Terdakwa PT AKU Dituntut 15 Tahun Penjara dan Ganti Kerugian Negara

Terdakwa PT AKU Dituntut 15 Tahun Penjara dan Ganti Kerugian Negara

Perkara rasuah di tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU) mendekati akhirnya. Jaksa menuntut masing-masing terdakwa dengan hukuman yang sama. Lima belas tahun penjara, dan ganti rugi lebih dari Rp 14 miliar.

nomorsatukaltim.com - Tuntutan itu dibacakan dalam sidang secara daring yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, Selasa (23/3/2021). Dua terdakwa mantan pucuk pimpinan PT AKU, Yanuar dan Nuriyanto didudukkan sebagai pesakitan. Sebelum sidang agenda pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) dimulai, Hongkun Ottoh selaku ketua majelis hakim, didampingi Lucius Winarno dan Arwin Kusmanta sebagai hakim anggota menanyakan kesiapan terdakwa. Serta menyampaikan alasan penundaan sidang, yang sedianya digelar pekan lalu. Baca juga: Terdakwa PT AKU Akui Pakai Modal Pemprov Kaltim "Kemarin (pekan lalu) tuntutan dari JPU belum siap," jelas Hongkun Ottoh. Usai membuka sidang, hakim lantas mempersilakan JPU membacakan berkas tuntutan kepada kedua terdakwa. Dalam berkasnya, Yanuar dituntut hukuman kurungan selama 15 tahun dikurangi masa tahanan, denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara, dan wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 14.873.322.564. “Jika tidak dibayarkan diganti dengan kurungan selama tujuh tahun enam bulan,” ujar JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim. Senada dengan Yanuar, Nuriyanto juga dituntut hukuman yang sama, yakni 15 tahun penjara dikurangi masa tahanan, dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara. Serta wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 14.873.322.564. “Jika tidak dibayarkan diganti dengan kurungan selama tujuh tahun enam bulan,” tandasnya. Usai membacakan tuntutan, JPU menyerahkan berkas tersebut kepada majelis hakim dan penasihat hukum terdakwa. Hakim lantas membacakan kembali tuntutan yang sudah dibacakan oleh JPU kepada Yanuar dan Nuriyanto. Baca juga: Saksi Meringankan Terdakwa Rasuah PT AKU: “Saya Tidak Tahu Kasus Apa” Hakim: Saudara Yanuar mendengar tuntutan ini? Yanuar: Iya, Yang Mulia. Saat bertanya, hakim sempat mengulang pertanyaan hingga tiga kali, sebelum terdakwa Yanuar menjawab. Jawaban serupa saat terdakwa Nuriyanto saat ditanya ulang majelis hakim. Sebelum menutup persidangan, Hongkun Ottoh menjelaskan, terdakwa mempunyai hak untuk melakukan pembelaan baik secara tertulis maupun lisan. "Jika ada bukti-bukti silakan dilampirkan pada nota pembelaan, silakan dibuat sendiri, atau diserahkan kepada masing-masing penasihat hukumnya," ucapnya "Tuntutannya sudah diserahkan kepada kami dan penasihat hukum kedua terdakwa, nanti silakan dibaca secara detail," tambahnya. Majelis hakim memberikan waktu sepekan bagi kedua terdakwa untuk menanggapi tuntutan JPU. Baca juga: Saksi Ahli Yakin PT AKU Rugikan Negara Dalam persidangan sebelumnya, dua mantan pimpinan PT AKU itu mengaku menggunakan penyertaan modal Pemprov Kaltim. Modal itu digunakan perusahaan bentukannya untuk mengikuti sejumlah proyek konstruksi dan penggalian batu bara. Saat sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, mereka mengakui telah menggunakan dana dari Pemprov Kaltim di luar dari peruntukan. Dana tersebut, salah satunya  justru dipakai untuk usaha penambangan batu bara. Selain itu, dana yang semestinya untuk penyertaan modal PT AKU, digunakan untuk kegiatan proyek pengecoran jalan di salah satu perusahaan bentukannya. Terdakwa mengungkap, saat menjalankan usaha batu bara dan proyek jalan tidak menggunakan nama Perusda PT AKU. Tetapi membawa nama PT Dwi Palma dan CV Daun Segar. Dari dua perusahaan tersebut, diakuinya mereka berdua menjabat pada posisi yang sama, hanya bertukar jabatan. Mereka mengakui, dana yang digunakan oleh PT Dwi Palma dan CV Daun Segar merupakan dana dari Perusda PT AKU yang asal usulnya dari dana penyertaan modal anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kaltim. Dijelaskannya, PT Dwi Palma menjalankan usaha di bidang batu bara di Samboja sejak 2011-2013, sedangkan CV Daun Segar menjalankan usaha di bidang proyek pengecoran jalan di Bontang pada 2009. Sementara saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dihadirkan JPU yakin, dalih kerja sama dengan pihak ketiga yang dilakukan kedua terdakwa, Yanuar dan Nuriyanto melanggar prosedur. Mantan pimpinan PT AKU tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 29 miliar. Berasal dari setoran modal Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar, dan laba perusahaan sebesar Rp 2 miliar. Satu di antara perusahaan yang menjalin kerja sama itu adalah PT Dwi Palma. Perusahaan ini turut serta mengelola dana penyertaan modal Pemprov Kaltim yang dikucurkan ke PT AKU. Padahal, PT Dwi Palma merupakan perusahaan bentukan Yanuar dan Nuriyanto. Di situlah terungkap, kalau keduanya menyalahgunakan uang negara. Modusnya mereka bertukar posisi jabatan di PT Dwi Palma untuk mengelola penyertaan modal dari Pemprov Kaltim. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak BPKP. Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar. Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa dijerat oleh JPU Kejati Kaltim dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (bdp/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: