DPRD Kaltim Gagal Umumkan Rencana Penggantian Ketua

DPRD Kaltim Gagal Umumkan Rencana Penggantian Ketua

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Rapat paripurna dengan agenda pengumuman penggantian Ketua DPRD Kaltim, Makmur Haji Aji Panglima Kahar (HAPK) gagal terlaksana. Hingga Senin (11/10) malam, tak satupun pimpinan dan anggota dewan terlihat di Karang Paci. Rencana melengserkan Makmur kembali kandas. Sampai malam tadi belum ada keterangan resmi pembatalan agenda paripurna pengumuman penggantian Ketua DPRD Kaltim. Agenda itu tercantum dalam daftar kegiatan masa persidangan III Tahun 2021. Selain tak menyelenggarakan agenda tersebut, DPRD Kaltim juga menunda pelaksanaan Rapat Paripurna ke-25 dan Rapat Paripurna ke-26. Paripurna ke-25 mengagendakan Pengesahan Revisi Agenda Kegiatan DPRD Provinsi Kalimantan Timur Masa Sidang III Tahun 2021. Kemudian Penandatanganan Kesepakatan Bersama Rancangan KUPA & PPAS Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021. Disertai Sambutan Gubernur Kaltim. Paripurna ke-26 diagendakan untuk Penyampaian Nota Keuangan dan Raperda Perubahan APBD 2021. Situasi di komplek Parlemen Karang Paci sejak pagi hingga sore terpantau lengang. Tak terlihat kehadiran para pimpinan lembaga legislatif tingkat daerah itu. Sementara itu, pesan permintaan wawancara media ini kepada Ketua DPRD Kaltim, Makmur untuk mengonfirmasi kejelasan terkait tidak terselenggaranya kegiatan-kegiatan tersebut, malam tadi tak berbalas. Pesan yang kami kirimkan hanya menunjukkan tanda dibaca oleh penerima pesan.

SIKAP MAKMUR DIPERTANYAKAN

Dalam pernyataan yang dikirim ke redaksi Disway Kaltim, Senin (11/10), anggota Fraksi Golkar, Salehuddin kembali menegaskan, pihaknya patuh hukum. “Bukan kami dari fraksi tidak mengerti hukum. Tapi mereka yang tidak mengindahkan surat dari mahkamah partai terkait penjelasan hukum yang menegaskan bahwa; selama belum ada keputusan Mahkamah Partai Golkar yang bersifat final dan mengikat, maka surat Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar nomor: B-600/GOLKAR/VI/2021 Tanggal 16 Juni 2021 Perihal Persetujuan Pergantian Antar Waktu Pimpinan DPRD Provinsi Kalimantan Timur sisa masa jabatan 2019-2024, tetap sah dan berlaku,” tegasnya. Salehuddin mengatakan, khusus pada agenda kemarin, keinginan fraksi hanya minta diumumkan proses pergantian pimpinan dalam rapat paripurna dengan mempertimbangkan hasil putusan mahkamah partai. “Jadi sebagai kader Golkar yang taat pada putusan DPP Golkar, justru sikap Makmur dipertanyakan,” imbuh legislator asal Kutai Kartanegara itu. Beberapa situasi ini, menurut Salehuddin, juga pernah terjadi di beberapa daerah di Indonesia dan berjalan dengan baik.  “Karena patuh pada keputusan DPP yang sudah melakukan analisis dan verifikasi yang cukup,” sebutnya. Terhadap apapun hasil putusan mahkamah partai nantinya, “surat penjelasan hukum dari mahkamah partai sudah memberikan ketegasan bahwa SK DPP tetap sah dan berlaku,” tegasnya. “Kami tidak ingin berpolemik di luar karena ini masalah internal partai Golkar apalagi ditarik dalam ranah hukum umum. Karena ini murni atas adjustment dan keputusan DPP Partai Golkar,” katanya lagi. “Dan kami tidak akan membuka aib atau kecacatan performance kader Golkar di publik seperti apa yang disampaikan oleh pihak pengacara. Karena bagi kami, seorang Makmur tetap sebagai kader Golkar yang harus tunduk pada kaidah internal partai Golkar,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa fraksi Golkar taat pada perintah DPP dan DPD I tidak ada niat sedikitpun mencederai hak seorang kader Golkar manapun. Salehuddin menekankan bahwa keputusan rolling anggota DPRD dari fraksi Golkar bukan pemberhentian anggota fraksi Golkar. “Ini seolah-olah Makmur diberhentikan, padahal hanya di-rolling di alat kelengkapan dewan (AKD) DPRD Provinsi kaltim,” pungkasnya.

RANCU

Simpang siur isu penggantian Ketua DPRD Kaltim terus menjadi polemik. Pengamat politik dari Universitas Mulawarman, Budiman mempertanyakan alasan pencantuman agenda penggantian ketua DPRD Kaltim dalam daftar kegiatan pada masa persidangan III 2021. Ia menilai bahwa agenda yang minim keterangan itu penuh kerancuan. Budiman mengkhawatirkan kondisi ini justru berpotensi menjadi preseden buruk bagi lembaga DPRD ke depan. Dosen Fisipol Unmul itu sedari awal menyangsikan munculnya agenda tersebut. Pasalnya, sepengatahuan dia, belum ada putusan Mahkamah Partai Golkar terkait gugatan Makmur terhadap surat DPP Partai Golkar yang memberi persetujuan penggantian legislator senior asal Berau itu. Apalagi, daftar kegiatan yang mencantumkan agenda pengumuman tersebut merupakan hasil kesepakatan Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kaltim yang dipimpin Makmur sendiri. "Putusan mahkamah partai belum ada, artinya ketua dewan masih punya hak. Kemudian, ketua Banmus kan adalah Pak Makmur sendiri, logikanya ketika ketua dewan yang sekaligus juga ketua Banmus, dan juga yang mau diganti dan menggugat di mahkamah partai apakah akan menggiring dirinya untuk diganti?" katanya penuh tanya. "Itu yang jadi persoalan dan jadi rancu. Dan bisa dipastikan ini hanya akan menciptakan debat kusir," imbuhnya menambahkan. Ia berpandangan bahwa keputusan Banmus membuat agenda tanpa menerangkan waktu pelaksanaan tersebut adalah sebuah  kejanggalan. "Dan bagaimana ketika keputusan mahkamah partai menolak atau menerima gugatan Pak Makmur. Ini sangat-sangat rancu," tegasnya sekali lagi. Menurut Budiman, kejadian ini berpotensi menjadi catatan buruk bagi dewan secara kelembagaan. Sebab menurutnya, membuat agenda tanpa keterangan yang jelas tentang waktu pelaksanaannya itu telah menyalahi prosedur dewan sendiri. Lagian menurutnya "apa tidak ada agenda lain di dewan yang mendesak untuk dikerjakan?" Dia bilang, bahwa publik Kaltim patut mencurigai kejadian tersebut. "Artinya ini ada apa di dewan sana," katanya. Ini jadi pertarungan integritas bagi para pemangku kepentingan di Karang Paci, ujarnya. "Jangan sampai pembuat kebijakan melanggar kebijakan. Atau pembuat kebijakan membuat produk yang ambigu," pungkasnya. Pakar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Mulawarman, Hardiansyah Hamzah turut berkomentar. Ia mengesankan bahwa munculnya agenda tersebut cenderung dipaksakan. Karena didorong oleh desakan pihak-pihak tertentu. Sebab, menurutnya, agenda penggantian Ketua DPRD semestinya menunggu putusan hukum yang berkekuatan tetap (inkrah). "Kalau pergantian ketua DPRD dipaksakan tanpa menunggu putusan mahkamah partai, itu artinya tidak menghargai mahkamah partai sebagai organ internal partai politik dong," kata Castro--sapaan akrab Hardiansyah Hamzah kepada media ini. Ia mengatakan, kalau kemudian tetap dilakukan pergantian ketua DPRD tanpa putusan Mahkamah Partai, maka keputusan DPRD nantinya rentan digugat ke PTUN. *DAS/YOS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: