Pertambangan Tak Bisa Diandalkan Lagi

Pertambangan Tak Bisa Diandalkan Lagi

TANJUNG REDEB, DISWAY - Menurunnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020, menjadi perhatian Anggota Komisi II DPRD Berau, Elita Herlina. Wanita berhijab itu menjelaskan, dari nota keuangan, jika dibandingkan dengan APBD Murni tahun 2019, target pendapatan daerah mengalami penurunan sebesar Rp 137 miliar. Sementara jika dibandingkan dengan APBD Perubahan 2019, target pendapatan daerah mengalami penurunan drastis, yakni Rp 334 miliar di RAPBD 2020. Penurunan itu, bersumber dari komponen dana perimbangan, yaitu bersumber dari dana bagi hasil pajak/bukan pajak yang merupakan transfer pemerintah pusat, dana bagi hasil pajak serta bantuan keuangan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. “Salah satu penurunan, terjadi pada royalti sektor pertambangan,” katanya kepada Disway Berau, Minggu (27/10). Menurut Elita, pertambangan tidak bisa lagi diandalkan menjadi penyokong utama pemasukan ABPD Berau. Kerap terjadi pasang surut anggaran, akibat pengaruh pasar global. Sudah saatnya Pemkab Berau merubah haluan, dalam meningkatkan asupan nutrisi APBD. Harus ada regenerasi dengan menghidupkan sektor unggulan yang ada di Bumi Batiwakkal. Seperti sektor pariwisata dan pertanian dalam arti luas. Menurutnya, kedua sektor tersebut belum digarap maksimal, untuk pendapatan daerah untuk menyongsong pembangunan di Bumi Batiwakkal. Selama ini, Pemkab Berau terlena dengan pertambangan yang banyak memberi andil terbesar kepada daerah. “Kita sudah saatnya mencari pendapatan dari sektor lain. Sebab, royalti dari perusahaan pertambangan kerap mengalami penurunan. Tentu kondisi itu juga menghambat laju pertumbuhan pembangunan daerah,” jelasnya. Selain APBD sebagai sumber belanja daerah, lanjut Elita, Pemkab Berau diharapkan dapat mencari sumber-sumber pendapatan lain. Selain dari APBD Provinsi Kaltim dan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), namun juga melalui Corporate Social Responsibility (CSR) maupun dari NGO. “Jadi semua perusahaan yang berinvestasi di Berau, dimanfaakan dan dimaksimalkan CSR-nya untuk membantu pembangunan di Berau,” harapnya. Kondisi turunnya APBD 2020, Elita berharap Pemkab Berau dapat lebih selektif dan efektif dalam menentukan prioritas pembangunan, dan tidak berdampak kepada pelayanan kepada masyarakat. Namun, tidak menutup kemungkinan akan terjadi kenaikan pendapatan dari dana perimbangan pada saat perubahan APBD 2020. “Mudahan saja, penurunan APBD ini dapat dimaksimalkan. Kondisi ini, perlu juga disampaikan dan memberi pemahaman kepada masyarakat, terkait penurunan anggaran daerah kita,” pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Berau, pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2020 mengalami penurunan sebesar Rp 334 miliar. Hal itu disampaikan Wakil Bupati (Wabup) Berau, Agus Tantomo saat penyampaian RAPBD pada Rapat Paripurna di Gedung DPRD Berau, Selasa (22/10). Dia mengatakan, Pendapatan daerah pada RAPBD 2020 turun drastis, dibandingkan APBD 2019 yang mencapai angka Rp 2,7 triliun. Kini, APBD 2020 diprediksi hanya mencapai Rp 2,4 triliun, terjadi penurunan pada pendapatan daerah yang mencapai Rp 334 miliar. “Terjadi penurunan tahun ini, ketimbang APBD 2019 mencapai Rp 2,7 triliun,” terangnya. Penurunan pendapatan itu, bersumber dari komponen dana perimbangan, yaitu dari bagi hasil pajak/bukan pajak yang merupakan transfer pemerintah pusat, dana bagi hasil pajak serta dari bantuan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. Lanjut Agus, tidak menutup kemungkinan pada Perubahan APBD 2020 terjadi kenaikan pendapatan yang bersumber dari dana perimbangan, disebabkan adanya perhitungan realisasi perhitungan nasional pasca hasil audit BPK pada Kementerian Keuangan. “Seperti pengalaman sebelumnya, APBD Perubahan 2019 mengalami peningkatan mencapai Rp 3,4 triliun, yang sebelumnya Rp 2,7 Triliun. Terjadi kenaikan mencapai Rp 700 miliar,” jelasnya. Anjloknya APBD ini, kata Agus, harus disiasati dengan mengoptimalkan PAD Kabupaten Berau, terutama dari sektor pajak. Selama ini, PAD dari sektor tersebut hanya mencapai Rp 200 miliar. Oleh Karena itu, Agus meminta Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dapat mengoptimalkan objek pajak retribusi. “Basis pajak yang selama ini tidak digali secara optimal. Seperti PBB P2, pengenaan laba (keuntungan) sawit, restoran, serta pajak walet rumahan milik masyarakat,” pintanya. (*/jun/app)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: