai dari pagi hingga sore hari. Menjelang sore hari, Bekantan umumnya akan mencari pohon untuk tidur di sekitar tepi sungai. “Tidak seperti satwa lainnya, Bekantan tidak membuat sarang untuk tidurnya,” jelasnya Hidupnya secara berkelompok biasanya berjumlah sekitar 10 sampai 30 ekor dan tiap kelompok dipimpin oleh seekor jantan dewasa yang besar dan kuat. Satwa tersebut merupakan kera endemik Kalimantan yang hidup di pinggiran hutan dekat sungai, hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, hutan bakau dan kadang-kadang sampai jauh di daerah pedalaman. Sebarannya juga meliputi sejumlah daerah di Kalimantan. “Salah satunya lokasi sebarannya terdapat di Kabupaten Berau, berada di area sempadan sungai Berau wilayah Kampung Tanjung Perangat Kecamatan Sambaliung, Pulau Besing di Gunung Tabur, dan ada juga Hutan Lindung Sungai Lesan di Kelay,” jelasnya. Menurut Dheny, Bekantan tidak jauh berbeda dengan satwa jenis primata lainnya, yakni mengonsumsi hampir semua bagian tumbuhan dengan komposisi, yaitu lebih dari 50% daun muda, sekitar 40% buah dan sisanya bunga dan biji. Selain tumbuhan, Bekantan kerap kali mengonsumsi beberapa jenis serangga. “Saat air surut, Bekantan sering turun ke tanah untuk mencari serangga, atau kepiting kecil untuk dimakan,” ungkapnya. Berdasarkan data terbaru yang dihimpun pihaknya, ada sekitar 8 sebaran bekantan di Kabupaten Berau, yakni Kampung Tanjung Perangat diperkirakan sebanyak 193 ekor, Pulau Bangkung ada 51 ekor, Pulau Sambuyuan sekitar 19 ekor, Pulau Saudang ada 29 ekor, Pulau Besing sebanyak 152 ekor, dan Kampung Merancang Ulu ada 19 ekor. Sementara untuk Sungai Lesan, dan sebagian wilayah Teluk Bayur terakhir dilakukan pengamatan dalam menghitung jumlah populasi bekantan pada 2014 lalu. Dimana jumlah Bekantan di Sungai Lesan diperkirakan sebanyak 29, dan di Teluk Bayur hingga Tepian Buah di Segah berjumlah 41. Ia juga menerangkan, dari data tersebut ada yang dinamakan sub populasi lama dan ada juga sub populasi baru. Dimana sub populasi lama dijelaskannya, keberadaan satwa Bekantan sudah memang ada sejak lama, seperti yang berada di Kampung Tanjung Perangat, Kampung Pulau Besing, dan Pulau Saudang. Sementara untuk sub populasi baru, keberadaan kelompoknya baru ditemukan. Sebelumnya, kawanan Bekantan tersebut tidak pernah terlihat di wilayah tersebut. Seperti yang ada di Pulau Bungkung yang mulai tercatat pada tahun 2017, Pulau Sambuyuan teridentifikasi tahun 2019, dan Kampung Merancang Ulu Bekantan terlihat tahun 2019. “Selain di lokasi ini, ada informasi juga di daerah Teluk Sumbang, Kecamatan Bidukbiduk, tapi kami belum tahu jumlah populasinya,” jelasnya Satwa tersebut kata dia termasuk yang paling dilindungi di Indonesia dan termasuk dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990, dan masuk dalam 25 satwa endemik prioritas yang paling dilindungi berdasarkan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2016. Secara internasional, Bekantan termasuk dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Speciesof Wild Fauna and Flora) kategori apendiks I, yaitu satwa yang secara internasional tidak boleh diperdagangkan dan diburu. Meskipun disampaikannya, pihaknya belum ada mendapapatkan laporan terkait perburuan bekantan maupun perdagangan ilegal. Hal yang paling mengancam kelangsungan hidup Bekantan adalah pembukaan lahan yang menjadi tempat mereka berdiam. “Ancaman kenyamanan di habitatnya. Sebab, rata-rata Bekantan berdekatan dengan aktivitas manusia di sungai,” terangnya. Sementara tambahnya, dalam Peraturan Menteri LHK No.106/MenLHK/Setjen/kum.I/6/2018 - Daftar Merah IUSN Tahun 2016. “Keberadaan Bekantan berstatus terancam,” pungkasnya.(*/app)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: