Sel-Sel Tidur ISIS yang Mulai Bangkit Kembali
Kader perempuan ISIS sekarang siap untuk berkembang. Sebagai hasil dari generasi baru ekstremis yang kini diinkubasi di berbagai kamp pengungsi Suriah.
KURANG dari dua tahun setelah kehancuran proto-negara asalnya di Irak dan Suriah, kelompok teroris paling terkenal di dunia ISIS menunjukkan tanda-tanda baru dan mengkhawatirkan kebangkitan di Timur Tengah. Demikian menurut analisis Emily Przyborowski di The National Interest. Tahun 2020, Negara Islam (ISIS) secara dramatis meningkatkan serangannya di Irak dan Suriah. Hal ini menunjukkan bahwa mereka masih dapat merebut kembali wilayah dan merekrut anggota baru. Pada Januari 2021, kelompok itu mengaku bertanggung jawab atas serangan paling mematikan dalam lebih dari tiga tahun, pengeboman bunuh diri kembar di Baghdad, Irak yang menewaskan sedikitnya 32 orang. ISIS telah berkembang pesat selama pandemi COVID-19 dan berhasil memanfaatkan celah keamanan yang diciptakan oleh penguncian wilayah dan tanggapan pemerintah lainnya untuk berkumpul kembali, melakukan pembobolan penjara, merencanakan serangan canggih, dan menyelundupkan para anggotanya melintasi perbatasan. Menurut Przyborowski, kebangkitan ini sebagian besar berkat kontingen perempuan ISIS. Laporan terbaru, misalnya, menunjukkan bahwa ISIS sekali lagi menjadi sangat bergantung pada kelompok perempuan untuk mendapatkan dukungan logistik di Irak utara dan mungkin mengaktifkan kembali sel-sel perempuan yang tidak aktif. Maka, pada Februari 2021, pasukan keamanan Irak menangkap lima perempuan di Cekungan Hamrin yang sedang membawa uang, makanan, dan pesan untuk kelompok radikal tersebut. Terlebih lagi, para kader perempuan itu sekarang siap berkembang sebagai hasil dari generasi baru ekstremis yang sekarang diinkubasi di berbagai kamp pengungsi dan pengungsi internal (IDP) Suriah. Al Hawl merupakan contoh kasusnya. Kamp pengungsian terbesar di timur laut Suriah, dijalankan oleh Pasukan Demokratik Suriah Kurdi (SDF). Saat ini menampung lebih dari 60 ribu korban ISIS dan anggota keluarga, 94 persen di antaranya perempuan dan anak-anak. ISIS telah lama mendapatkan manfaat dari lingkungan penjara dan pengungsi, yang dapat menjadi tempat berkembang biak untuk indoktrinasi dan jaringan. Al Hawl serta kamp-kamp pengungsi lain seperti itu terbukti tidak berbeda. Menggarisbawahi bahaya yang ditimbulkan oleh fasilitas itu, para pejabat Amerika Serikat (AS) telah memperingatkan bahwa ISIS mengubah Al Hawl dan kamp IDP lainnya menjadi pangkalan aktif untuk operasi kelompok tersebut. Hal itu karena banyak warga Suriah di dalam kamp tetap terhubung dengan dunia luar melalui penggunaan perangkat seluler, memungkinkan mereka untuk tetap berhubungan dengan para anggota ISIS lainnya. Kamp-kamp pengungsi tersebut juga berfungsi sebagai sumber rezeki bagi kelompok teror. Di dalamnya, para anggota ISIS diketahui terlibat dalam penipuan dokumen, pemalsuan, dan berbagai skema pembiayaan. Laporan Departemen Keuangan AS baru-baru ini mencatat, ISIS telah menyalurkan sebagian dari perkiraan USD 100 juta cadangan tunai melalui pertukaran uang informal, dikenal sebagai hawalas, yang berlokasi di kamp-kamp pengungsi Suriah, termasuk Al Hawl. Meskipun perempuan di dalam kamp memiliki dampak yang signifikan terhadap organisasi, ISIS juga dengan cepat mengenali nilai strategis para mantan tahanan. Kelompok itu berfokus untuk mengeluarkan para pengikut yang dipenjara sebagai cara untuk dengan cepat memperkuat pasukannya sambil menorehkan kemenangan propaganda besar dalam prosesnya. Dari 2012 hingga 2013, ISIS meluncurkan kampanye besar yang membebaskan ratusan pejuang dari penjara di Irak, dalam setidaknya delapan pembobolan penjara terpisah dan meletakkan dasar bagi kebangkitan kelompok tersebut hingga menjadi terkenal di kawasan. Keberhasilan kampanye tersebut dan seruan berkelanjutan dari pimpinan grup untuk tindakan serupa telah membuat para ahli memperingatkan bahwa pembobolan penjara tetap menjadi komponen utama dari perencanaan strategis ISIS. Secara lebih luas, Przyborowski mengatakan, ISIS memiliki sejarah menggunakan perempuan dalam bentuk operasi maupun dukungan. Anggota perempuan dari organisasi tersebut telah bertindak tidak hanya sebagai mata-mata dan kurir. Tetapi juga sebagai operator. Banyak militan perempuan ISIS telah dilatih tentang bahan peledak atau bertugas sebagai penembak jitu, pejuang, dan pelaku bom bunuh diri. Penekanan ini mencerminkan realitas yang suram: perempuan sering kali merupakan pendukung ISIS yang paling mumpuni dan bersemangat. Inside Al Hawl, misalnya, perempuan telah berada di garis depan dalam menegakkan interpretasi kelompok Islam yang kejam itu. Menurut satu laporan pada 2019, tahanan perempuan di Al Hawl telah “memaksakan kekhalifahan mereka sendiri” yang dipimpin oleh seorang amir perempuan yang mengatur pengaturan tempat tinggal, aturan pakaian, dan hukuman. Kekhalifahan yang dikelola perempuan itu juga terlibat dalam serangan terhadap narapidana yang bukan pendukung ISIS serta staf fasilitas. Selama 2021, setidaknya terjadi 47 pembunuhan di dalam kamp yang kemungkinan melibatkan anggota ISIS. Banyak di antaranya merupakan penembakan atau pemenggalan gaya eksekusi. ISIS juga menggunakan kondisi yang buruk di dalam kamp untuk tujuan penggalangan dana dan perekrutan. Dalam pidato publik terakhirnya pada September 2019, mantan emir ISIS Abu Bakr al Baghdadi mendesak para anggota ISIS untuk membebaskan perempuan di kamp-kamp pengungsian. Bahkan setelah kematian Baghdadi, upaya propaganda dan penggalangan dana kelompok tersebut telah menggunakan video perempuan dan anak-anak di dalam Al Hawl untuk menyerukan kembalinya kekhalifahan. Pada Mei 2020, laporan pemerintah AS memperingatkan tentang potensi “pelarian massal” tahanan ISIS dari kamp-kamp Suriah setelah kekhawatiran tentang administrasi SDF, kondisi di dalam kamp, serta serangkaian kerusuhan dan upaya pelarian. Kekhawatiran lainnya, perempuan dan keluarga ISIS telah melarikan diri dari Al Hawl dan kamp lainnya dengan membayar biaya penyelundup mulai dari USD 3 ribu hingga USD 100 ribu. Menurut Rojava Information Center, diperkirakan 200 orang diselundupkan dari Al Hawl pada 2020. Sementara itu, sejumlah perempuan yang tetap berada di dalam Al Hawl tampaknya telah menyiapkan kampanye media sosial mereka di Instagram demi mengumpulkan dana yang dibutuhkan untuk membayar penyelundup. Akun-akun tersebut mengunggah dalam bahasa Arab, Jerman, dan Inggris serta terhubung ke akun PayPal yang mentransfer dana ke hawalas di dalam kamp. Kontingen perempuan ISIS dengan demikian tampaknya siap untuk tumbuh membesar dalam ukuran dan kepentingannya. Hal ini pada gilirannya menciptakan pertimbangan unik bagi komunitas internasional. Terlalu sering anggota perempuan dari organisasi teroris diperlakukan sebagai korban dan tidak diawasi dengan cermat seperti rekan laki-laki mereka. Dalam kasus ISIS, Przyborowski menyimpulkan, karakterisasi semacam itu akan menjadi kesalahan serius. Sekaligus salah satu kesalahan yang bisa terbukti sangat merugikan di Timur Tengah dan sekitarnya. (mmt/qn) Sumber: Makin Beringas, Militan Perempuan ISIS Wajib DiwaspadaiCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: