Klinik Juanson Buka Suara Hasil Tes Beda

Klinik Juanson Buka Suara Hasil Tes Beda

BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com – Klinik Juanson buka suara setelah seorang warga mengeluhkan hasil tes yang beda. Warga tersebut melakukan somasi kepada Klinik Ibu dan Anak, Juanson lantaran hasil tes PCR berbeda. Hasil pemeriksaan tes swab tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dinyatakan positif. Namun hasil berbeda diperoleh saat melakukan tes di klinik lain. Terkait persoalan itu, manajemen Klinik Juanson memberikan penjelasan. Penanggung Jawab (PJ) Laboratorium Molekuler Klinik Juanson Balikpapan Umi Salamah, mengatakan, hasil pemeriksaan dipengaruhi berbagai kondisi. Umi menyebut, perbedaan hasil tes PCR antara dua laboratorium klinik bisa terjadi karena dipengaruhi banyak faktor. "Hasil pemeriksaan terkadang berbeda meski tes PCR dilakukan dalam waktu yang berdekatan antara laboratorium satu dengan laboratorium yang lain," ujarnya kepada Disway Kaltim, Selasa (2/11/2021). Ia mengutip beberapa literatur dan pakar di bidang molekuler yang meyebutkan terdapat beragam faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Ditinjau dari sisi laboratorium, hasil tes PCR meliputi fase pra-analitik, analitik dan post-analitik. Pada fase pra-analitik, kata dia, memberikan pengaruh paling besar dalam hal adanya perbedaan hasil antar laboratorium satu dengan lainnya, katanya. Mulai dari proses pengambilan sampel (swab), penanganan dan transportasi sampel sebelum sampai di laboratorium, penyimpanan serta pengiriman sampel menjadi sangat menentukan.  "Namun yang paling krusial adalah waktu saat pengambilan sampel," katanya. Berikutnya fase analitik yaitu proses pengerjaan sampel di laboratorium mulai dari proses ekstraksi RNA, pencampuran reagen hingga proses PCR itu sendiri. Sedangkan fase terakhir adalah fase post-analitik, yakni tahapan melakukan interpretasi terhadap hasil dari pemeriksaan PCR hingga diserahkan kepada klien. "Jadi yang menentukan positif atau negatif adalah alat," katanya. Selain itu adanya keberagaman jenis mesin PCR dan kit reagen PCR yang digunakan pada tiap-tiap laboratorium, dapat menyebabkan adanya perbedaan hasil pada tes PCR. Hal ini disebabkan masing-masing mesin PCR dan reagen PCR yang digunakan memiliki nilai ambang (cut off) yang berbeda-beda. Oleh karena itu, idealnya jika melakukan tes PCR ulang, sebaikannya dilaksanakan pada laboratorium atau klinik yang menggunaan  mesin dan kit reagen yang sama. Ia mencontohkan, pada beberapa kasus yang sering terjadi antara lain, seseorang melakukan tes PCR di laboratorium A dengan hasil positif. Kemudian keesokan harinya melakukan tes PCR ulang di laboratorium B dan hasilnya berubah menjadi negatif. "Bila hal ini terjadi dalam masa inkubasi virus yaitu hari ke 2-14 setelah terpapar, kondisi ini disebut sebagai negatif palsu. Ini mungkin terjadi karena jumlah virus yang rendah dan berada di bawah ambang deteksi PCR sehingga memberikan hasil negatif," terangnya. Teknik swab yang kurang tepat pada lokasi swab yang dituju, yaitu di bagian nasofaring ataupun di orofaring, yakni bagian dalam hidung pasien juga dapat memengaruhi adanya perbedaan hasil. Menurut Umi hal ini dikarenakan jumlah virus yang menempel di dacron atau  serat sintetis yang biasanya ada di ujung alat pengambil sampel pada saat swab, jumlahnya dibawah ambang deteksi. Untuk menyikapi perbedaan hasil tes PCR ini, Umi menyebut sebaiknya tetap melakukan isolasi mandiri terutama bagi yang tidak bergejala klinis sesuai dengan Protokol Kesehatan pencegahan penularan COVID-19 yang ditetapkan pemerintah. "Sebab seseorang dengan hasil awal tes PCR positif lalu melakukan uji yang sama dalam waktu dekat dengan hasil negatif, masih berpotensi menjadi sumber penularan Covid-19 ke lingkungan sekitarnya," tukasnya. Sementara itu pemilik Laboratorium Molekuler Klinik Ibu dan Anak, Juanson, Tze To Mie Ling menerangkan kalau kasus somasi yang dilayangkan kuasa hukum salah satu pelanggannya sudah berakhir dengan cara kekeluargaan. "Kami sudah datangi rumah pasien, kami sudah mendatangi rumahnya dan menyampaikan informasi ini dan mengedukasi, jadi mereka sudah memahami," ujarnya. Menurutnya, sejauh ini baik pihak pasien yang melayangkan somasi  dan pihak Klinik Juanson memilih jalan damai dan urung mengambil langkah hukum lebih jauh. "Jadi si pasien itu memang merasa senang sudah dikunjungi. Ini sudah selesai. Memang somasinya meminta agar dijawab secara tertulis, tapi kami (inisiatif) mengunjungi langsung dan sejauh ini pasien bisa menerima," imbuhnya. RYN/YOS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: