Diteken Jokowi, KUHP Baru Resmi Jadi UU
Nomorsatukaltim.com – Jokowi telah menandatangani Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dengan demikian, KUHP baru ini resmi menjadi UU. Ini menjadi produk hukum pertama yang diterbitkan Istana. Berdasarkan penjelasan di laman 229 salinan dokumen, tertulis Undang-undang ini disahkan di Jakarta pada hari ini oleh Presiden Jokowi. Dan undang-undang ini diundangkan di Jakarta oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno di hari ini juga. KUHP baru ini berisi 624 pasal dan resmi menggantikan KUHP peninggalan Belanda. "Disahkan di Jakarta pada 2 Januari 2023," begitu isi dalam dokumen salinan KUHP baru, seperti dikutip media ini, Selasa (3/1/2023). Meski telah diteken di awal Januari tahun 2023, namun produk hukum baru ini baru efektif berlaku mulai tiga tahun mendatang. Artinya KUHP baru ini efektif berlaku pada 2 Januari tahun 2026. "Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 tahun, terhitung sejak tanggal diundangkan," demikian pasal 624. Dalam UU itu juga ditegaskan nama produk hukum tersebut. Di Pasal 623 menyebut: Undang-undang ini dapat disebut dengan KUHP. Tepatnya di Pasal 623 pada Bab XXXVII tentang ketentuan penutup UU RI Nomor 1/2023, yang tertulis 'Undang-undang ini dapat disebut dengan KUHP'. KUHP baru yang berisi 624 pasal menggantikan KUHP peninggalan Belanda. Termasuk mengkodifikasi sejumlah UU lain. Diwartakan sebelumnya, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) telah disahkan oleh DPR dalam rapat paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (6/12/2022) lalu. Setelah disahkan gelombang penolakan terus mengalir dari pelbagai kelompok masyarakat di Indonesia. Beberapa pasal dinilai kontroversi. Antara lain, hukuman bagi koruptor dalam KUHP anyar turun dibanding UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dari paling singkat empat tahun menjadi paling singkat dua tahun. Sejumlah pasal di KUHP anyar ini juga kontroversial lantaran dinilai multitafsir dan berpotensi menjadi pasal karet. Seperti Pasal 218 mengatur ketentuan penghinaan kepada Kepala Negara/Presiden atau Wakil Presiden. Pelaku diancam hukuman tiga tahun penjara. Pasal ini adalah delik aduan. “Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV," bunyi pasal 218 ayat (1) KUHP. Ayat (2) pasal itu memberi pengecualian. Perbuatan yang dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri tidak termasuk kategori penyerangan kehormatan atau harkat martabat. Selain itu pasal kontroversi lainnya terkait berita bohong, yaitu pasal 263, pasal 264. Pasal ini dinilai sebagai pasal berbahaya karena bisa membungkam kebebasan pers. Padahal, aturan pemberitaan telah diatur mekanisme UU Pers yang kewenangannya di bawah Dewan Pers. Aliansi Jurnalis Independen mengidentifikasi ada 19 pasal dalam Rancangan Undang-undang KUHP yang mengancam secara langsung kebebasan pers di Indonesia. Sembilan belas pasal itu akan berdampak khusus terhadap karya jurnalistik atau mereka yang bekerja sebagai awak pers, seperti jurnalis, editor, pemimpin redaksi dan narasumber. Selain itu, AJI menilai pembahasan RKUHP tidak transparan dan tidak memberikan ruang kepada publik untuk dapat berpartisipasi secara bermakna. (rap)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: