Masyarakat Adat Rawan Tertular COVID-19, Berdasarkan Survei di 23 Provinsi
Samarinda, nomorsatukaltim.com – Masyarakat adat rentan teridap COVID-19. Ini antara lain adanya perbedaan persepsi dalam penanganan bencana secara adat.
Peneliti Ditjen Kebudayan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Yanu Prasetyo mengungkapkan beberapa temuan dari hasil survei yang ia lakukan terhadap masyarakat adat se-Indonesia. Survei dilakukan di 23 provinsi dan satu titik. Umumnya banyak masyarakat adat memiliki ragam tradisi masing-masing dalam menghadapi bencana. Seperti tolak bala, misalnya. Setiap tempat caranya berbeda-beda. Mereka meyakini bahwa tolak bala adalah tradisi turun temurun yang biasanya dilakukan saat ada bencana. Termasuk kala pandemi melanda. “Mereka masih menggelar selama pandemi meski pun ada yang dengan beberepa modifikasi, seperti pelaksanannya lebih tertutup,” ulas Yanu, saat diskusi yang diselenggarakan Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Selasa (15/2/2022). Ia juga membeber hasil survei lain. Mulai dari kepatuhan menjaga jarak, kepatuhan memakai masker, kepatuhan menghindari kerumunan, sampai kepercayaan terhadap COVID-19. Hasilnya cukup seimbang. Tingkat kepatuhan menjaga jarak menyebut 24,1 persen patuh, 22,3 persen tidak, 47,3 persen netral dan 5,4 persen sangat patuh. Kemudian kepatuhan menghindari kerumunan di mana 25,0 persen menjawab patuh; 20,5 persen tidak patuh; 50,0 persen memilih netral; dan 3,6 persen sangat patuh. Yang paling tinggi adalah kepatuhan menggunakan masker. Di mana 40,2 persen menjawab patuh; 13,4 persen sangat patuh; 33,0 persen memilih netral; dan 10,7 persen tidak patuh menggunakan masker. Di bagian ini ada sesuatu yang menarik. “Kepatuhan memakai masker cukup tinggi tapi bukan karena faktor kesadaran. Tapi karena intervensi pemerintah. Kalau mereka tidak gunakan masker, mereka tidak bisa datang ke ruang publik.” Hal ini diduga masih berhubungan dengan penyangkalan terhadap COVID-19. Di mana 18,8 persen menyangsikan keberadaan COVID-19; 2,7 persen sangat tinggi menyangkal keberadaan COVID-19; 43,8 persen responden menjawab netral; 28,8 menjawab masih percaya COVID-19; dan 6,3 persen sangat percaya. “Ada juga masyarakat adat yang tidak percaya dengan COVID-19,” imbuhnya. Sementara pencegahan melalui vaksinasi terhadap masyarakat adat diklaim tetap jalan. Persentasenya hampir 60 persen. Meski pun masih ada warga ada yang menolak vaksin dengan sejumlah alasan. Datanya sebesar 1,8 persen mengaku takut divaksin; 1,8 persen tidak mau divaksin karena alasan lain; 1,8 persen mau divaksin tapi bingung harus kemana; dan 2,7 persen tidak bisa divaksin karena komorbid. Kemudian 2,7 persen lagi mengaku mau divaksin tapi tidak ada stok; 7,1 persen menjawab menunggu jadwal vaksinasi; 22,3 persen sudah vaksin sekali; dan 59,8 persen menjawab sudah dua kali divaksin. Pada kesempatan yang sama, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menawarkan alternatif. Masyarakat adat harus bisa berintegrasi bersama pemerintah menangani pandemi. Lagi pula, kolaborasi ini tidak serta merta mencabut nilai budaya yang sudah dianut ratusan, atau bahkan ribuan tahun lamanya. “Saat ini tidak bisa isolasi satu sama lain. Perlu ada pertukaran pengetahuan di antara komunitas budaya,” tuturnya. Dengan tujuan agar masyarakat adat bisa memahami situasi krisis yang terjadi saat ini. Penanganan bencana pun disarankan menyasar kelompok ini. BNPB misalnya. Yang katanya sudah membuka ruang untuk pencegahan virus ini menyebar. “Tapi sekali lagi tergantung masyarakat adatnya,” imbuh pria yang juga sejarawan ini. Karena di beberapa daerah, ada pula masyarakat yang memegang teguh tradisi turun temurun dan sulit terbuka. Oleh karenanya, sosialisasi dan edukasi kepada mereka menjadi sangat penting. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun siap menyambut dengan tangan terbuka. Manakala ada pihak yang bersedia bekerja sama memberikan usulan atau program khusus yang menyasar masyarakat adat. “Untuk membuat intervensi atau program dalam bentuk penetrasi pengetahuan, tujuannya untuk menghadapi pandemi ini,” ujar Hilman. (boy/dah)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: