Pembelajaran Tatap Muka Belum Dapat Restu
Hampir dua pekan empat sekolah di Samarinda menggelar kegiatan belajar secara langsung. Meski belum ditemukan laporan adanya kasus dari kegiatan itu, Satgas Penanganan COVID-19 Kaltim belum memberi izin kegiatan serupa di seluruh provinsi. Samarinda, Nomorsatukaltim.com - RENCANA Pembelajaran Tatap Muka (PTM) menunggu kebijakan pusat. Selain itu kondisi perkembangan kasus di kabupaten/kota, juga menjadi penyebab Satgas Penanganan COVID-19 Kaltim belum memberi lampu hijau.
Juru bicara Satgas, Andi Muhammad Ishak mengakui sikap itu diambil meski pembicaraan ke arah itu sudah dilakukan. "Tergantung kebijakan dari pusat dan perkembangan kasus," terang Andi, Jumat (19/3). Dalam rapat kerja dengan DPR RI, Kamis (18/3), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim menegaskan bahwa sudah sejak awal tahun 2021 pembelajaran tatap muka secara terbatas sudah diperbolehkan. Namun penyelenggaraannya dilakukan dengan berbagai prasyarat, seperti harus dilakukan pada daerah dengan zona hijau dan kuning, serta kewenangannya diberikan oleh Kemendikbud kepada pemerintah daerah masing-masing. Adapun untuk daerah yang termasuk zona hijau dan kuning dari sebaran Covid-19 sudah diperbolehkan untuk menggelar pembelajaran tatap . Namun hingga saat ini di zona hijau hanya 56 persen yang melakkan pembelajaran tatap muka dan pada zona kuning baru 28 persen yang melakukan kegiatan belajar mengajar secara langsung. Untuk itu, pembukaan sekolah tergantung pada keputusan pemda masing-masing. "Sejak Januari 2021, penentuan PTM secara terbatas merupakan hak prerogatif pemda. Pada awal tahun sudah diperbolehkan PTM secara terbatas. Bagi orang tua yang tidak menginginkan anaknya tatap muka itu keputusan mereka untuk anaknya masih di rumah, ujung-ujungnya keputusan itu ada di orang tua. Tapi saat guru sudah divaksinasi, sekolah wajib memberikan opsi tatap muka terbatas," ungkap Nadiem. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sudah berlangsung selama satu tahun, dinilai Mendikbud, dapat berpotensi menimbulkan dampak sosial negatif yang berkepanjangan. Risiko siswa mengalami putus sekolah juga akan meningkat, karena anak terpaksa membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi. Belum lagi adanya penurunan capaian belajar, kekerasan kepada anak, dan risiko eksternal lainnya. "Learning loss yang sifatnya permanen itu akan terus terjadi jika kita tidak segera melakukan tatap muka. Kebijakan ini bertujuan untuk mengakselerasi proses PTM di Indonesia. Kenyataannya hanya 16 persen yang melakukan pembelajaran tatap muka dan 84 persen sisanya PJJ. Ini harus naik cepat, makanya dengan vaksinasi pendidik dan tenaga pendidikan kita akselerasi PTM di sekolah," katanya. TUNGGU VAKSINASI Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Padilah Mante Runa. Sekretaris Satgas Penanganan COVID-19 itu secara tegas menyebut PTM tidak bisa dilakukan, sebelum semua guru telah menerima vaksinasi. "Sekolah kita belum bicarakan, karena semua guru belum divaksin. Kita harus dapatkan herd immunity dulu. Baru sekolah bisa dimulai," ungkapnya. Herd imunity atau kekebalan komunitas baru bisa dicapai jika sebagian besar populasi sudah kebal terhadap infeksi, baik melalui infeksi sebelumnya atau vaksinasi. Sehingga individu yang tidak kebal ikut terlindungi. Untuk mencapai kekebalan kelompok, Kaltim berupaya melakukan vaksinasi terhadap penduduk. Saat ini capaian vaksinasi baru dilakukan terhadap kelompok prioritas, seperti tenaga kesehatan, maupun lansia. Untuk vaksinasi tahap 2 yang termasuk di dalamnya petugas pelayan publik dan guru, baru mencapai 15 persen. Sementara jatah vaksin untuk tahap 2 termin 1 baru tiba di Senin (15/3) sebanyak 13.380 vial. Sementara itu, data Satgas menunjukkan penyebaran kasus di Kaltim memang mulai mengalami penurunan. Meski tidak signifikan. Beberapa daerah juga sudah keluar dari zona merah. Yakni Penajam Paser Utara yang sudah memasuki zona orange. Dan Mahakam Ulu yang berada di zona kuning. Namun, mengingat penyebaran virus yang sangat fluktuatif. Jika nantinya kasus kembali meningkat, bukan tidak mungkin rencana PTM kembali dibatalkan. Apalagi, positivity rate di Kaltim masih sangat tinggi. Dinas Kesehatan Provinsi (Diskesprov) Kaltim melaporkan, angka kasus positif dari jumlah testing sebesar 25,1 persen. Padahal batas maksimal positivity rate dari WHO adalah sebesar 5 persen. Artinya, angka positivity rate Kaltim, lima kali lipat lebih tinggi dari standar WHO. Positivity rate ialah perbandingan antara antara jumlah kasus positif COVID-19 dengan jumlah tes yang dilakukan. Semakin kecil angka positivity rate, dinilai semakin baik penanganan corona. TERUS DIPANTAU Dinas Pendidikan Kota Samarinda terus memantau Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang berlangsung sejak Senin (8/3). PTM di ibu kota provinsi disebut-sebut atas izin Satgas Penanganan COVID-19 Samarinda. Empat sekolah yang menggelar pembelajaran tatap muka perdana ialah SMP Islamic Center, SMP Nabil Husein, SMP 42 dan SD 022 di Berambai. Kepala Disdik Samarinda, Asli Nuryadin mengatakan sekolah yang melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka dipantau secara berkala dan dievaluasi. Sampai sepekan berjalan, Asli Nuryadin menyatakan sekolah menjalankan kegiatan sesuai protokol kesehatan. Yakni sudah melakukan vaksinasi COVID-19, penerapan sistem rotasi, yaitu 50 persen siswa yang masuk dan sisanya belajar melalui daring. Selain itu, dalam melaksanakan belajar tatap muka juga menerapkan jaga jarak, masker, penyediaan tempat cuci tangan, maupun penyemprotan disinfektan. Pelanggaran terhadap ketentuan itu ialah dicabut sebagai Sekolah Tangguh, dan Pembelajaran tatap muka dibatalkan. “Sejauh ini mereka mematuhi persyaratan PTM,” kata Asli Nuryadin. PESIMIS JULI Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Jawad Sirajuddin mengaku cukup pesimis terkait rencana PTM di Kaltim. Menurutnya, Mendikbud dan Menteri Kesahatan perlu bersinergi dan sinkron dalam hal ini. Jangan sampai ketika melaksanakan sekolah di wilayah yang masih zona merah, justru akan membuat sebuah cluster yang akhirnya meningkatkan penyebaran COVID-19 di dalam satu wilayah. "Ya kita harus mengacu bagaimana zona yang masih merah harusnya diturunkan menjadi hijau dilu. Karena kalau masih merah saya pesimis itu berjalan," kata Jawad saat dikonfirmasi Media ini Jumat (19/3). Lanjut Jawad, apabila ingin memaksakan Pembelajaran Tatap Muka di semester ganjil tahun ajaran baru pemerintah harus menurunkan kasus corona. Juga meningkatkan kesadaran penerapan protokol kesehatan. "Jangan sampai nanti satu bulan pertama malah ada COVID-19, kan berat itu," ungkapnya. Terkait sekolah PTM sebenarnya Jawad cukup sepakat, namun jika dilaksanakan di tengah kondisi yang belum stabil ini justru menurutkan akan kembali mengancam keselamatan para murid. Bahkan, orang tua ataupun wali murid pasti tidak tenang. Karena bagi dia, tidak ada jaminan ketika sudah mulai diterapkan PTM para siswa ini dapat menjalankan protokol kesehatan dengan baik. "Tidak ada jaminan juga mereka kebal Covid-19, karena sulitnya mengawasi dan kontrol ketika anak sekolah itu berkumpul," ucapnya. Oleh karena itu bagi dia, jika memang diwajibkan untuk sekolah pembelajaran tatap muka, para kepala daerah perlu melakukan kajian secara mendalam terlebih dahulu, yang kelak akan menghasilkan sebuah kesimpulan dengan berbagai pertimbangan. (krv/aaa/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: