Pengusaha Bisa Ajukan Penangguhan
Zulkifli Azhari TANJUNG REDEB, DISWAY – Polemik kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2020 sebesar 8,51 persen, ditambah kenaikan BPJS 4,61 persen, bisa memberatkan pengusaha. Menyikapi hal itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Berau, Zulkifli Azhari mengatakan, pada prinsipnya pengusaha harus membayar upah sesuai ketetapan UMK. “Penetapan UMK berlaku secara umum dan mengikat pada semua jenis usaha,” katanya kepada Disway Berau, Selasa (5/11). Namun pada ketentuan lain, lanjut Zulkifli, perusahaan yang tidak dapat memenuhi atau menerapkan kewajiban pengupahan sesuai UMK, bisa mengajukan penangguhan. “Agar pengusaha dapat menjalankan usahanya kalau kondisi sulit. Tapi begitu situasi membaik, perusahaan wajib melaksanakan pengupahan sesuai UMK yang telah ditetapkan,” jelasnya. Mekanisme penangguhan UMK harus sesuai Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13/2003 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenaker) Nomor: Kep-231/MEN/2003. Sebelum mengajukan penangguhan, terlebih dulu melampirkan kesepakatan tertulis bipartit antara pengusaha dan pekerja. Agar penangguhan dapat dipercepat dan dipermudah, terutama pada sektor padat karya. Adapun beberapa persyaratan terkait audit laba rugi perusahaan, akan dilakukan akuntan publik. Untuk penjelasan lebih detail, bukan ranah Disnakertrans Berau. “Perjanjian bipartit menjadi persyaratan bersifat khusus yang harus dilampirkan pengusaha,” terangnya. Zulkifli juga mengungkapkan, sejauh ini belum ada pihak perusahaan yang berinvestasi di Kabupaten Berau yang mengajukan penangguhan penerapan UMK. “Belum ada perusahaan yang mengajukan hal itu. Jika ada kami proses sesuai Kepmen,” tandasnya. Diberitakan sebelumnya, Ketua Apindo Berau Al Hamid mengatakan, berdasarkan hasil koordinasi dengan Apindo Kaltim, apabila suatu daerah UMK sudah tinggi, tidak mengikuti tidak masalah. “Tapi, ini akan terlebih dulu saya koordinasikan dengan Disnakertrans. Karena, Apindo Kaltim sudah memerintahkan untuk berkoordinasi dengan dinas terkait,” katanya saat dikonfirmasi. Lanjut Hamid, para pengusaha juga dibebankan kenaikan BPJS Kesehatan sebesar 4,6 persen yang sampai saat ini tidak ada kepastian. Jika kenaikan UMK sebesar 8,51 persen juga diterapkan, perusahaan bisa rugi dan bahkan kolaps. Dampaknya angka pengangguran kian tinggi. Untuk menutupi biaya tinggi, perusahaan terpaksa melakukan efisiensi atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). “Namanya pengusaha tidak ada yang mau rugi, pasti ingin untung. Kalau rugi pasti menutup usaha, imbasnya tentu kepada karyawan yang kehilangan pekerjaan,” sebutnya. Hamid menegaskan, bukannya Apindo tidak ingin mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Namun momennya kurang tepat. Pasalnya, banyak harga komoditi impor yang terjun bebas di pasar global saat ini. Terutama batu bara dan Crude Palm Oil (CPO). Jika pengusaha dipaksa harus melaksanakan hal itu, akan berpengaruh pada laju iklim investasi di Kabupaten Berau. Banyak investor yang gulung tikar akibat merugi. Otomatis, tidak hanya tercipta pengangguran secara besar-besaran, namun juga berpengaruh pada pendapatan daerah. Sejauh ini, pertambangan dan perkebunan masih menjadi asupan nutrisi terbesar pendapatan di Berau. Namun, ketika harga komoditas impor kembali tinggi dan stabil, kebijakan pemerintah terkait UMK pasti akan diterima dan dilaksanakan perusahaan. Jika kondisi tersebut, Hamid secara pribadi akan mendukung hal tersebut. “Dampak itulah yang kami (pengusaha) hindari. Karena itu, kami akan berkordinasi dengan Disnaker untuk mencari solusi. Pengusaha tidak rugi, pemerintah dan pekerja tidak kehilangan sumber pendapatan,” harapnya.(*/jun/app)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: