Meredam Huru-Hara di SMAN 10 Samarinda

Meredam Huru-Hara di SMAN 10 Samarinda

Konflik panjang yang melibatkan SMAN 10 Samarinda dan Yayasan Melati Samarinda memasuki babak baru. Situasi kembali tegang pasca video yang menampilkan pembukaan paksa pintu salah satu gedung asrama di Kampus Melati, Jalan H.A.M Rifaddin Samarinda Seberang beredar luas. Komite dan ikatan alumni sekolah ikut pasang badan. Menolak disposisi gubernur yang memerintahkan SMAN 10 pindah ke kampus B di Jalan Perjuangan.

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Peristiwa pembukaan paksa pintu asrama SMAN 10 pada Sabtu (5/6) dilakukan orang-orang suruhan Yayasan Melati. Ketua Yayasan Melati, Murjani mengatakan langkah yang dilakukannya berlandaskan disposisi Gubernur Kaltim, Isran Noor sejak pertengahan Mei lalu. Dalam disposisi itu, gubernur disebut memerintahkan supaya kegiatan belajar mengajar SMAN 10 pindah dari Kampus Melati ke kampus baru di Jalan Perjuangan. Murjani mengklaim telah mengantongi salinan surat disposisi dan telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kaltim. Namun, hingga awal Juni kemarin, pengelola SMA 10 dikatakan tak kunjung angkat kaki. Sampai sehari sebelum peristiwa pembukaan paksa pintu asrama itu, yayasan bersurat kepada SMAN 10 untuk meminta kepastian kapan akan pindah. Tetapi surat tersebut dikatakan tak mendapat respon. Sampai pada akhirnya yayasan melakukan pembukaan paksa dan mengeluarkan sebagian besar barang-barang SMAN 10 di kampus yang dihuni oleh kedua lembaga pendidikan itu. Menurut Murjani, pihaknya melakukan itu tak lain karena yayasan sedang menyiapkan diri menyambut Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Juli mendatang. Sehingga yayasan perlu segera memeriksa dan melakukan perbaikan terhadap sisi-sisi gedung yang mengalami kerusakan. Untuk ditempati sejumlah Sekolah berbagai jenjang yang dikelola Yayasan Melati. Ia juga mengatakan, bahwa pihaknya turut melibatkan pengelola SMAN 10 dalam proses pembukaan paksa pintu asrama itu. “Kami bolehkan untuk mereka merekam. Karena di sana kan ada barang-barang mereka juga,” ungkap Murjani Ia juga memastikan, komunikasi pihaknya dengan SMAN 10 Samarinda berjalan baik. Namun ia berharap, SMAN 10 Samarinda segera pindah dari kawasan tersebut, dan  menempati gedung yang sudah disediakan oleh Pemprov Kaltim di Jalan Perjuangan. Seturut kemudian, pihak SMAN 10 tidak terima dengan aksi tersebut. Mereka menganggap aktivitas itu ilegal. Tak berdasarkan hukum. Pun begitu dengan Komite Sekolah serta para alumni, yang ikut turun tangan. Mereka melihat peristiwa itu sebagai aksi pembongkaran paksa yang ilegal. Pengelola dan Komite SMAN 10, berpegang pada Putusan Mahkamah Agung Tahun 2016. Yang mana dalam ketetapannya, MA memenangkan Surat Keputusan yang dikeluarkan Gubernur Kaltim, yang saat itu dijabat Awang Farouk Ishak. Dan menyatakan hak pinjam pakai lahan tempat di mana aset sejumlah gedung Kampus Melati berdiri. Namun Yayasan Melati menganggap putusan tersebut tak serta merta mengambil alih kepemilikan seluruh bangunan di Kampus Melati. Sementara SMAN 10 dan komite menganggap hak bangunan itu melakat dengan kepemilikan lahan.

Mengadu Ke Dewan

Pada Selasa (8/6) atau tiga hari setelah peristiwa pembukaan asrama, jajaran Komite SMAN 10 Samarinda yang diketuai Ridwan Tasa, perwakilan alumni serta tokoh masyarakat di sekitar Kampus Melati mengadu ke DPRD Kaltim. Kedatangan mereka dijamu Komisi IV yang membidangi pendidikan. Rombongan pembela SMAN 10 itu meminta dewan membantu mencarikan jalan tengah atas polemik ini. Ridwan Tasa, yang diwawancara usai pertemuan di Gedung E Komplek DPRD Kaltim itu, mengatakan bahwa hasil hearing diperoleh beberapa keputusan. Yang pertama bahwa lahan SMAN 10 Samarinda itu belum pernah dihibahkan kepada Yayasan Melati. Sebab DPRD mengaku tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan. Dan tidak pernah menerima surat pemberitahuan terkait adanya hibah aset Pemprov Kaltim di Jalan H.A.M Rifaddin, Kelurahan Harapan Baru, Loa Janan Ilir kepada Yayasan Melati. "Dengan demikian, maka lahan di sana adalah aset pemerintah berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA)," tegas Ridwan Tasa, Selasa (8/6). Yang kedua, menurut dia, sangat tidak memungkinkan bila pihaknya menyepakati perintah memindahkan SMAN 10 Samarinda. Sebab beberapa warga di sekitar kawasan tersebut merasa keberatan terhadap kebijakan tersebut. Alasan yang paling mendasar, katanya, ialah adanya sistem zonasi dalam rangka penerimaan mahasiswa baru di sekolah negeri. Di wilayah tersebut, sambungnya, hanya ada dua SMA Negeri. Yakni SMAN 4 dan SMAN 10 yang bertempat di Kampus Melati. Maka, katanya, para orang tua siswa di wilayah itu khawatir pelajar yang akan memasuki jenjang SMA tidak mendapat sekolah. "Dengan begitu, berarti bahwa kebijakan ini merugikan warga di sana. Sehingga Camat dan Lurah memberikan dukungan kepada SMAN 10 agar tetap berada di kampus A (Kampus Melati) Samarinda Seberang," ujarnya. Selain itu, gedung-gedung di Kampus Melati atau Kampus A SMAN Samarinda itu dinilai lebih layak dan mencukupi. Ridwan juga mengatakan bahwa selama ini situasi sudah berjalan dengan baik. Dimana SMAN 10 memakai sebagian bangunan  sementara sebagiannya digunakan Yayasan Melati untuk ditempati beberapa sekolah yang dinaungi. Meskipun ia menganggap bahwa lahan dan bangunan itu adalah milik Pemprov Kaltim. "Kita tidak pernah mengusik selama ini. Tetapi, yang terjadi, hanya berdasarkan disposisi saja, yang menurut ilmu pemerintahan tidak memiliki kekuatan hukum, karena itu belum merupakan keputusan atau kebijakan, sudah menjadi dasar bagi yayasan untuk mengusir. Yang tidak ada korelasi antara disposisi dengan yayasan," ia menguraikan. Ridwan yang mewakili seluruh orang tua siswa dalam wadah komite sekolah, berharap, gubernur dan seluruh jajaran lebih bijak menangani polemik ini. "Jangan sampai membuat khawatir dan orang tua menjadi marah, anak-anak jadi marah dan alumni menjadi marah, masyarakat sekitar juga menjadi marah akibat kesalahan kita dalam mengambil kebijakan. Ini penting untuk menjaga stabilitas daerah dan kondusifitas di Samarinda," tegas kepala dinas sosial Samarinda. Ia juga menganggap, bahwa keputusan gubernur menerbitkan disposisi tidak salah. Hanya saja, menurutnya perintah itu belum bisa dijadikan dasar oleh yayasan memerintahkan SMAN 10 pindah. "Harusnya itu sedang dalam proses dan harus keluar dalam bentuk surat. Surat itulah yang harus dipedomani, sampai saat ini kan belum ada," papar dia. Proses menghibahkan menurut dia, seharusnya  melalui proses sesuai undang-undang dan persetujuan DPRD. Di satu sisi ia meminta jangan sampai keputusan pemerintah merugikan siswa-siswi SMAN 10. Yang jika dipindahkan ke kampus di Jalan Perjuangan saat ini, tidak akan representatif digunakan menyelenggarakan proses belajar mengajar. Terutama terkait kapasitas ruang yang tidak mencukupi. Kampus di Jalan Perjuangan yang disebut Kampus B SMAN 10 Samarinda itu, katanya sudah penuh sesak. Baik ruang belajar maupun asrama. Dan bahkan dinilai sangat tidak layak. Sehingga ia meminta agar SMAN 10 tetap diperbolehkan berada di Kampus Melati atau Kampus A mereka. Sambil menunggu Pemprov menyelesaikan pembangunan Kampus B yang representatif dan memadai. "Seperti janji gubernur. Kan lebih bagus, orang tua senang, anak-anak pun senang," imbuhnya. "Kalau sekarang dipindah, gimana mau sekolah dengan kondisi begitu. Sementara anak-anak kita ini anak-anak yang berkualitas, yang kita harapkan bisa sekolah di perguruan tinggi favorit baik dalam negeri maupun luar negeri. Jadi saya kira kita harus bijak. Kita tidak punya kepentingan di situ, tapi jangan sampai merugikan anak-anak kita," tuntasnya.

Sikap Dewan

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Rusman Yaqub mengatakan pihaknya baru sebatas menerima Komite, IKA Alumni dan tokoh masyarakat yang berkepentingan dengan SMAN 10 Samarinda. "Intinya hanya menyerap aspirasi dan tuntutan mereka apa. Tuntutannya pertama adalah mereka meminta PPDB tetap jalan di kampus A (Kampus Melati). Kedua mereka meminta supaya SMA 10 Samarinda jangan dipindah, tetap di sana sampai nanti betul-betul pemerintah menyiapkan fasilitasnya," terangnya. Rusman sendiri, menyebut telah melihat kondisi Kampus B SMAN 10 Samarinda di Jalan Perjuangan. Diakui kondisinya tidak layak. Mulai dari ketiadaan tempat salat, tanpa lapangan upacara, dan kondisi gedung yang dibangun di lahan yang lereng terjal. Sedangkan perihal keinginan Gubernur Kaltim, Isran Noor menghibahkan aset Pemprov Kaltim di Kampus Melati kepada pihak manapun, menurutnya itu menjadi wewenang gubernur, ia mempersilakan. Asalkan sesuai prosedur. Dewan tidak akan mempersoalkan, sebutnya. "Yang kita persoalkan yang ada di depan mata ini. Yaitu kepentingan masyarakat di SMAN 10 harus diperhatikan," kata politisi Partai Persatuan Pembangunan itu. Selain itu, Rapat Dengar Pendapat juga disebut membahas perihal disposisi gubernur. Namun ia enggan mengomentari hal itu. Sebab dinilai tak memiliki dasar hukum. "Disposisi itu bukan dasar hukum, tapi itu adalah internal eksekutif. Yang anehnya kenapa bocor ke pihak luar," sebut Rusman. "Jadi itu seharusnya bukan menjadi dasar kekuatan bagi pihak yayasan untuk melakukan tindakan. Itu kan internal pemerintah. Yang aneh itu kenapa bisa keluar. Itu yang menurut saya perlu dipertanyakan," bebernya lagi. Menurut Rusman, yang dipersoalkan oleh komite sekolah dalam rapat yakni belum layaknya kampus B untuk ditempati. Sehingga belum bersedia untuk dipindahkan. Di samping itu ia mempertanyakan terkait yang memindahkan adalah kubu Yayasan Melati. Bukan Pemprov. "Belum ada perintah dari Disdik Kaltim, mestinya Disdik berdiri di atas kepentingan SMAN 10." Rusman mengatakan, dewan akan kembali menggelar rapat hari ini. Rabu (9/6). Squat Karang Paci dikatakan akan memanggil Disdik Kaltim, Biro Hukum Pemprov Kaltim, BPKAD Kaltim dan asisten terkait, dalam pertemuan nanti. (DAS/YOS)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: