Pemkab PPU Komitmen Tekan Stunting di Saat Pandemi

Pemkab PPU Komitmen Tekan Stunting di Saat Pandemi

Angka stunting di Indonesia cukup tinggi. Begitupun di Penajam Paser Utara (PPU). Turut menyumbang tingginya jumlah penderita gizi buruk nasional.

nomorsatukaltim.com - Perlu komitmen dari semua lini untuk menekan stunting. Bupati PPU Abdul Gafur Mas’ud (AGM) menyebutkan hal itu. Adapun PPU telah ditetapkan menjadi salah satu kabupaten prioritas, dari 100 kabupaten/kota di Indonesia. "Seperti diketahui bersama, persoalan stunting telah menjadi agenda pembangunan nasional," ucapnya saat membuka secara resmi Rembuk Stunting (Aksi 3) yang dimotori oleh Bapelitbang PPU, Kamis (3/6/2021) pagi di Aula lantai I Kantor bupati PPU. Sesuai dengan strategi nasional dalam penanggulangan stunting, sambungnya, telah ditetapkan lima pilar dalam pencegahan stunting. Yaitu komitmen dan visi kepemimpinan, kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku, konvergensi koordinasi dan konsolidasi program antara pusat, daerah dan desa. Lalu ketahanan pangan, dan yang terakhir adalah pemantauan dan evaluasi. Tingkat prevalensi yang masih tinggi, tambahnya, perlu segera diatasi bersama. Baik pemerintah kabupaten maupun pemerintah kelurahan/desa, individu, komunitas. Termasuk dari corporate social responsibility (CSR) maupun lembaga swasta. Harus bersinergi dan bersatu dalam upaya penanggulangan stunting. “Stunting tidak hanya mengenai pertumbuhan anak yang terlambat. Namun juga berkaitan dengan perkembangan otak yang kurang maksimal. Hal ini menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang dibawah rata-rata dan bisa berakibat pada prestasi sekolah yang buruk," bebernya. Oleh karenanya, dalam pelaksanaan strategi ini, rembuk stunting yang ketiga ini menjadi sangat penting. Yang mana setelah pelaksanaan kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan komitmen bersama. Kunci pencegahan dan penanganan kasus stunting adalah di seribu hari pertama kehidupan (HPK). Sehingga perhatian kepada ibu hamil dan balita dibawah dua tahun, baik melalui intervensi gizi spesifik, maupun intervensi sensitif perlu terus diupayakan. AGM juga meminta agar intervensi itu tidak hanya dilakukan oleh sektor kesehatan saja. Tetapi juga harus dilaksanakan oleh sektor yang lain. Karena tingkat keberhasilan program tersebut sangat dipengaruhi sektor non kesehatan. Dengan proporsi dukungan mencapai 70 persen. Dukungan tersebut antara lain melalui pembangunan sanitasi, air bersih, penyediaan pangan yang aman dan bergizi dan utamanya pemahaman secara baik. Kemudian kepedulian masing-masing individu maupun masyarakat untuk mengoptimalkan perannya. Apalagi dalam situasi terkini. "Pandemi COVID-19 yang terjadi hingga saat ini telah dirasakan dampaknya. Terutama di bidang kesehatan dan gizi masyarakat. Kondisi ini dapat dilihat dari layanan posyandu balita maupun ibu hamil yang mengalami penurunan, baik karena penghentian penyelenggaraan posyandu maupun faktor ketakutan masyarakat untuk mengunjungi posyandu dan fasilitas kesehatan ibu dan balita," bebernya. Menurutnya dampak tersebut tentunya sangat berpotensi dalam meningkatkan kasus ini. Juga berpotensi mengancam target menurunkan angka stunting baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Di sisi lain, masalah gizi tetap harus menjadi prioritas yang tidak boleh diabaikan. Pemerintah daerah tetap memiliki kewajiban untuk menjamin kecukupan gizi masyarakat. “Oleh karenanya, saya minta kepada seluruh perangkat daerah bersama stakeholder, terutama dalam melakukan inovasi-inovasi dalam kondisi pandemi. Agar upaya pemenuhan gizi masyarakat, utamanya bagi mereka yang rentan seperti ibu hamil dan anak balita, bisa tetap terpenuhi dengan tetap menerapkan secara ketat protokol kesehatan,“ tutupnya. (rsy/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: