Menahan Laju Kemiskinan Baru di Kaltim

Menahan Laju Kemiskinan Baru di Kaltim

Pandemi COVID-19 menyebabkan dampak negatif pada indikator makro pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Pertumbuhan ekonomi terkontraksi sebesar minus 2,85 persen. Akibatnya, pengangguran meningkat 6,87 persen. Harapan muncul dari proyek pembangunan ibu kota negara baru.

PEMERINTAH Kaltim terus berupaya menekan angka kemiskinan akibat wabah pandemi global. Selama setahun lebih COVID-19, telah meningkatkan eskalasi kemiskinan menjadi 6,64 persen. Sementara tahun 2019, angka kemiskinan lebih rendah, hanya sebesar 5,91 persen. Sementara akumulasi indeks pembangunan manusia (IPM) menurun menjadi 76,24 pada tahun 2020, sedikit menurun di bandingkan setahun sebelumnya yang mencapai 76,61. Data Bank Indonesia Kalimantan Timur menyebutkan ekonomi daerah ini mengalami kontraksi paling dalam selama 10 tahun terakhir. Dan seperti sudah pembaca ketahui, sektor paling utama yang memengaruhi kondisi ini ialah kinerja pertambangan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tambang, longsor di angka minus 4,58%. Padahal setahun sebelumnya masih positif 4,77%. Laporan BI yang dirilis pekan lalu juga menyebut banyaknya izin usaha pertambangan (IUP) terkena dampak negarif dari risiko harga yang menurun, akibat permintaan negara tujuan yang rendah. “Hal itu menyebabkan beberapa IUP menahan produksi dan merevisi kuota. Sementara proses kerja tetap berjalan seperti biasa meski dengan menerapkan split operation,” kata Kepala BI Perwakilan Kaltim, Tutuk SH Cahyono. Dampak selanjutnya ialah mobilitas tenaga kerja dan bahan baku yang sempat terganggu, sehingga pekerjaan proyek tertunda. Akibatnya, realisasi investasi tersendat seiring melemahnya likuiditas dan realokasi anggaran belanja. Peristiwa lain yang ikut memengaruhi ialah terhentinya operasional kilang minyak Balikpapan pada triwulan II akibat permintaan BBM yang rendah. Belum lagi penurunan aktivitas masyarakat yang mendorong penutupan hotel dan restoran. “Akibatnya, banyak PHK yang menyebabkan daya beli masyarakat secara umum melemah,” imbuh Tutuk Cahyono. Meski begitu Gubernur Kaltim, Isran Noor mengklaim, penurunan indikator pembangunan akibat dampak COVID-19 itu, masih lebih rendah. Dibanding  perkiraan pemerintah saat penyusunan RKPD tahun 2020 lalu. Pada saat itu, Pemprov Kaltim memperkirakan angka kemiskinan akan meningkat sampai dengan 7,09 persen. "Untuk itu, saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya bagi segenap pihak, terutama masyarakat Kaltim, yang telah bekerja sama dalam kondisi yang sangat sulit saat ini," ujar Isran, Kamis (22/4). Isran mengharapkan dengan adanya program vaksinasi COVID-19 yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah, dapat membentuk imunitas masyarakat. Dan aktivitas sosial ekonomi kembali meningkat. Sementara itu, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menyebut selain disebabkan oleh COVID-19. Meningkatnya angka kemiskinan Kaltim juga disebabkan oleh banyaknya pendatang dari luar daerah yang masuk ke Kaltim. Sehingga menambah angka masyarakat miskin baru di Benua Etam. "Kaltim ini, ibarat gula bagi seluruh daerah. Se-Kalimantan itu, Kaltim yang paling banyak didatangi," ujarnya kepada awak media, Kamis (22/4). "Angka kemiskinan itu bukan karena kita tidak membangun. Tapi karena banyaknya pendatang yang menjadi penambah angka kemiskinan," sambung Hadi. Meski begitu menurutnya, angka peningkatan kemiskinan di Kaltim masih relatif rendah. Ia pun optimistis, angka kemiskinan di Kaltim ini dapat diatasi. Pemerintah provinsi bahkan telah menyiapkan beberapa upaya dalam rangka mengatasi angka kemiskinan di Kaltim. Salah satunya dengan program pembangunan perumahan rakyat layak huni bagi masyarakat miskin. "Kategori kemiskinan yang paling jadi sorotan itu, masalah kepemilikan rumah. Makanya program kita adalah membangun atau merehab rumah layak huni," jelasnya. Hadi menyebut, program itu akan didukung dengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari seluruh perusahaan aktif di Kaltim. Dan pemprov, akan mulai melaksanakan program pembangunan perumahan rakyat itu, pada tahun ini. Direncanakan, sebanyak 200 ribu rumah di 10 kabupaten/kota akan dibangun melalui program tersebut. "Syarat-syarat penerimanya sedang dibuat. Yang jelas masyarakat miskin," tandasnya. Ia berharap, program ini dapat membantu masyarakat tidak mampu untuk memiliki rumah layak huni. SINYAL POSITIF Memasuki tahun 2021, indikator ekonomi Kalimantan Timur menunjukkan perbaikan. Sinyal perbaikan tercermin dari kenaikan ekspor migas dan nonmigas. Apalagi, belanja pemerintah juga terus meningkat. Pada Februari 2021 tercatat net ekspor impor sebesar USD 1,17 miliar. Naik di banding Januari sebesar USD 1,14 miliar. Peningkatan net surplus ini disebabkan naiknya nilai ekspor migas di tengah penurunan impor migas. Sedangkan untuk ekspor nonmigas, pertumbuhan mencapai 17,89%, pada Februari 2021. Selain naiknya ekspor migas dan nonmigas, perbaikan ekonomi juga bisa dilihat dari perkembangan keyakinan konsumen dan aktivitas ekonomi masyarakat. Hasil survei BI Kaltim pada bulan ini, menunjukkan indeks keyakinan konsumen melesat, melewati level optimis, dengan catatan sebesar 117. Kondisi ini dipengaruhi peningkatan indeks ekonomi. BI juga menyebut optimisme pembaikan ekonomi terlihat dari stabilitas keuangan Kaltim, dan perkembangan suku bunga perbankan. Untuk pertumbuhan pembiayaan di sektor utama lokasi proyek pertambangan tercatat Rp 13,77 triliun. Kemudian sektor industri Rp 6,90 triliun, konstruksi Rp 12,68 triliun dan perdagangan Rp 16,94 triliun “Secara umum perbaikan ekonomi global telah mendorong perbaikan ekonomi Kaltim, terutama perbaikan produksi dan ekspor batu bara,” pungkas Tutuk SH Cahyono. PARADOKS PEMBANGUNAN Sementara itu Staf Ahli Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bidang Pemerintahan, Suhajar Diantoro mengatakan pembangunan daerah merupakan sebuah paradoks. Di satu sisi sumber daya dan anggaran daerah terbatas. Namun keterbatasan itu harus berhadapan dengan keinginan dan usulan yang banyak dari masyarakat. "Mengelola pembangunan itu adalah suatu hal yang berat. Aspirasi masyarakat Kaltim baik melalui DPRD, kabupaten/kota mau pun langsung kepada gubernur. Luar biasa banyaknya. Sementara kemampuan anggaran terbatas," ungkap Suhajar saat ditemui awak media pasca agenda Musrenbang Perubahan RPJMD Kaltim tahun 2019-2023. Di Pendopo Odah Etam, Komplek Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (22/4). Belum lagi, pendapatan daerah yang diprediksi menurun karena guncangan ekonomi akibat pandemi COVID-19. Oleh sebab itu, Suhajar berharap pemerintah provinsi Kaltim dapat menentukan kesepakatan prioritasnya arah pembangunan selama satu tahun ke depan. "Kemana ujung prioritas itu diarahkan? Ya harus ke visi dan misi gubernur. Tak boleh tidak!" tandasnya. Ia juga menyebut, musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) menjadi salah satu langkah untuk menyinkronkan rencana strategis organisasi perangkat daerah (OPD) dan dinas-dinas terkait dengan RPJMD. Termasuk, menyelaraskan pemahaman pemerintah di kabupaten/kota terhadap visi-misi gubernur. "Mereka kan bawa usulan ini bupati/wali kota. Kalau tidak sesuai dengan visi-misi gubernur, ya tidak bisa diakomodir. Kan terbatas," terangnya. Sehingga, kesepakatan bersama antara unsur pemerintahan di Provinsi Kaltim ini, menjadi titik kunci strategis dalam Musrenbang tersebut. Untuk menentukan, kemana arah prioritas pembangunan ini dibawa. Aspirasi masyarakat juga menjadi bagian penting dalam proses pembangunan. Namun, menurut Suhajar karena dihadapkan pada keterbatasan anggaran, aspirasi masyarakat juga perlu dibatasi. "Kita menguji aspirasi itu berdasarkan visi misi. Kalau ada aspirasi yang tidak sesuai dengan visi-misi gubernur. Ya pemerintah harus menyampaikan. Karena pembangunan ini tidak bisa sekaligus jalan semua. Ada prioritas setiap tahunnya," ujarnya menjelaskan. Suhajar juga memaparkan, salah satu isu strategis yang menjadi dasar perubahan RPJMD adalah kondisi pendemi COVID-19. Yang melanda seluruh negeri. Hingga ke pelosok daerah. Sehingga, pemprov Kaltim harus responsif menentukan rencana strategis pembangunan daerah di tengah kondisi pandemi. "Lingkungan strategis sudah berubah. Pandemi COVID-19 mengubah luar biasa segala aspek kehidupan kita. Sehingga, RPJMD Kaltim yang sudah seperuh jalan ini, harus disesuaikan ulang dengan kondisi saat ini." Suhajar juga berpesan kepada Pemprov Kaltim. Agar dapat melakukan upaya optimal dalam penanganan COVID-19 di daerah. Ia menyebut, setidaknya ada 4 indikator keberhasilan pengendalian COVID-19. Di antaranya yakni, angka konfirmasi kasus positif yang menurun, kesembuhan meningkat, kematian menurun, dan rasio ketersediaan tempat tidur yang semakin besar. Sehingga ia berharap, pemprov dapat terus bersatu-padu dalam penanganan COVID-19. "Walau angkanya melandai jangan lengah! Belajar dari kasus India, mudahan tidak terjadi pada kita," harapnya. (krv/fey/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: