Peneliti: Urbanisasi Ancam Regenerasi Petani

Peneliti: Urbanisasi Ancam Regenerasi Petani

Nomorsatukaltim.com – Fenomena urbanisasi yang terus berlangsung diperkirakan dapat mengancam regenerasi petani dan kelangsungan sektor pertanian Indonesia. Satu bentuk nyata urbanisasi, semisal mudik yang menjadi bagian dari perayaan Lebaran dan menjadi tradisi di Indonesia. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies, Faisol Amir menyatakan berkurangnya pekerja di sektor pertanian perlu menjadi evaluasi pemerintah. “Sebab, jumlah pekerja sektor pertanian, yang kebanyakan ada di pedesaan, terus berkurang,” tuturnya, Sabtu (29/4/2023). Berkurangnya jumlah petani mengakibatkan produksi dan ketersediaan pangan yang sebelumnya memang sudah tidak mencukupi kebutuhan nasional, makin kian berkurang. Data Badan Pusat Statistik melalui Survei Angkatan Kerja Nasional, menunjukan penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian pada tahun 2022 berjumlah 38,7 juta orang. Selain urbanisasi penduduk usia produktif yang terus meningkat, ketertarikan generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian yang rendah juga menjadi penghambat regenerasi petani di Indonesia. Data BPS tahun 2019 memaparkan, hanya 8 persen atau sekitar 2,7 juta dari 33,4 juta orang petani di Indonesia yang berusia antara 20 - 39 tahun. Menurut Faisol, penurunan pekerja sektor pertanian ini berpotensi besar mempengaruhi produksi komoditas pangan nasional. Produktivitas pangan nasional dikhawatirkan tidak mampu memenuhi jumlah permintaan pasar yang terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Lanjut Faisol, kesenjangan jumlah produksi dengan permintaan inilah salah satunya yang menyebabkan tingginya harga komoditas pangan. “Selain itu, tenaga kerja di sektor pertanian yang didominasi usia lanjut atau kurang produktif membuat adopsi teknologi pertanian menjadi lebih lambat,” jelasnya. Dijelaskan Faisol, generasi muda yang tumbuh di pedesaan khususnya yang mendapat pendidikan sekolah formal, cenderung ingin mengejar pekerjaan yang berpotensi memberi banyak penghasilan secara cepat. “Mereka biasanya pergi ke perkotaan,” imbuhnya. Ketidaktertarikan kaum muda untuk bertani yang digeluti orang tua mereka, antara lain, disebabkan minimnya kesempatan mengembangkan diri dan tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonomi. Karena itu, untuk menjaga kestabilan jumlah angkatan kerja di sektor pertanian, perlu sistem pekerjaan pertanian yang bisa menopang sektor pertanian di Indonesia. “Sehingga produksi pangan dapat meningkat secara konstan,” paparnya. Penggunaan teknologi pertanian yang lebih efisien, semisal penggunaan benih berkualitas dan alat pertanian terkini, membuka kesempatan bagi sektor swasta ikut memasok dan mempercepat rantai distribusi pangan. Sekaligus menjembatani usaha industri 4.0 dalam mengakses, mewadahi, dan mengajarkan tenaga kerja pertanian daerah sehingga mereka mendapatkan jaringan pasar yang lebih banyak dan penghasilan yang lebih besar. “Pembukaan akses pasar untuk petani juga membantu memberi jaminan hasil pertanian,” paparnya. Faisol berujar, agricultural extension service atau penyuluh pertanian juga memegang peranan penting untuk mendorong terwujudnya regenerasi petani di daerah-daerah sentra pertanian. Penyuluh pertanian selain memberi pendampingan teknis, lanjutnya, perlu juga memberi gambaran masa depan sektor pertanian yang menjanjikan bagi generasi muda. (*/ Rep)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: