Publik jadi Tumbal

Publik jadi Tumbal

Sengketa partai politik yang melibatkan kadernya di legislatif, diperkirakan bakal mengganggu kinerja dewan. Sejumlah agenda yang mestinya diselesaikan melalui Rapat Paripurna, gagal dilaksanakan. Kepentingan masyarakat terancam. By DARUL ASMAWAN Samarinda, nomorsatukaltim.com - Di tingkat provinsi, sengketa antara Fraksi Golkar dengan kadernya, Makmur, terus berlanjut. Bekas bupati Berau melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri, setelah Mahkamah Partai Golkar, menolah permohonannya. Sampai kemarin, upaya Golkar mengganti posisi Makmur dari kursi Ketua DPRD Kalimantan Timur masih menemui jalan buntu. Konflik di pucuk pimpinan dewan, jelas mengganggu lembaga legislatif itu. Salah satu contohnya, kegagalan DPRD Kaltim dan Pemprov Kaltim mengesahkan APBD Perubahan 2021. Rapat Paripurna ke 27 yang diagendakan Selasa, 12 Oktober 2021, tak bisa dilaksanakan. Rapat dengan agenda Penyampaian Pandangan Umum Fraksi-Fraksi DPRD Kaltim terhadap Nota Keuangan Rancangan Raperda P-APBD TA-21 itu, gagal dilaksanakan. Kegiatan itu tak jadi dilakukan karena bersamaan dengan jadwal pengumuman penggantian Makmur. Akibat tidak disahkannya APBD Perubahan, rakyat menanggung akibatnya. Pembangunan jalan layang Muara Rapak, Balikpapan, kembali ditunda. Lalu pelaksanaan Pekan Olahraga Pelajar Daerah (Popda) Kaltim XVI di Paser, juga dibatalkan. Apakah Makmur tak punya legitimasi lagi? Staf pengajar Ilmu Politik dan Pemerintahan Universitas Mulawarman, Muhammad Taufik mengatakan, Makmur masih memiliki legalitas sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Makmur tetap sah dalam menjalankan kerja-kerja kedewanan dan mengeluarkan kebijakan legislatif sebagai pucuk pimpinan. "Kita masih menunggu proses dan upaya yang sedang ditempuh oleh para pihak dalam menyelesaikan konflik internal mereka. Dan Selama proses masih berlangsung Pak Makmur masih sah menjabat," kata mantan Ketua KPUD Kalimantan Timur itu. "Pak Makmur masih dapat menjalankan tugasnya sampai dengan upaya terakhir menghasilkan putusan berkekuatan hukum tetap (kasasi di Mahkamah Agung)," imbuh Taufik kepada Disway Kaltim, Jumat (29/10). Ia menjelaskan, prahara penggantian Ketua DPRD Kaltim, Makmur Haji Aji Panglima Kahar oleh Partai Golkar adalah tergolong sebagai perkara perselisihan internal partai. Persoalan perselisihan internal partai sebagaimana diatur dalam undang-undang partai politik, harus diselesaikan melalui mekanisme internal partai. Dan selanjutnya dapat dilakukan upaya hukum lain di luar mekanisme tersebut. Dalam proses internal partai poltik, kata Taufik, mengacu pada AD-ART Partai Politik yang merupakan aturan internal partai. "Jadi persoalan ini harus diselesaikan berdasarkan AD-ART partai dulu. Penyelesaiannya melalui Mahakamah Partai," jelasnya. Kemudian, dalam pasal 33 UU 2/2011 tentang Partai Politik disebutkan bahwa perselisihan internal partai diselesaikan lewat Mahkamah Partai. Dan setelahnya, dapat diselesaikan melalui pengadilan negara apabila di antara pihak-pihak yang bersengketa ada yang merasa tidak puas. Keputusan di Pengadilan Negeri merupakan keputusan tingkat pertama dan terakhir. Maka, apabila ada pihak yang merasa belum puas, dapat mengajukan kasasi lewat Mahkamah Agung. * TAK DIANGGAP KADER Pekan lalu, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kaltim, Muhammad Husni Fachruddin menunjukkan kekecewaan pada sikap kader seniornya; Makmur (HAPK). Husni menyayangkan langkah Makmur HAPK yang kembali menggugat keputusan partai atas penurunan dirinya dari jabatan ke Pengadilan Negeri Samarinda. Langkah itu ditempuh politisi senior asal Berau, setalah Mahkamah Partai Golkar menolak seluruh gugatannya kepada petinggi Beringin di pusat dan daerah. Ia berkata, bahwa dengan diambilnya langkah itu, para pengurus DPD Partai Golkar Kaltim tak lagi menganggap Makmur sebagai kader Golkar. Lantaran mereka menilah Makmur tak mau legawa manut dan menerima keputusan partai. "Karena sebagai kader Golkar, putusan mahkamah partai itu sifatnya mengikat bagi kader. Kalau kemudian melakukan gugatan, berarti merasa dirinya bukan kader lagi," ujar Husni Fachruddin kepada media waktu lalu. Namun begitu, ia memandang bahwa keputusan menggugat keputusan partai melalui pengadilan negara sebagai hal yang wajar. Husni menyadari bahwa pilihan itu merupakan hak setiap warga negara, untuk mendapat perlakuan yang sama dalam mengakses hukum dan keadilan. Sebagai salah satu tergugat, Husni mengaku siap menghadapi gugatan tersebut di pengadilan umum. Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Herdiansyah Hamzah menyebut, bahwa secara hukum pernyataan tersebut tidak turut memengaruhi keabsahan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Makmur HAPK dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPRD. Ia mengatakan, posisi ketua dewan akan tetap melekat pada Makmur HAPK sepanjang ia belum diberhentikan secara resmi. Yang pengesahannya dituangkan dalam bentuk keputusan pimpinan DPRD. "Soal posisinya sebagai ketua DPRD, ya masih tetap selama belum diberhentikan secara melalui keputusan pimpinan DPRD," ujar Herdiansyah Hamzah, diwawancara Kamis (28/10). * DISELESAIKAN LEWAT MUSYAWARAH Meski hukum menyediakan ruang untuk menyelesaikan perkara tersebut secara adil, Muhammad Taufik berpandangan bahwa persoalan-persoalan yang terjadi di tubuh partai politik itu semestinya bisa diselesaikan secara internal lewat musyawarah mufakad. Ia berkata bahwa tidak ada persoalan politik yang tidak ada penyelesaiannya. Hanya saja, "harus ada kompromi, mediasi, islah. Selesaikan secara internal," katanya. Karena, menurut pandangannya, partai politik punya tugas mulia. Untuk memberikan pendidikan politik kepada warga bangsa. Di samping itu, partai politik juga dapat menempatkan kader-kadernya mengisi jabatan publik baik di pemerintahan maupun politik. Perselisihan antara kedua belah pihak tersebut, menurut dia, secara tidak langsung memiliki implikasi pada terganggunya pelayanan dewan kepada masyarakat. "Kita sebagai warga bangsa jadinya kasian, partai politik kok tidak bisa mengurus persoalan internal. Harusnya diselesaikan saja dengan musyawarah mufakad," ucap dosen Unmul itu. "Kita melihatnya sebagai orang di luar partai, tujuan partai politik itu kan mulia. Organisasi yang akan menempatkan orang-orangnya di Lembaga-lembaga politik. Pemerintah dan legislatif. Apalagi jabatan ketua DPRD Kaltim yang sangat strategis. Selain itu fungsi partai juga untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kesatuan dan persatuan bangsa. Itu yang mestinya dikedepankan," tuturnya lagi. Taufik berpendapat, bahwa memang persiapan jelang pesta politik 2024 menjadikan posisi ketua partai, ketua dewan, calon gubernur menjadi faktor penentu strategis. "Namun jangan lupa, proses rekrutmen, pergeseran jabatan harus melalui mekanisme demokrasi, membangun etika dan budaya politik yang baik untuk menjaga dan memelihara keutuhan bangsa," tuntasnya. *DAS/YOS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: