Uang Makan Bikin Bupati Kubar Hilang Kesabaran
Persoalan penanganan COVID-19 di Kalimantan Timur tak melulu soal kekurangan vaksin atau disiplin protokol kesehatan. Di balik pengerahan ribuan aparat yang menegakkan prokes, ada pemilik warung di Kubar yang menanggung makan mereka.
Nomorsatukaltim.com - Peristiwa ini dialami seorang pemilik warung di Kecamatan Bongan, Kabupaten Kutai Barat (Kubar) Emi Ria Ningsih. Masalah itu menjadi perbincangan warga setelah pemilik warung mengadu ke DPRD setempat. Soal tagihan makan senilai ratusan juta itu, Inspektur Inspektorat Kubar, RB. Belly Djunedi Widodo, belum berani memberi kepastian. “Pemkab Kubar siap membayar utang tersebut melalui pelaksana kegiatan dengan catatan, pihak pelaksana kegiatan bisa melengkapi dokumen,” kata Belly Djunedi Widodo. Kelengkapan dokumen itu, kata dia, penting sebagai bukti pertanggung jawaban. “Diperlukan data-data atau dokumen pendukung lengkap. Untuk pertanggung jawaban itu yang harus lengkap,” ujar Belly. Dia menuturkan, Pemkab Kubar tidak boleh sembarangan mengeluarkan dana, apalagi dengan jumlah yang besar. “Jadi Pemkab Kubar bukan tidak mau membayar utang itu. Pelaksana Kegiatan wajib melengkapi data pendukung untuk mengajukan penagihan pembayaran belanja di warung itu. Tanggung jawab itu ada pada Pelaksana Kegiatan,” tegas Belly. Belly tampak meragukan kebenaran data utang biaya makan yang menjadi polemik itu. Menurutnya, uang sebesar itu peruntukannya harus jelas. Termasuk, siapa saja yang makan. “Datanya harus lengkap, siapa pejabat yang berwenang saat melakukan kesepakatan belanja di situ. Kemudian apakah pejabat itu mengantongi Surat Tugas Pelaksana Kegiatan,” bebernya. Belly menambahkan, pemilik warung itu juga harus ikut bertanggung jawab apabila ternyata besaran nilai harga yang tertera dalam tagihan itu tidak benar atau tidak sesuai dengan besar tagihan. “Dalam hal ini Inspektorat bersikap hati-hati menyikapi masalah ini. Pelaksana Kegiatan kala itu harus segera melengkapi data-data untuk pertanggung jawaban. Silahkan dilakukan pembayaran utang biaya makan itu asalkan sesuai dengan rincian penagihan,” pesannya kepada Disway Kaltim. Dia mengakui bahwa saat ini Inspektorat sedang melakukan review, belum melakukan audit atas penagihan sesuai dengan Rencana Kebutuhan Belanja (RKB) yang dibuat. “Inspektorat sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) wajib mengingatkan agar tidak terjadi penyalahgunaan keuangan,” tandasnya.Respons Bupati
Bupati Kutai Barat FX. Yapan dalam pernyataan yang dirilis Radio Republik Indonesia (RRI) mengaku kesabarannya mulai menipis. Bagaimana tidak, hampir semua masalah ditumpukan pada dirinya. Mulai dari urusan kebersihan lingkungan hingga utang makan Tim Satgas COVID-19 yang menurutnya memalukan pemerintah. Pertama soal utang konsumsi tim satgas covid-19 di warung makan milik warga kampung Jambuk Makmur kecamatan Bongan, yang tak kunjung dibayar hingga awal September ini. Padahal pemerintah daerah sudah menyediakan anggaran melalui Biaya Tak Terduga (BTT) hampir Rp 100 miliar. Bahkan FX. Yapan mengaku dana BTT itu sudah dikeluarkan dari Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) ke masing-masing SKPD. “BTT ini banyak orang (pejabat SKPD) ndak paham, wah kami nggak ada dana, loh apabila tidak ada di dalam anggaran dinas itu maka BTT lah dipakai. Itu namanya belanja tak terduga makanya saya benci betul mereka kalau ditanya: oh kami nggak ada dana, apa gunanya BTT ratusan miliar itu,” ungkap Yapan kesal. Yapan tambah geram lantaran anggaran BTT sudah diketok sejak bulan April. Sedangkan APBD induk diketok awal tahun. Namun hingga menjelang akhir tahun, realisasinya rendah. Termasuk biaya makan minum Tim Satgas COVID-19 di posko penyekatan kecamatan Bongan. Politisi PDI Perjuangan itu menyebut anak buahnya lalai dalam proses administrasi sehingga utang makan bertele-tele. “Lah iya jelas. ini perlu kita benahi kita ngawasi ini, saya ndak mampu juga kalau itu terus (masalahnya),” jelas bupati. Ia mengaku sudah mendesak para pembantunya untuk mempercepat realisasi anggaran, namun setelah dimarahi baru diproses cepat. “Aduh habis sudah (kesabaran), tahu ndak saya sampai marah-marah kalau ada orang, viral itu,” ucapnya. Sang kepala daerah merasa semua beban seolah dilimpahkan pada dirinya. Padahal semua lini ada SKPD yang menanganinya. “Nah inilah kadang-kadang, masyarakat itu ndak paham. masyarakat misalnya; tidak ada makanan, bupati yang salah. Masyarakat tidak ada minuman, bupati salah. Padahal ada dinas. Yang kita sudah anggarkan ke dinas-dinas anggaran besar, apa lagi,” ucap Yapan. Bupati menambahkan, sebenarnya ia mau segera mengganti pejabat-pejabat yang berkinerja buruk. Namun karena terhalang aturan, rencana merotasi pejabat belum terlaksana. Berdasarkan Surat Edaran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kepala daerah yang baru terpilih di Pilkada serentak, tidak boleh memutasi pejabat sebelum 6 bulan menjabat. “Padahal kita ada surat dari kementrian Dalam Negeri ada surat dari KASN pusat bahwa kita boleh tapi surat dari Bawaslu tidak boleh. Yapan mengaku akan menempatkan pejabat sesuai kompetensi di bidangnya. Adapun para pejabat di lingkup pemkab Kubar akan menjalani asesmen test di Samarinda. Utang makan dimulai ketik Satgas COVID-19 Kubar membuka posko di kampung Jambuq Makmur untuk sterilisasi pelaku perjalanan sejak akhir 2020 hingga februari 2021. Tim satgas meminta warung milik Emi Ria Ningsih dan Romi, suaminya, sebagai penyedia makan minum petugas sekitar dua bulan lebih. Namun belakangan utang makan minum terus menumpuk hingga Rp 230 juta lebih juta. Sementara pemkab Kubar tak kunjung membayar utang tersebut hingga akhir agustus 2021. Padahal Romi dan istrinya Emmy Ria Nengsih harus pontang panting mencari modal demi memberi makan petugas. Dalam laporan yang diturunkan RRI, Romi mengatakan rata-rata setiap kali makan bisa menghabiskan 50 porsi. Setiap porsi terdiri dari nasi, lauk pauk, minuman dan buah. Dalam sehari tiga kali makan. Sedangkan malam hari disediakan kopi teh dan roti atau makanan ringan. “Jadi satu hari itu bisa 50 lebih porsi itu luar sama kuenya, kalau kuenya itu ya paling sekitar 55. Kuenya itu untuk yang jam 12 tengah malam nanti. Kalau untuk nasi mulai jam 7, 12 sama jam 5 sore. Kalau teh kopi itu siang malam ada terus,” jelas Romi. Dia menyebut makanan dan snack itu biasanya dipesan petugas sesuai jumlah orang yang berjaga. Jika dirincikan maka dalam sehari sekitar Rp 5 juta hingga 6 juta. Tergantung jumlah petugas yang jaga. Romi menyebut, sejak awal tim satgas berjanji akan membayar setiap dua minggu sekali. Hal itu disampaikan langsung pihak kecamatan Bongan dan BPBD Kabupaten Kutai Barat. Namun janji tinggalah janji. *LUKCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: