Perjuangan Karina

Perjuangan Karina

AKANKAH temuan Dr dr Karina itu bisa masuk protokol nasional penanganan Covid-19?

Akankah prestasi dokter kita sendiri kali ini akan mendapat tempat yang terhormat ­−di tengah-tengah protokol impor?

Harusnya bisa −menurut logika saya yang bukan dokter. Terapi ‘’aaPRP’’ Covid-19 itu harusnya lebih aman dari, misalnya, plasma konvalesen. Karina juga tidak menamakan temuannyi itu sebagai vaksin. Dr Karina memilih menyebut  temuannyi sebagai terapi: terapi ‘’aaPRP’’.

Semua dokter tahu istilah itu. Tapi saya bukan dokter. Saya harus minta penjelasan ke Karina apa itu ‘’aaPRP’’. Yang saya sudah tahu sebatas dari buku pelajaran di sekolah dulu: salah satu fungsi darah adalah untuk menutup luka.

Lalu pengetahuan saya naik sedikit ketika terkena kanker hati −dan harus transplant 16 tahun yang lalu. Waktu itu saya selalu menjalani tes kadar platelet.

Belakangan baru saya tahu platelet itu trombosit. Darah saya sulit sekali membeku, waktu itu, karena pletelet dalam darah saya yang sangat kurang.

Baru dari Karina saya lebih tahu: di dalam trombosit itu ternyata terdapat 1.000 lebih zat. Yang fungsinya begitu banyak.

Semula, saya pikir, kalau kita lagi tidak mengalami luka, trombosit itu pekerjaannya hanya jalan-jalan bersama darah sepanjang hari.

Ternyata Karina bisa mengungkap di dalam trombosit itu tersedia begitu banyak obat untuk menyembuhkan diri sendiri. Termasuk ketika terkena Covid. Sampai-sampai Karina menyebut trombosit itu ibarat apotek besar.

“Karina siapa?” tanya saya pada Karina agar saya bisa menulis namanyi secara lengkap.

“Karina saja,” jawabnyi.

“Satu kata?”

“Sedih ya nama kok hanya satu kata,” jawabnyi.

Hanya orang Jawa yang biasa punya nama satu kata. Juga orang Dayak −ingat kan dr Lois.

Karina memang orang Jawa −yang lahir di Jakarta. Dia orang Jawa yang pinter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: