Nelayan Jarang Melaut, Daya Beli Turun

Nelayan Jarang Melaut, Daya Beli Turun

Tanjung Redeb, Nomorsatukaltim.com – Turunnya hasil tangkapan laut maupun perikanan memang benar-benar terjadi, tak hanya secara keseluruhan di Kalimantan Timur. Khususnya di Kabupaten Berau juga.

Penurunan terjadi selama tahun 2020. Tercatat di Dinas Perikanan Berau, sepanjang tahun 2020 jumlah tangkapan ikan Berau hanya 18.988 ton dan perairan umum daratan 1.460 ton. Angka ini jauh lebih rendah dari tahun 2019 yang mencapai 20.529 ton, dan perairan umum daratan mencapai 1.528 ton. Jika dikalkulasikan, pada tahun 2020 produksi perikanan tangkap Berau hanya 20.448 ton, dan 2019 sebesar 22.058 ton. Dikatakan Kepala Dinas Perikanan Berau Tenteram Rahayu, pada tahun 2020 terjadi pandemik yang cukup parah. Sehingga berdampak terhadap aktivitas para nelayan. “Nelayan pada tahun kemarin itu jarang melaut, lalu yang kedua rendahnya daya beli masyarakat. Wajar saja kalau produksi hasil tangkapan ikan laut kita anjlok juga,” jelasnya, Senin (26/4). Selain nelayan tidak melaut, dan dan daya beli masyarakat yang menurun. Anjloknya hasil tangkapan ikan laut tak lepas dari musim lanina. Itu juga menjadi pengaruh. Penurunan juga terjadi bukan saja pada tangkapan ikan laut tapi pada sektor perikanan budidaya. Dijelaskannya, sepanjang tahun 2020 sektor ini hanya mampu menghasilkan 2.259 ton. Sedangkan tahun 2019 itu mencapai 2.356 ton. “Tahun 2020 budidaya tambak hanya 1.754 ton. Budidaya kolam 344 ton, budidaya keramba 21,08 ton dan budidaya jaring apung 139 ton,” bebernya. Kendati sempat mengalami keterpurukan hasil produksi perikanan. Tenteram mengklaim, sejak sejak awal tahun 2021 sudah mulai membaik. Nelayan sudah kembali melaut dan daya beli masyarakat sudah kembali tumbuh. Menurutnya, ini terjadi setelah adanya kelonggaran dari pemerintah yang memperbolehkan restoran kembali buka atau akses antar kabupaten di Kaltim juga tidak seketat tahun 2020 lalu. Apalagi bukan hanya memenuhi kebutuhan lokal ikan-ikan dari laut Berau, juga untuk memenuhi pasar luar Berau. “Harapan kami ini terus berjalan dengan baik. Jadi perekonomian para nelayan kami juga pulih. Apalagi beberapa hasil produksi ikan kita ada dikirim keluar negeri seperti budidaya ikan kerapu yang dikirim ke Hong Kong dan Tiongkok,” tutupnya. Diberitakan sebelumnya, tangkapan hasil laut dan perikanan di Kalimantan Timur terjun bebas selama pandemik. Data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim, tangkapan hasil laut atau perikanan umum hanya 158.709 ton sepanjang 2020. Padahal, setahun sebelumnya mencapai 248.919 ton. Jika ditambah dengan hasil budidaya, secara keseluruhan produksi perikanan Kaltim sebesar 306.907 ton. Lebih rendah dibandingkan total produksi 2019 yang mencapai  386.213 ton. Situasi ini berbanding terbalik dengan jumlah konsumsi ikan masyarakat yang terus meningkat. Pada tahun 2016 misalnya, konsumsi ikan hanya 46,41 kg/kapita. Lalu naik menjadi 47,05 kg/kapita setahun kemudian. Pada 2018, konsumsi naik lagi menjadi 48 kg/kapita. Setahun kemudian melompat menjadi 52,28 kg/kapita dan terakhir 53,18 kg/kapita pada 2020. Peningkatan konsumsi yang tak diimbangi dengan produksi hasil laut membuat Kaltim harus mendatangkan dari luar daerah. Terkait kondisi ini, Kepala DKP Kaltim, Riza Indra Riadi menyebut, pihaknya terus melakukan upaya peningkatan hasil laut dan perikanan di Kaltim. Salah satunya dengan upaya penetapan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZP3K). Penetapan aturan itu, saat ini tinggal menunggu nomor register dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah (Perda). Melalui RZP3K ini, nantinya diharapkan pemanfaatan sumber daya laut di wilayah pesisir dapat lebih optimal. Dari rencana zonasi itu, DKP akan memetakan antara budidaya laut dan darat, derah pelabuhan, serta alur kapal. Tujuannya, untuk memelihara dan menjaga keberlangsungan hidup ekosistem laut. "Seperti rumput laut, mangrove, dan terumbu karang. Karena itu habitat ikan kita. Kalau itu hilang, habis juga ikan kita," ungkap Riza. DKP juga berencana membangun kawasan reservasi untuk melindungi ikan air tawar. Terutama ikan-ikan lokal yang dinilai sudah mulai langka. Seperti haruan, jelawat, papuyu, biawan, dan udang gala. Caranya, dengan memberikan bantuan benih ikan tersebut kepada masyarakat untuk dibudidaya. Strategi itu, juga diharapkan dapat mengurangi pelaku illegal fishing. Yang menjadi penyebab utama kelangkaan ikan-ikan lokal. "Dengan adanya budidaya, pelaku illegal fishing akan menyerah sendiri. Karena kolam dijaga langsung oleh pemiliknya. Kalau di sungai kan, tidak ada yang jaga," jelas Riza. Namun karena masih dalam kondisi pandemi, Riza tidak bisa menjamin program itu akan segera terealisasi. Karena terkendala refocusing anggaran yang dialihkan pada penanganan COVID-19. */ZUH/APP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: