Memutus Lingkaran Setan Bisnis Padi

Memutus Lingkaran Setan Bisnis Padi

“Tapi hitung-hitungannya itu jadi tak ideal. Misal tengkulak meminjamkan Rp 10 juta. Hasil panen yang misalnya bisa mendapat Rp 25 juta dalam satu hektare. Akan dibeli Rp 15 juta. Bayar utang Rp 10 juta. Petani jadinya cuma dapat Rp 5 juta saja,” ungkap Aji miris.

Dengan keuntungan yang minim, membuat petani akan kembali mengulangi pola yang sama. Meminjam modal, terpaksa menjual murah, untung sedikit, dan seterusnya. Benar-benar menjadi lingkaran setan.

“Dalam konsep ekonomi pedesaan, itu salah. Tengkulak harus diperangi,” tegasnya.

Untuk memutus ketergantungan terhadap tengkulak. Aji mengatakan bahwa solusinya hanya menghidupkan BUMDes. Lembaga terkait harus bisa menjadi mediator di dalam proses beli membeli padi. Untuk menghubungkan tengkulak dengan petani.

“Kehadiran BUMDes bisa melakukan infiltrasi melalui subsidi. BUMDes bisa menyiapkan pestisida, bibit, dan pupuk dengan harga yang sangat amat murah.”

“Masalahnya, banyak BUMDes yang belum berfungsi. Celaka dua belasnya, banyak BUMDes yang berperilaku seperti tengkulak,” paparnya.

Belum berperannya cukup banyak BUMDes di PPU, disebut Aji telah dicari akar masalahnya. Yakni terkendala pada pendanaan. Karenanya, tim staf ahli Pemkab PPU telah mengusulkan adanya bantuan keuangan (Bankeu) untuk perkuatan modal BUMDes pada tahun 2022.

“Sehingga BUMDes bisa menggelar kerja sama dengan petani. Ini kami kunci nanti di Peraturan Bupati PPU. Insyaallah tahun 2022 rencananya,” jelasnya.

Peran Pemkab PPU nantinya tak akan berhenti sampai di situ saja. Seperti disebutkan Sunoto bahwa BUMDes pun kesulitan dalam melakukan penjualan hasil panen. Sehingga ogah bermain di area pertanian padi. Menjawab tantangan ini, Aji Sofyan menyebut Perusda Benua Taka akan memegang peranan strategis.

Ke depan, akan terjadi kolaborasi segi tiga. Dari petani, BUMDes, dan Perusda Benua Taka. Lembaga terakhir diketahui akan membangun Rice Milling Unit  (RMU) di Babulu yang baru saja di-ground breaking oleh Bupati AGM. Jadi dalam prosesnya, petani menjual padi ke BUMDes, lalu dibeli kembali oleh Benua Taka dengan harga di atas harga tengkulak. Atau bahkan di atas harga Bulog.

Lalu, dengan RMU yang dimiliki, beras-beras dari petani lokal tesebut akan dihilirisasi menjadi produk yang wah. Dengan kemasan dan pengetatan mutu. Yang sudah barang tentu, akan menambah harga jual. Pun bisa bersaing dengan beras dari berbagai penjuru nusantara.

“Benua Taka ini, Mas. Nantinya tidak hanya akan memenuhi kebutuhan beras di PPU, Balikpapan, Samarinda, dan sekitarnya. Target kami adalah ekspor,” ujar Aji Sofyan.

Lebih lanjut, kolaborasi segi tiga ini akan memecah kebuntuan yang kerap terjadi. BUMDes yang selama ini tak tergerak karena kesulitan memasarkan. Nantinya tak perlu melakukan itu. Mereka hanya perlu menjadi mediator antara petani dan Perusda.

Sebaliknya, BUMDes akan memainkan peran lainnya. Yakni menyediakan bibit, pestisida, pupuk dan keperluan petani lainnya dengan harga murah namun berkualitas tinggi. Serta melakukan pembinaan pada petani dengan menggandeng tenaga ahli/penyuluh pertanian handal.

Sehingga petani tak hanya dijamin keterjualan hasil panennya dengan harga layak. Tapi juga mendapat solusi lainnya untuk mengatasi masalah berulang seperti penanganan hama dan penyakit tanaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: