Derita Warga Sangatta Utara Pengidap Penyakit Gula

Derita Warga Sangatta Utara Pengidap Penyakit Gula

Kesedihan tampak dialami Imam Mustakim (46), warga Sangatta Utara. Pria paruh baya itu hanya bisa menahan sakit akibat penyakit gula yang diderita. nomorsatukaltim.com - Ia hanya mengandalkan anak tirinya dan sedikit bantuan tetangga untuk merawat dirinya. Pria perantau dari Pulau Jawa ini hanya terbaring lemas saat awak media nomorsatukaltim.com-Disway News Network (DNN) mendatangi kediamannya. Ia harus menerima kenyataan pahit setelah penyakit diabetes perlahan menggerogoti tubuhnya. Mustakim tidak bisa berbuat apa-apa karena luka menganga di kaki kanannya. Luka itu kian hari semakin parah. Berbagai aktivitas yang seharusnya bisa ia lakukan secara mandiri, kini terbatas. Sudah sakit tak berdaya, kemalangan Mustakim kian berat. Sang istri memutuskan untuk pergi dari rumah pada April 2021 lalu. “Saya hanya dibantu sama anak saya ini,” ucapnya lirih. Ya, semenjak kepergian sang istri, hidup terasa semakin sulit dijalani. Kini, hanya Aulia (11), anak tiri Mustakim yang menemani dan merawatnya setiap hari. Sebenarnya penyakit itu sudah lama ia derita. Namun pada Agustus 2021 lalu, ia harus masuk rumah sakit. Karena sudah terlanjur parah, Mustakim mesti menjalani operasi. Ibu jari kaki kanannya pun terpaksa harus diamputasi. “Operasi 23 Agustus, 26 (Agustus) keluar rumah sakit. Setelah itu drop dan tak bisa berdiri lagi,” katanya. Bahkan hingga sekarang, tidak ada perkembangan berarti pada kaki kanannya. Kondisinya justru semakin memburuk dan mengeluarkan bau busuk. Daging di bagian kakinya mengeluarkan nanah yang menjalar hingga ke bagian betis. Dengan kondisi yang memprihatinkan ini, satu-satunya cara adalah kembali menjalani amputasi. Agar Mustakim bisa berhenti merasakan sakit. Namun hal itu serasa mustahil, karena kini ia tak bisa lagi bekerja. Kalaupun bisa, biaya operasi pun bakal sulit dilunasi. Mengingat ia hanya seorang penjaga malam di Jalan Yos Sudarso II Gang Family. BPJS Kesehatan yang dimiliki Mustakim pun hanya kelas tiga, tak mampu membiayai operasi. Saat ia masih mampu berjalan, obat yang ia konsumsi masih dapat ditebus dengan BPJS miliknya. Kini dengan semakin parah penyakitnya, kebutuhan obat pun makin mahal. “Untuk obat di atas Rp 300 ribu tidak bisa pakai BPJS lagi. Harus dibayar,” tuturnya. Kini dengan kondisinya yang tidak bisa apa-apa memaksa Mustakim untuk mengharap belas kasih. Baik itu tetangga maupun warga lainnya diharapkan dapat memberi uluran bantuan. Agar bisa menutupi biaya operasi sangat mahal. Sehingga rasa sakit yang dirasakan dapat menghilang. (bct/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: