PI 10 Persen Blok Mahakam, Dirut MMP: Itu Bukan Hasil Pemberian, Tapi Penawaran Bisnis…
Samarinda, nomorsatukaltim.com – Perusahaan daerah Mandiri Migas Pratama (MMP) merasa berhak terlibat pengelolaan participating interest (PI) 10 persen, di Blok Mahakam. Cuma deviden yang akan diserahkan kepada pemerintah daerah. Namun rekomendasi BPK mematahkan keinginan itu.
Perjuangan mendapatkan PI 10 persen di Blok Mahakam pun tidak mudah. Dimulai pada 2015 lalu saat pemerintah pusat tidak memerpanjang kontrak Total E&P Indonesie (TEPI). Bak gayung bersambut, di tahun yang sama Pemprov Kaltim menunjuk perusahaan daerah Mandiri Migas Pratama (MMP) sebagai Badan usaha Milik Daerah (BUMD) yang akan mengelola PI 10 persen. Langkah kerja pun diambil. Pemprov Kaltim yang kala itu masih dikomandoi Awang Faroek Ishak sebagai gubernur, membentuk satuan tugas pengembangan hulu migas Kaltim. Setahun berlalu. Jalan mulus mengelola Blok Mahakam secara mandiri pun menuai harapan. Melalui Permen ESDM 27/2016 tentang ketentuan penawaran PI 10 persen pada wilayah kerja minyak dan gas bumi. Permen ini dianggap menguntungkan daerah. Karena daerah diberi kewenangan mengelola blok migas tersebut bersama kontraktor dalam hal ini Pertamina. Tapi sebelumnya, pemerintah pusat menawarkan dulu kepada BUMD pemprov. Apakah sanggup terlibat dalam pengelolaan atau tidak. Kalau BUMD tak sanggup, akan diteruskan kepada BUMN. Jika tidak ada pula yang terlibat, maka pengelolaan blok ditutup. Demikian tertuang pada pasal 11 di Permen tersebut. Dus, pemprov menyanggupi. Pertamina langsung berkoordinasi dengan MMP. “Kata kuncinya adalah menawarkan bukan diberi,” tegas Dirut MMP Edy Kurniawan. Ia melanjutkan, “Nih, kamu mau enggak kelola Blok Mahakam kata pemerintah, ya kami mau. Kapan lagi kita bisa kelola blok migas sendiri.” Tapi pengelolaan itu pun tak mudah. Regulasi menekankan BUMD harus menanggung biaya operasional dan segala macamnya. Karena belum sanggup, BUMD pun meminta talangan dulu melalui Pertamina. “Istilahnya digendong,” lanjut Edy. Nanti, biaya talangan itu akan diganti. Dan tanpa dibebankan bunga. Lagi-lagi keistimewaan ini didapat melalui Permen tersebut. Salah satunya pada pasal 12 poin 5. Bahwa pengembalian biaya harus sesuai Kontrak Kerja Sama (KKS) dan tanpa dikenakan bunga. Persoalan regulasi sudah tuntas. Tinggal menyelesaikan penghitungan pendapatan dan bagi hasil dengan MMPKM. Tahun 2019, Kementerian ESDM menyetujui verifikasi penghitungan oleh Ditjen Migas. Sehingga didapatlah angka bagi hasil PI 10 persen untuk BUMD. Yakni pada 2018 senilai USD 39.062.849,16, 2019 senilai USD 9.581.035,89 dan 2020 senilai USD 46.995.445,74. Lalu persoalan muncul. Laporan Hasil Keuangan BPK RI tahun anggaran 2019, menunjukkan bahwa MMP tidak memberikan setoran apa pun ke kas daerah. Saat itu Dirut MMP masih dijawab Wahyu Setiaji. Puncaknya, pada awal tahun ini, tidak ada setoran apa pun yang masuk ke kas MMP seperti sebelumnya. Semua uang dari PI 10 persen langsung masuk ke kas daerah, tidak berbentuk deviden. Direksi pun berganti ke Edy Kurniawan sebagai Dirut yang ditunjuk Juni lalu. Edy mendapat tugas untuk memerbaiki kinerja direksi sebelumnya. Ia menyebut sebenarnya MMP memiliki keuntungan dari Blok Mahakam. Tapi uang itu tertahan karena persoalan regulasi dan perbedaan persepsi payung hukum. Menurutnya uang tidak harus 100 persen disetor semua. Hal itu justru bertolakbelakang dengan PP 54/2017 tentang BUMD dan UU 40/2007 tentang Perseroan terbatas (PT). Bahwa tugas BUMD adalah menyetor deviden kepada pemerintah daerah. Sehingga urusan manajemen keuangan yang dilakukan diantara kontraktor harus berurusan langsung dengan BUMD sesuai prinsip business to business (B to B). MMP bahkan pernah melakukan klarifikasi hal ini langsung kepada BPK RI perwakilan Kaltim beberapa waktu lalu. Tapi pertemuan itu tidak berbuah manis lantaran tak ada petinggi BPK yang bisa memberikan jawaban. Persoalan ini pun menggantung. MMP tidak mendapatkan keuntungan apa pun dari PI 10 persen itu. Padahal, uang tersebut rencananya akan diputar lagi untuk mengurus keperluan bisnis MMP lainnya. Salah satunya pengembangan jargas rumah tangga di daerah IKN yang terkoneksi dengan SPBU. Kondisi inilah yang membuat MMP melakukan komunikasi dengan Komisi II DPRD Kaltim. Ketua Komisi II DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang pun menyayangkan. Semula DPRD mengira bahwa keuntungan ratusan miliar Blok Mahakam harus disetor ke kas daerah. Sepenuhnya. Bahkan, MMP selalu menjadi sorotan lantaran tidak memberikan kewajiban ke kas daerah. Tapi, pasca Rapat Dengar Pendapat (RDP) belum lama ini, DPRD pun sadar. “Ya kami sudah minta MMP rekonsiliasi dulu dengan BPK RI karena adanya perbedaan payung hukum itu,” terang Veridiana. Ia pun mengakui bahwa banyak business plan yang akan dikerjakan oleh MMP. “Mereka butuh modal untuk perputaran usaha, untuk nambah pendapatan daesrah. Katanya juga ingin bangun jargas di Kaltim,” tutup Politisi PDIP ini. (bye/boy)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: