Isu Pergeseran Pilar Jembatan Mahkota II, Ahli: Tak Usah Panik
Ahli konstruksi dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Haryoto meragukan hipotesis mengenai pergeseran pada fondasi salah satu pilar Jembatan Mahkota II. Ia skeptis dengan kesimpulan yang menyatakan ada pergeseran ke kanan sejauh 7 milimeter dan penurunan sedalam 33 milimeter itu.
APALAGI jika hal itu dikaitkan dengan longsor pada areal proyek pembangunan IPA Kalhol yang terjadi sehari sebelumnya. Haryoto menilai, pernyataan itu terlalu dini dan terburu-buru. Pergeseran dalam angka milimeter, katanya, tidak akan begitu berarti dalam perhitungan konstruksi jembatan. Atau setidaknya belum cukup kuat untuk menyimpulkan terjadi pergeseran karena adanya abrasi yang terjadi di sisi barat laut pilar jembatan yang masuk wilayah Kecamatan Palaran. Haryoto bilang, ada beberapa parameter lain yang bisa dilihat. Misalnya, bisa jadi pergeseran sebesar itu hanya karena faktor alamiah. Atau karena proses pembebanan yang terus menerus dalam jangka menengah hingga waktu yang panjang. Atau karena peristiwa montum yang lain. "Itu sesuatu perubahan yang kecil, belum tentu karena longsoran. Mungkin perubahan natural. Akibatnya pembebanan jangka menengah dan panjang," sebutnya, ketika dihubungi Harian Disway Kaltim, Selasa (27/4). Yang penting, lanjutnya, yang harus dipastikan oleh otoritas berwenang bahwa tidak ada perubahan regangan dan tegangan pada kabel jembatan bertipe cable stayed. Sehingga memengaruhi struktur. Jangan hanya dengan pengukuran manual, misal dengan alat total station. Yang mana potensi adanya kesalahan dalam pengukuran dan perhitungannya masih sangat besar. Mantan pejabat di Dinas PUPR Samarinda ini mendorong penggunaan alat electrical monitoring system yang sejatinya dimiliki Pemkot pada jembatan tersebut. Untuk benar-benar mengetahui ada tidaknya pergeseran. "Karena pengukuran dengan alat manual, potensi penyimpangannya bisa sampai puluhan centimeter," imbuhnya. Ia juga mengatakan, belum mengetahui jelas angka pergeseran yang beredar luas. Diperoleh kesimpulannya dengan cara yang seperti apa. "Belum jelas," kata dia. "Kalau milimeter segitu menurut saya belum ada yang berbahaya. Makanya saya sendiri kaget kok jembatan tiba-tiba ditutup cuma gara-gara itu". Meski begitu, ia menyarankan, agar pihak terkait terus melakukan pengamatan terhadap perkembangan pergerakan tanah longsoran atau abrasi. Sebab, jika persoalan tersebut terus meluas, akan berpotensi membahayakan fondasi jembatan. Haryoto juga menyangsikan terkait dengan adanya retakan jalan utama di lantai jembatan, seperti yang terlihat dalam video yang berbedar. Menurutnya itu bisa saja terjadi karena sambungan pengaspalan yang terpisah. Karena berada di atas beton. "Wong retakannya lurus kok. Coba dicek pakai utv," sebutnya. Haryoto juga berharap, agar semua tidak panik. Termasuk Pemkot Samarinda. Yang telah menutup akses lalu lintas yang melalui jembatan itu. Ia menyarankan agar Pemkot Samarinda cukup menurunkan tim untuk memonitor perkembangan keadaan sepanjang waktu. Sampai didapatkan hasil penyelidikan yang lebih kaut dan komprehensif. "Kita bisa lihat adanya pergeseran kalau ada perubahan regangan dan tegangan kabel. Makanya gunakan electric monitoring system. Agar bisa dimonitor secara digital yang lebih valid dan akurat. Kalau memang ada perubahan pada tegangan kabel, pasti terbaca," ungkap Haryoto. Di samping itu, ia berharap agar Pemkot segera bisa memastikan kedatangan tim dari Kementerian PUPR. Yang dinilai lebih ahli di bidang tersebut. Menurutnya, penanganan darurat cukup dilakukan dengan pengamatan terus menerus. Hanya saja untuk penanganan permanen, mengembalikan kondisi semula, memerlukan penyelidikan dan perencanaan komprehensif. TAK ADA IZIN MENIMBUN Sementara itu Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Bidang Bina Marga DPUPR Samarinda, Budi Santoso mengatakan pekerjaan penimbunan tanah di sekitar Jembatan Mahkota II tidak memiliki izin. Pengerjaan proyek Instalasi Pengolahan Air (IPA) Kalhol yang juga mengerjakan penimbunan tanah di sekitar area kerja mereka yang persis di bawah Jembatan Mahkota II, tidak pernah mengajukan izin. "Mereka sudah tahu (ada palung, Red.) dan sudah koordinasi, tetapi mereka enggak ada izin buat pengurukan," ujar Budi Santoso. Pelaksana proyek, menurut Budi, menyatakan penimbunan di atas perairan Sungai Mahakam sebagai metode teknis, sebelum memancang fondasi Instalasi Proyek Pengolahan Limbah. Bagian terdalam (palung) di sekira proyek terletak antara 15-20 meter dari bibir sungai area terdalam. "Mulai awal mereka mengerjaan proyek, presentasi, kami selalu menolak (penimbunan) karena ada aturan menteri yang tidak memperbolehkan dalam radius 150 meter ada bangunan atau kegiatan (selain proyek)," bebernya, Selasa (27/4). Menurut Budi, jika melakukan penurapan terlebih dahulu sebelum melakukan penimbunan tanah, maka kemungkinan abrasi diperkirakan akan kecil terjadi. "Sebenarnya masalahnya diturap. Kalau diturap duluan ya insyaallah mungkin enggak bakal longsor (abrasi)," sebutnya. Disinggung masalah penurapan dan kesalahan teknis yang dilakukan pelaksana proyek, Budi Santoso yang juga pernah menjadi pengawas Jembatan Mahkota II, tidak bisa menjawab lebih jauh. "Saya tidak bisa menjawab ranah tersebut, karena bukan pekerjaan kami. Jadi, saya tidak bisa jawab secara detail. Saya tidak tahu laporan teknis pekerjaan mereka," ungkapnya. Budi Santoso lalu menyampaikan kembali terkait palung di sekitar tanah abrasi, setelah kejadian pada Minggu (25/4) lalu sudah disampaikan juga ke penanggung jawab proyek IPA Kalhol. "Mereka sebut tidak tahu, nah ini bagaimana sih perencanaan kerjanya begitu. Tidak ada minta ke kami (DPUPR) yang lebih tahu di perencana Mahkota II itu. Seharusnya mereka berkoordinasi dulu. Tanya-tanyalah sama konsultannya," sebut Budi Santoso. Kini, Pemkot Samarinda masih menunggu analisa hasil advice rancangan bangunan pertama dari Komisi Keselamatan Jembatan dan Terowongan (KKJT). “Kami belum tahu (pergeseran) ini, ada dampaknya (atau) enggak," tambahnya. "Saya juga sudah menunjuk konsultan jembatan untuk memeriksa kondisi lapangan. Sudah dua hari ini bekerja. Rencana kita lakukan pemantauan berkala selama satu minggu berturut-turut, apakah ada pergerakan lagi," tutupnya. (das/bdp/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: