Nasib Rita Widyasari di LP, Ditipu dan Diperas Robin Pattuju
Kutai Kartanegara, nomorsatukaltim.com - Nama mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari disenggol dalam kasus penyuapan bekas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju. Ia dituduh memberikan duit sebesar Rp 5,1 miliar, untuk membantu Peninjauan Kembali (PK) atas perkara yang membelitnya.
Namun kabar itu dibantah keras pengacaranya, Sugeng SH. Kepada Harian Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com, ia menyatakan tak pernah memberikan uang sebesar Rp 5,1 miliar. Baik kepada Robin maupun orang lain bernama Maskur Husain. “Ibu merasa tertipu, dibohongi dan diperas oleh Maskur dan Robin,” terang Sugeng, Jumat (4/6). Peristiwa itu bermula pada bulan Agustus atau September, tahun lalu. Saat itu, politisi Golkar, Azis Syamsuddin berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tanggerang, disusul oleh Robin. “Setelah pertemuan itu, seminggu berselang, Robin datang bersama Maskur, menawarkan bantuan akan membantu perihal aset-aset Rita yang disita KPK,” ungkap Sugeng. Keduanya menjanjikan bisa membantu dan mengembalikan aset-aset Rita. Di situlah Maskur selaku advokat membuat surat kuasa dan meminta kepada Rita, mencabut surat kuasa PK yang diberikan kepada Sugeng. Termasuk dalam surat kuasanya, Maskur menyebutkan akan mengembalikan 13 aset milik Rita yang disita. “Menurut Rita, Maskur meminta lawyer fee sebesar Rp 10 miliar. Tentu Rita tidak memiliki uang cash sebesar itu. Lalu Azis memberikan masukan dan saran, jika tak memiliki uang cash. Dapat memberikan asetnya, karena tidak bisa membayar secara cash. Itu sebagai jaminan untuk lawyer fee-nya,” tandas Sugeng. Lantas Rita menyerahkan tiga buah sertifikat, yakni dua buah sertifikat rumah yang ada di Bandung dan satunya sertifikat kepemilikan apartemen di Jakarta. “Dan sekarang Rita sama sekali tidak tahu gimana nasib sertifikat rumah dan apartemen tersebut,” ungkap Sugeng. Dalam perjalanan waktu selanjutnya, Robin makin sering bertandang ke LP Tanggerang menemui Rita, untuk meminta bantuan kecil-kecil terkait kepentingan pribadi dan keluarga. Mulai meminta bantuan untuk bapak dan ibunya, dengan alasan terkena COVID-19, saudaranya yang meninggal dunia, buat makan-makan di Bandung. “Robin memulai dengan permintaan bantuan kecil-kecil untuk kepentingan keluarga, termasuk untuk pengecekan tanah di Bandung. Dengan total nilai keseluruhan bantuan kurang lebih Rp 60 juta, dengan cara ditransfer oleh staf Beliau," kata Sugeng. "Sehingga mengenai nilai Rp 5,1 miliar pada Robin, Rita tidak mengetahuinya sama-sekali, dana mana dan untuk apa. Sehingga beliau merasa hanya menyerahkan tiga sertifikat untuk jaminan lawyer fee dan bantuan sebesar Rp 60 juta,” ungkap Sugeng. Dalam perjalanan waktu, Maskur yang mengaku sebagai pengacara dan penasehat hukum, membuat surat kuasa PK dan mencabut Sugeng sebagai pengacara Rita Widyasari. Tetapi yang terjadi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dimana Sugeng meminta konfirmasi langsung kepada pihak Kepaniteraan maupun Panmus Tipikor, ternyata tidak teregister. “Karena saya dicabut, tentu saya menanyakan apakah saya benar-benar telah dicabut atau belum. Ternyata di PN Jakpus tidak ada pencabutan saya sebagai kuasa hukum, maupun pendaftaran register kuasa hukum yang baru,” imbuh Sugeng. “Intinya Maskur belum terdaftar sebagai penasehat hukum Rita Widyasari, tetap saya sejak awal. Dengan berbagai anggapan keliru yang terjadi, tentu Rita Widyasari merasa tertipu, dibohongi dan merasa diperas oleh Maskur dan Robin,” terang Sugeng, yang sejak 3 Mei 2021 lalu, ditunjuk sebagai kuasa hukum Rita Widyasari. Nama Rita Widyasari terserat dalam perkara suap yang melibatkan AKP Stepanus Robin Pattuju. Peran Robin diduga sebagai makelar kasus di KPK mulai terungkap dalam dugaan suap dari Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial dan sejumlah kasus lainnya. (BAY/RJW/YOS)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: