Meski Kerap Membahayakan, Transportasi Sungai Mahakam Tetap Jadi Primadona

Meski Kerap Membahayakan, Transportasi Sungai Mahakam Tetap Jadi Primadona

Kubar, nomorsatukaltim.com - Terik pagi matahari yang akan terbit masih diselimuti kepulan awan. Seolah memberi semangat para buruh angkutan  transportasi Sungai Mahakam, Rabu (26/5/2021) pagi di Pelabuhan Sungai Kunjang Samarinda.

Mereka akan memikul barang penumpang maupun sembako ke dalam kapal tujuan Muara Pahu, Melak, Long Iram, hingga hulu Sungai Mahakam Kecamatan Long Bagun Kabupaten Mahakam Ulu. Saat itu jarum jam masih menunjukan pukul 05.43 Wita. Ya, sejak berakhirnya larangan mudik di Kaltim, beberapa waktu lalu, penumpang kapal taksi Sungai Mahakam tujuan Samarinda - Melak terus membludak. Bahkan terjadi hampir setiap harinya penumpang padat merayap. Faktor jalan rusak menuju wilayah Kutai Barat, masih menjadi alasan penumpang yang ingin menikmati perjalanan menggunakan transportasi Sungai Mahakam. Begitu juga dengan warga yang membawa kebutuhan sembako, juga lebih memilih angkutan sungai. Selain tarifnya terjangkau alias murah ketimbang roda empat melalui jalur darat trans Kalimantan, transportasi alternatif ini juga menjadi primadona warga di pedalaman Kalimantan Timur, khususnya di Bumi Tanaa Purai Ngeriman. Sebagian besar masih mengandalkan transportasi kapal, baik untuk angkutan penumpang maupun kebutuhan sembako dari Samarinda. Namun di tengah aktivitas dengan meraup untung melimpah itu, tanpa sadar nyawa puluhan penumpang kapal ditaruhkan alias terancam. Dengan kapasitas kapal yang kerap kali melebihi kapasitas itu, tak sedikit kejadian penumpang kapal yang tertelan di Sungai Mahakam atau tenggelam. "Bukannya salah para juragan kapalnya saja kalau begini, pemerintah setempat juga turut jadi aktor di balik layar seandainya terjadi musibah tenggelam," ujar salah seorang penumpang kapal tujuan Melak, Yoga kepada media ini. Tingkat pengawasan di lapangan, kata Yoga masih terkesan lemah. Aturan berlayar yang berlaku seharusnya di patuhi dan dijalankan. Tapi fakta berbicara tidak. Justru masih banyak melanggar. "Perannya Dishub dan ASDP harusnya ini. Apalagi masih situasi pandemi. Selain keselamatan penumpang, kesehatannya juga harus diperhatikan. Cukup memeriksa jumlah muatan sesuai aturan, dan mengatur pola sekat tempat tidur penumpang di masa pandemi," terangnya. Kepala UPT Pelabuhan Melak Jumadi sempat berkelakar kala itu, ketika di wawancarai awak media. Dia menyebut, teguran keras sudah dilakukan pihaknya berkali-kali. Namun, selalu dilanggar para nahkoda maupun pemilik kapal. Mereka seolah kebal hukum. "Kewenangan sepenuhnya ada di Propinsi, yaitu dari pihak Syahbandar. Percuma kita yang berucap tak akan di dengar mereka, apalagi dipatuhi," pungkas Jumadi kala itu. Di sisi lain, kondisi tersebut tentu merubah apik nasib para buruh angkut pelabuhan kapal, di tengah situasi pandemi yang tak kunjung berakhir. Seperti dirasakan Anto, buruh di Pelabuhan Sungai Kunjang Samarinda ini saat disambangi wartawan di sela mengangkut barang penumpang dari Kutai Barat. "Sejak hari pertama kapal penumpang mulai beroperasi, nasib kita (buruh) di sini ada perubahan. Penghasilan pastinya bertambah. Selama larangan mudik kan tidak kapal penumpang berangkat," beber Anto, pagi itu. Hal senada pun diakui Sumarni, pedagang asongan yang kerap mengais rejeki sebelum tambat kapal di lepas untuk melayani rute dari dan ke Kubar. "Penumpang full terus, sampai ada yang berebut tempat di lantai dua. Di saat itulah kami memanfaatkan waktu untuk bergegas menawarkan dagangan kepada penumpang. Dan syukurnya banyak yang laku," tandas Marni sapaan akrabnya. (luk/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: