Kaltim Tak Siapkan Treatment Khusus Bagi Kasus COVID-19 pada Anak
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Sejumlah pemerintah daerah tidak menyiapkan treatment khusus dalam mengantisipasi lonjakan pasien COVID-19 di kalangan anak-anak. Di Kabupaten Kutai Timur misalnya, aparat setempat hanya menambah ruang perawatan di rumah sakit milik pemerintah.
"Kami terus menjalankan 3T yaitu Testing atau melakukan tes, Tracing untuk menelusuri kontak erat dan Treatment dengan menyediakan tempat perawatan," kata Kepala Dinas Kesehatan Kutim, Bahrani Hasanal. RSUD Kudungga yang menjadi pusat penanganan pasien COVID-19 menyatakan kesiapannya menangani kemungkinan lonjakan kasus. Pihak rumah sakit telah menyiapkan sebanyak 78 tempat tidur bagi pasien. Saat ini yang masih terpakai mencapai 65 persen. "Tapi kami masih bisa menambah tempat tidur bagi pasien jika diperlukan," sebut Direktur RSUD Kudungga, Anik Istiyandari. Begitu pula dengan tabung oksigen. Anik memastikan sejauh ini ketersediaan tabung oksigen masih mencukupi. Meskipun kini angka pemakaian menembus 176 tabung per harinya. "Kami selalu siapkan sekitar 200 tabung per hari. Kami selalu berkomunikasi dengan penyuplai oksigen untuk mengamankan pasokan," bebernya. Hanya ruang Intensive Care Unit (ICU) COVID-19 yang masih terbilang minim. Menurutnya masih peelu satu ruangan khusus bagi dokter penaggung jawab penanganan COVID-19. "Kami terus berbenah agar semua bisa dipenuhi. Termasuk untuk pasien yang mengalami gejala berat. Tentu membutuhkan perawatan khusus serta membutuhkan peralatan medis," tandasnya. Dinas Kesehatan Kutai Timur sendiri menduga virus varian Delta sudah ada di daerah itu. Indikasinya, angka penderita naik drastis. Jika biasanya hanya berkisar di angka 15-30 orang saja yang terpapar. Kini mencapai 70 orang per harinya. "Ini merupakan tanda jika virus mutasi varian Delta sudah ada di Kutim. Dugaan kuat mengarah begitu," kata Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Muhammad Yusuf. Namun sampai saat ini belum ada anak-anak yang terpapar COVID-19 varian Delta ini. Bahkan untuk yang dirawat di RSUD Kudunggapun nihil. Saat ini pasien COVID-19 yang dirawat rerata berumur di atas 40 tahun semua. "Karena mutasi, virus itu kini dapat menyerang anak-anak. Semoga saja di Kutim itu tidak terjadi," katanya.Hanya Imbauan
Di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Satgas penanganan COVID-19 mencatat 13 anak-anak yang terjangkit. Namun tidak ada catatan kasus kematian. “Di antaranya merupakan usia 17 tahun ke bawah,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) PPU dr Jansje Grace Makisurat. Asal tahu saja, kasus corona di kabupaten itu sebanyak 1.588 kasus. Jansje Grace Makisurat mengatakan tak ada perlakuan khusus bagi pasien anak-anak. "Semua sama saja, tidak ada yang berbeda," ucap dia Rabu (7/7). Meski begitu, untuk mengidentifikasi gejala COVID-19 pada anak-anak sedikit lebih sulit. Lantaran gejalanya mirip dengan berbagai penyakit anak pada umumnya. Gejala yang sering muncul pada anak-anak antara lain demam dan batuk. Direktur Utama RSUD Ratu Aji Putri Botung (RAPB) dr Lukasiwan juga menyebutkan secara umum tak ada perbedaan. Secara spesifik, hanya pengawasannya saja. "Kalau dari terapi dan penanganan sama dengan pasien dewasa. Perbedaan atau kendala kadang anak-anak harus ditemani oleh orangtuanya karena belum bisa mandiri," jelasnya. Selain itu, ruang isolasinya juga berbeda. Tak bergabung dengan pasien yang dewasa. "Fasilitasnya sama dengan pasien dewasa," sebutnya. Menurutnya, karena belum mandiri, anak-anak cenderung tidak memahami kondisi tubuhnya. Maka itu, jika anak demam, atau menunjukkan gejala lain, yang disarankan ialah harus curiga jika anak terkena virus corona. Karena memang sulit dibedakan jika hanya dengan pengamatan visual. Jadi harus segera menghubungi dokter atau membawa sang anak untuk tes PCR. Tes ini bisa berguna untuk menentukan rencana perawatan berikutnya. Jika hasilnya positif COVID-19, dokter akan menilai dari kondisi anak. Menentukan anak bisa dirawat dan melakukan isolasi mandiri di rumah atau perlu dirawat di rumah sakit. "Gejala rata-rata sama dengan orang dewasa. Demam, batuk, pilek disertai diare dan sesak napas," ujar Lukas. Dari 1.588 kasus di Benuo Taka, 1.325 di antaranya sudah sembuh. 62 kasus meninggal dunia karena komorbid. Dari jumlah itu, 172 orang melakukan isolasi mandiri. 12 di antaranya merupakan anak-anak. Sementara yang dirawat di RSUD RAPB, ada 29 kasus. "Saat ini 1 orang anak dirawat, dengan ibunya yang juga positif," sebutnya. Hampir sama denngan rumah sakit lainnya, RSUD RAPB mengalami kekurangan ruang rawat inap khusus pasien COVID-19. "Kuota yang kami sediakan hanya 51 bed khusus COVID-19. Langkah ke depan kami besok akan berkoordinasi dengan Diskes PPU untuk langkah selanjutnya," tutup Lukas.Tak Sampai Meninggal
Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Kartanegara mencatat penularan kelompok usia anak-anak dan balita, lebih banyak terjadi pada klaster rumah tangga. Sebagian besar tertular dari orang tua, atau orang dekat yang masih serumah. Dari jumlah kasus di Kukar yang per 7 Juli 2021, mencapai 13.555. Tidak sedikit yang juga menyerang anak-anak dan balita. Meskipun secara rinci Dinas Kesehatan (Diskes) Kukar tidak bersedia memberikan data. Kepala Diskes Kukar, Martina Yulianti memastikan belum ada kasus meninggal dunia yang menyangkut anak-anak dan balita. "Sudah ada lah (kasus anak-anak dan balita) sejak awal-awal pandemi, tapi tidak ada kasus yang sampai meninggal dunia sejauh ini," ujar Martina, kemarin. Tapi semenjak gelombang kedua lonjakan kasus positif di Kukar. Kini anak-anak ataupun balita sudah mulai menunjukkan gejala-gejala ketika terjangkit virus corona tersebut. Tidak seperti awal-awal dulu. Seperti demam hingga batuk. Martina tak berani menyebut apakah anak-anak dan balita ini sudah terjangkit virus corona jenis baru seperti Delta. Belum bisa dibuktikan berdasarkan hasil tes. Meski penularan dan gejala yang timbul sangat cepat. Terkait fasilitas perawatan, Martina pun menyebut tidak ada yang berbeda dengan pasien kalangan dewasa. Sama saja, yang membedakan hanya dosis obat-obatan dan vitamin yang diberikan saat perawatan. Meskipun memadai, namun sejauh ini perawatan khusus anak yang memiliki gejala sedikit parah, jumlah sedikit dibandingkan pasien dewasa. "Tapi yang tidak ada gejala dan gejala ringan sama orang tuanya di wisma atlet," pungkas Martina. *BCT/RSY/MRF/YOSCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: