Iwan Ratman Terserang Vertigo, Sidang Kasus Proyek Fiktif di Perusda PT MGRM Ditunda

Iwan Ratman Terserang Vertigo, Sidang Kasus Proyek Fiktif di Perusda PT MGRM Ditunda

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang menjerat mantan Direktur Utama PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) Iwan Ratman, semestinya telah dijadwalkan kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Samarinda, Selasa (6/7/2021) siang.

Sidang dugaan korupsi proyek fiktif pembangunan tangki timbun dan terminal bahan bakar minyak (BBM). Namun sidang dengan agenda tanggapan eksepsi dari penuntut umum itu terpaksa ditunda. Lantaran saat ini, terdakwa Iwan Ratman tengah jatuh sakit dan tak bisa menghadiri persidangan yang seharusnya digelar secara daring tersebut. "Terdakwa tidak bisa hadir mengikuti persidangan, karena saat ini sedang sakit vertigo," ungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Kaltim, Zaenurofiq ditemui usai persidangan ditunda. Rofiq, sapaan karib dari pria yang juga menjabat sebagai Kasi Penuntut Umum Kejati Kaltim itu mengatakan, pembacaan tanggapan atas eksepsi terdakwa itu ditunda, sesaat sidang baru akan dimulai. Hasanuddin selaku ketua majelis hakim, dengan didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai hakim anggota, lantas memutuskan agar sidang dengan nomor perkara 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr itu, ditunda hingga Selasa (13/7/2021) depan. "Sidangnya ditunda Selasa depan. Terdakwa saat ini sudah ditangani untuk pengobatannya dan pemeriksaan kesehatannya," tandas Rofiq. Seperti diberitakan sebelumnya, di dalam persidangan agenda eksepsi, kuasa hukum terdakwa Iwan Ratman menilai, dakwaan dari JPU tak sesuai dengan perbuatan terdakwa. Di mana bekas pimpinan Perusda milik Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar) ini, didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi. Iwan didakwa melakukan penyimpangan dalam pengerjaan proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM, yang disebut fiktif. Hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 50 miliar. Disebutkan, proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM itu rencananya dibangun di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Namun pekerjaan itu tak kunjung terlaksana. Iwan Ratman dituduh telah menilap uang proyek sebesar Rp 50 miliar. Lantaran adanya temuan aliran dana tersebut ke perusahaan swasta miliknya. Atas dakwaan JPU dari Kejati Kaltim, Kuasa Hukum Iwan Ratman, Sudjanto, lantas menyampaikan tiga poin eksepsinya di dalam persidangan. “Yang pertama, ini terkait sengketa perdata. PI (Participating Interest) itu, bukan berasal dari uang negara. PI itu uang kontraktor swasta, yang diberikan kepada persero. Jadi banyak orang yang salah paham di sini,” ungkapnya ketika dikonfirmasi usai persidangan, Selasa (29/6/2021) lalu. Disampaikannya kala itu, di dalam dakwaan JPU mengenai asal usul anggaran yang digunakan PT MGRM untuk proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM, berasal dari dividen Pertamina Hulu Mahakam (PHM) sebesar 10 persen. Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim. Dana hasil migas sebesar Rp 70 miliar yang diterima oleh Pemkab Kukar ini, kemudian dikelola oleh PT MGRM. Dari Rp 70 milar ini, Rp 50 miliar di antaranya untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Atas dasar itu, kuasa hukum terdakwa menyebut, anggaran yang dikelola oleh PT MGRM, bukanlah uang negara. Melainkan pemasukan dividen dari persero kepada Pemkab Kukar melalui Pemprov Kaltim. “Jadi kalau disebut uang negara, kenapa PI ini tidak dikasih masuk ke Pemkab? Karena PI itu tidak boleh dikasih masuk ke Pemkab. Itu akan batal dan akan ditarik ke pemilik perusahaan kontraktor, dan uang itu bukan masuk ke PT MGRM, tapi masuknya ke tingkat provinsi. Dari provinsi, 10 persen dibagi dua. Untuk 60 sekian persen masuk ke Provinsi. 33 persen masuk ke Pemkab,” jelasnya. Dari anggaran yang diterima PT MGRM untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, rupanya sebesar Rp 50 miliar ini dialirkan ke PT Petro TNC Internasional. Yang tak lain, merupakan perusahaan bentukan terdakwa bersama keponakannya. Dana sebesar itu dialirkan ke PT Petro TNC Internasional dalam rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama proyek pembangunan. “Kemudian yang kedua. Menurut kami jaksanya harus cermat. Apakah ini dia sendiri mengaku, di situ ditulisnya perdata perjanjian. Kalau perdata perjanjian kenapa masuk ke ranah tindak pidana?” terangnya. Hemat Sudjanto, alasan di balik sanggahannya, dakwaan yang diberikan kepada terdakwa tidaklah sesuai dengan apa yang telah dilakukan terdakwa. “Ketika tindakan itu dilakukan, di situlah akan dia didakwa. Misalnya mengambil uang orang, atau transfer orang. Kenapa ini larinya (didakwakan) ke sini,” tegasnya. “Kalau dia mengambilnya (didakwakan) ke sini, berarti menurut undang-undang 40 tahun 2007. Karena itu kan persero. Nah kalau persero berartikan perdata. Sekira itu saja yang saya sampaikan,” tandasnya. Sementara itu, disampaikan di dalam fakta persidangan agenda pembacaan dakwaan sebelumnya. Bahwa terdakwa Iwan Ratman Bin Mansyur Yusuf, telah diangkat sebagai pimpinan di Perusda milik Pemkab Kukar yang bergerak di bidang minyak dan gas tersebut, berdasarkan Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 304/SK-BUP/HK/2018 pertanggal 7 September 2018. Sedangkan sandungan perkara yang menjerat terdakwa berlandaskan penyalahgunaan jabatan. Di mana dengan posisinya sebagai pucuk pimpinan di PT MGRM, terdakwa secara leluasa telah mengalihkan dana sebesar Rp 50 miliar ke PT Petro TNC Internasional. Dalam rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama dalam proyek pembangunan tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Disebutkan anggaran yang yang digunakan untuk proyek pembangunan tangki timbun di tiga daerah berasal dari dividen Pertamina Hulu Mahakam sebesar 10 persen. Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim. Dana hasil migas sebesar Rp 70 miliar yang diterima oleh Pemkab Kukar ini, kemudian dikelola oleh MGRM. Dari Rp 70 miliar ini, Rp 50 miliar di antaranya untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Namun sampai saat ini pembangunan itu tidak pernah ada. Alih-alih hendak dilaksanakan, uang sebesar Rp 50 miliar itu justru dialihkan ke perusahaan yang tak lain merupakan bentukan Iwan bersama keponakannya. Pria yang pernah dinobatkan sebagai TOP CEO BUMD tersebut, merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro T&C International. Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman akan menilap uang puluhan miliar tersebut. Kerugian negara sebesar Rp 50 miliar tersebut, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur dengan Nomor LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 2021. Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 SAyat (1) Ke-1 KUHPidana. "Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana," tegas JPU kala itu. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: