Bea Cukai Ungkap Modus Penipuan Berkedok Pegawainya

Bea Cukai Ungkap Modus Penipuan Berkedok Pegawainya

Kasus penipuan memang sulit diberantas. Selain modusnya yang bermacam-macam, teknologinya turut berkembang pesat. Agar mudah dipercaya, mereka turut berkedok sebagai pegawai instansi negara. Salah satunya berkedok sebagai pegawai Bea Cukai.

nomorsatukaltim.com - Puluhan warga sudah jadi korban kejahatan ini. Dari data Bea Cukai Balikpapan, ada 57 korban penipuan sepanjang tahun lalu. Sementara di triwulan pertama 2021, sebanyak 12 orang yang tertipu aksi ini. Angka ini belum termasuk yang melapor langsung ke kepolisian. Teranyar, adalah salah satu warga Balikpapan yang jadi korban penipuan ini. Mengaku dihubungi oleh pegawai Bea Cukai, ia dinyatakan menang lelang barang elektronik senilai Rp 40 juta. Namun untuk menebus barang lelang itu, korban harus mengirim sejumlah uang untuk pelunasan pajak. Tentu cara lelang seperti ini tak benar. Modus ini yang salah satunya dipakai pelaku untuk memangsa korbannya. Kepala seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi Bea Cukai Balikpapan, Wijaya Arif mengatakan, kasus seperti ini sebenarnya sudah lama dipantau oleh pihaknya. Banyak modus yang digunakan pelaku untuk mengelabui korbannya. Sejauh ini, lanjut Arif, berdasarkan pantauan pihaknya, yang paling sering adalah modus kiriman paket luar negeri, transaksi media sosial, dan lelang tertutup. Dilansir dari laman resmi Bea Cukai, modus kiriman paket luar negeri adalah yang paling sering ditemui di masyarakat. Dikarenakan si pelaku harus terlebih dahulu berkenalan atau membangun kepercayaan selama berbulan-bulan. Modus jenis ini paling banyak menyerang kaum hawa, karena kepercayaan yang telah dibangun oleh si pelaku penipuan dengan motif asmara dan menimbulkan kerugian paling besar. Cara kerja modus ini, setelah pelaku berkenalan dan membangun kepercayaan, pelaku mengaku bahwa dirinya mengirimkan barang kepada korban yang biasanya berisi ponsel, tas, emas termasuk uang. Kemudian, oknum yang mengaku petugas Bea Cukai menyatakan bahwa paket ditahan oleh Bea Cukai karena barangnya melebihi nilai batasan, atau harus bayar bea masuk. Korban biasanya diminta transfer sejumlah uang agar barang dapat dikirimkan ke penerima ke rekening pribadi milik pelaku. Kemudian, modus transaksi media sosial adalah pelaku menawarkan barang pada media sosial khususnya Facebook dan Instagram, dengan harga yang sangat murah jauh di bawah harga pasar. Pelaku menawarkan barang tersebut sebagai sitaan Bea Cukai, tanpa pajak dan sejenisnya. Setelah terjadi transaksi jual beli, oknum pelaku lainnya menghubungi korban mengaku sebagai petugas Bea Cukai. Menyatakan bahwa barang yang dibeli ilegal, dan meminta korban mentransfer uang ke rekening pelaku dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya. Modus ini mayoritas disertai ancaman dan akan dijemput polisi, kurungan atau denda puluhan juta rupiah apabila tidak mentransfer uang. Sementara dalam modus lelang tertutup, pelaku mengatakan bahwa pihak Bea Cukai sedang menyelenggarakan lelang tertutup, tetapi resmi. Pelaku menawarkan lelang melalui beberapa saluran, seperti media sosial, WhatsApp group, atau SMS berantai. Calon korban diminta untuk transfer uang ke rekening pribadi, bahkan sampai disamarkan menjadi rekening bendahara lelang. Padahal diakui Arif, Bea Cukai tidak pernah sama sekali melakukan hal-hal tersebut. "Modusnya tiga itu yang paling sering terjadi. Dengan embel-embel transfer sejumlah uang dan diakhiri ancaman penjemputan polisi atau berakhir penjara," jelasnya, Rabu (7/4/2021). Selain ketiga hal tersebut, ada juga motif asmara. Hal ini sudah pernah terjadi di Balikpapan. Arif menerangkan, saat itu pelaku berkenalan dengan seseorang. Kemudian rela memberi uang atau harapan kepada korbannya dengan janji manis. Namun, setelah sekian lama berhubungan komunikasi, pelaku akan mengaku mendapat masalah dan meminta korbannya untuk mengirim sejumlah uang yang lebih banyak dari yang sudah diberikan. “Dia diajak pacaran dan dijanjikan mau nikah. Dikirim uang atau barang si korban. Sudah beberapa bulan, pelaku ngaku jika dia dapat masalah di tempat kerjanya, dan harus bayar uang kalau enggak dipecat, maka korban pun menurutinya," tambahnya. Dari semua modus yang digunakan pelaku kejahatan penipuan ini, ada satu kesamaan pola. Yakni meminta korbannya untuk mengirim sejumlah uang ke rekening pribadi pelaku. Kemudian pelaku pun akan memblokir nomor telepon korbannya. "Yang perlu diingat masyarakat di sini adalah, Bea Cukai tidak pernah memberi atau meminta transfer sejumlah uang ke rekening pribadi. Itu tidak ada dan tidak pernah dilakukan oleh Bea Cukai," tegas Wijaya Arif. Selain modus di atas, ada tiga modus lain. Seperti modus jasa penyelesaian tangkapan Bea Cukai, modus teman ditahan, dan modus kiriman diplomatik. Dalam modus jasa penyelesaian tangkapan Bea Cukai, pelaku menawarkan jasa dapat membantu menyelesaikan kasus dan mengembalikan barang yang telah disita oleh petugas Bea Cukai. Ini adalah modus double-hit yang menjadi terusan setelah pelaku menjual barang kepada korban, dengan begitu pelaku mendapatkan keuntungan dari barang tipuan dan pemerasan. Kemudian dalam modus teman ditahan, diawali dengan korban yang berkenalan dengan pelaku melalui media daring. Setelah beberapa lama, pelaku menyatakan ingin mengunjungi Indonesia. Pada saat pelaku mengaku sudah sampai di Indonesia, pelaku menghubungi korban dan menyatakan dirinya ditahan karena membawa uang dalam jumlah banyak dan meminta agar korban mentransfer uang agar dirinya dibebaskan. Sementara di modus kiriman diplomatik, pelaku menghubungi korban bahwa terdapat kiriman dengan jenis kiriman diplomatik. Untuk meyakinkan korban, pelaku kadang membuat surat resmi seolah-olah memang benar barang tertahan di Bea Cukai. Selanjutnya, korban diminta untuk mentransfer sejumlah uang agar paket tersebut dapat diteruskan ke penerima. Untuk mengantisipasi kejadian ini terus terulang, sejak awal 2021 lalu, Bea Cukai pun telah bekerja sama dengan pihak Polda Kaltim dan Polresta Balikpapan. (bom/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: