OK Sulit Ok

OK Sulit Ok

Harga minyak mentah terus mengalami kemerosotan. Tajam sekali.

Setiap kali harga minyak mentah itu turun, setiap itu juga nilai minyak yang ditimbun OK Lim turun. Padahal timbunan minyak itu menjadi jaminan untuk kredit bank. Ia mampu melakukan penimbunan dengan uang dari bank. Ia memang harus membayar bunga bank, tapi tidak akan ada artinya kalau harga minyak naik lagi.

Tapi harga minyak terus turun.

Setiap kali harga itu turun, nilai jaminan banknya menjadi tidak cukup lagi. OK Lim harus menambah jaminan. Turun lagi. Tambah jaminan lagi.

Padahal harga minyak masih turun terus. Dari 50 ke 45. Ke 40. Ke 35. Ke 30. Ke 25. OK Lim pun panik. Beberapa waktu kemudian masih turun lagi menjadi USD 20/barel.

OK Lim tidak kuat lagi. Ia mulai berpikir memainkan angka-angka. Ia panggil direktur keuangan perusahaannya. Ia minta sang direktur membuat pembukuan sesuai yang ia inginkan. “Kalau ada risikonya saya yang bertanggung jawab,” ujar OK Lim kepada bawahannya itu, seperti dilaporkan di media Singapura. Sang bawahan minta agar perintah itu tidak hanya lisan. Itulah yang kemudian jadi bukti bahwa semua yang dilakukannya atas perintah pemilik perusahaan.

Misalnya, agar perusahaan membuat buku yang tidak senyatanya. Yang mestinya rugi dibuat tetap berlaba. Labanya dibuat besar, USD 800 juta. Agar tetap bisa mendapat kepercayaan dari bank. Untuk terus menambah kredit.

Langkah besar lainnya: OK Lim menjual stok minyaknya. Dengan harga rugi. Untuk menutup cash flow yang terus memburuk.

Padahal stok itu dijaminkan ke bank. Yang setiap menjualnya harus melapor ke bank. Dan uangnya harus masuk bank.

Tapi OK Lim menjualnya diam-diam. Agar bisa menggunakan hasilnya untuk tutup sana-sini.

Ibarat perjudian beneran, agar OK Lim bisa terus memainkan kartunya. Tapi ia tidak kunjung punya kartu as. Dari waktu ke waktu, OK Lim terus mengalami kekalahan.

Lantas terbongkar. Sudah terlalu banyak kartu palsu yang ia mainkan. Ketahuan. Persoalannya bukan lagi di ranah hukum dagang. Tapi sudah ke ranah pidana. Singapura keras dalam hal ini. Tidak peduli siapa OK Lim. Yang bisnisnya pernah ikut membawa Singapura menjadi salah satu sentral perdagangan minyak dunia.

Awalnya begitu harum nama OK Lim di mata siapa saja. Termasuk di mata pemerintah Singapura. Kini nama itu begitu busuknya di mata perbankan dan di mata hukum.

Orang yang begitu kaya menjadi tidak bermakna. Orang yang begitu gagah langsung ke kursi roda.

Hartanya disita pengadilan. Di bawah pengelolaan independen. Perusahaannya dijalankan oleh profesional yang ditunjuk pengadilan. OK Lim sendiri tidak kuat. Ia membawa perusahaannya ke pengadilan: untuk di PKPN, dinyatakan bangkrut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: