Kenaikan Indeks Pasar Saham Didominasi Sektor Perbankan
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Tahun kemarin memang jadi momen penting bagi pasar saham nasional. Banyak investor dan trader baru. Yang terjun dan mulai berinvestasi di pasar modal. Alasannya tak lain saat itu nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun karena pandemi.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2020, IHSG mencapai level terendah yang terjadi pada 24 Maret. Saat itu COVID-19 mulai masuk ke Indonesia. IHSG terjun bebas ke level 3.937. Atau turun minus 37,5 persen dibanding penutupan perdagangan 2019. Adapun perdagangan terakhir di 30 Desember 2020, IHSG resmi ditutup turun 0,95% di level 5.979,07. Secara year to date (ytd) IHSG terkoreksi 5,13 persen. Kendati secara 6 bulan terakhir melesat 19,8% pada akhir tahun lalu. Tahun ini, IHSG memang mulai pulih. Data BEI mencatat, secara tahunan, IHSG naik 6,09 persen hingga perdagangan sesi I Jumat 12 Maret lalu. Timbul kekhawatiran di kalangan profesional trader. Yang menilai saham blue chip atau saham papan atas. Lebih bisa menjadi andalan di tengah situasi yang tak pasti seperti sekarang. Sebagai informasi saham blue chip atau saham lapis satu, merupakan jenis saham yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar. Nilainya mencapai di atas Rp 10 triliun. Istilah blue chip dipakai dan dikenal secara luas di dunia saham. Setelah diperkenalkan oleh Oliver Gingold, pegawai di Dow Jones 1923. Pengamat pasar modal Leo Herlambang mengatakan, posisi IHSG saat ini pun naik turun. Tapi kecenderungannya mengalami peningkatan. Penurunan yang terjadi, diungkapkan Leo, karena ada posisi currency rupiah ke dolar yang melemah. Nilai penurunannya sampai 14.500. "Beberapa investor juga keluar dari market investasi, sehingga IHSG turun," ucapnya, Senin (15/3/2021). Tetapi, Jumat pekan lalu, Leo mengatakan ada kenaikan IHSG. Hampir 1,5 persen. Meskipun hal itu tidak umum. Karena indeks Hang Seng yang biasanya memiliki keterkaitan dengan IHSG justru mengalami penurunan senilai 2,2 persen. Anomali itu juga terjadi di pasar saham Singapura. Perubahan situasi itu, diungkapkan Leo, terpengaruh oleh jumlah investor. Kini investor bertambah banyak. Dengan jumlah saham yang beredar sedikit. Jika dihubungkan dengan blue chip, menurut analisa Leo secara pribadi, beberapa blue chip harganya justru menurun tajam. Contohnya seperti Unilever, Gudang Garam, dan Sampoerna. "Kita tidak tahu apakah itu satu trik saja untuk mendapatkan harga murah dari mereka yang menyukai blue chip itu," sahutnya. Leo menuturkan, beberapa blue chip yang bisa menguatkan indeks ialah saham perbankan yang besar. Walaupun sektor konsumsi dan komoditas memang menjadi andalan. Tetapi sektor konsumsi memang ada di nilai bawah untuk saat ini. Diterangkan Leo, market kapitalisasi saham perbankan, saat ini dikuasai oleh BCA, BRI, Telkom, Mandiri, Unilever, Astra Internasional, TPIA, Sampoerna, dan yang baru masuk ialah Bank Arto. "Ini adalah hal-hal yang di luar prediksi. Bahwa bank-bank masih mendominasi kenaikan indeks," tambahnya. Kembali ditegaskan Leo, saham blue chip yang tidak terlalu mengalami kenaikan ialah sektor konsumsi. Namun jika masyarakat merasa ragu dan ingin melakukan pembelian saham, pilihan terbaik bisa ke saham perbankan. Mengenai nilai IHSG yang umumnya turun saat Mei, fenomena itu disebut Sale in May. Yang menurut Leo bisa mengubah kebiasaan investor. "Karena turun ya dilakukan penjualan (saham) atau ketika rendah, dilakukan pembelian (saham), kenapa? Orang merasa terburu-buru. Hanya saja hal itu tidak menjamin jika IHSG turun di Mei, relatif, hanya sedikit," pungkasnya. (nad/eny)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: