Warga RT 9 Baru Ulu Balikpapan Tumbang, Diduga Limbah PP Urban
Pekerja perusahaan konstruksi PT PP Urban disinyalir membuang tanah uruk bercampur limbah di Balikpapan Barat. Puluhan warga tumbang, karena tak tahan bau yang ditimbulkan. Pemkot turun tangan, manajemen perusahaan memilih bungkam.
nomorsatukaltim.com - BAU busuk yang menusuk hidung itu awalnya hanya dirasakan oleh warga rukun tetangga (RT) 9, Kelurahan Baru Ulu, Kecamatan Balikpapan Barat. Pekan lalu, warga mulai mencari sumber bau menyengat itu. Tak butuh waktu lama untuk menemukan biang keroknya. Penduduk memastikan aroma bangkai itu dari lahan parkir bekas pelabuhan. Lahan itu lebih dikenal dengan sebutan Gudang Sepuluh. Belakangan diketahui sumber bau berasal dari tanah uruk yang diduga kuat bercampur limbah minyak di kawasan itu. Masalahnya bau menyengat yang tertiup angin laut itu, sampai di rumah-rumah warga dan mengganggu kesehatan warga sekitar. Bau menyengat itu semakin menjadi-jadi saat matahari sedang terik. Beberapa warga mengeluh sakit pada organ pernapasannya. Baca juga: Bau Menyengat di Gedung Sepuluh Ada yang batuk, ada juga yang merasakan mual hingga muntah-muntah. “Kalau saya hitung, awalnya ada 30 orang di sekitar sini yang terdampak,” ujar Ketua RT 9, Baru Ulu, Sarkawi, saat ditemui, Sabtu (13/3/2021). Ia menyebut, tumpukan tanah uruk bercampur limbah itu sudah ada di sana sejak empat hari sebelumnya. Limbah itu diangkut dengan menggunakan truk. Pelakunya diduga pekerja PT PP Urban. Salah satu kontraktor megaproyek perluasan kilang Pertamina (Refinery Development Master Plan -RDMP). “Warga melihat awalnya sejak pagi ada truk yang parkir di sini mencari tempat. Akhirnya diuruklah tanah itu. Ada 46 rit truk bolak-balik menimbun tanah di sini,” ujarnya. Dari truk-truk itulah, Sarkawi mengetahui identitas perusahaan. Selama empat hari belakangan pula, katanya, jumlah warga yang terdampak bertambah. Kini jumlahnya 64 orang, terdiri dari dua RT yakni RT 9 dan RT 42. Batas wilayah kedua RT itu hanya dipisahkah sekitar 6 meter lebar jalan Letjen Suprapto. Mereka semua terpaksa menghirup udara bercampur bau itu. Awalnya warga sempat khawatir lantaran baunya seperti gas. Mereka mengira ada kebocoran tabung gas. “Kami ingin Pertamina turun langsung ke lapangan. Jangan mengorbankan pihak kontraktor. Pertamina seakan lepas tangan,” imbuh Sarkawi. Ia menyebut masyarakat sekitar yang lelah menunggu kepastian penanganan limbah dari pihak terkait, akhirnya mau melakukan mediasi dengan anak usaha BUMN, PT PP (Pembangunan Perumahan) Persero. Hasilnya 64 warga yang terdampak mendapat penanganan kesehatan dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Baru Ulu. “Jadi tadi pagi (kemarin) didatangkan dokter dari Puskesmas Baru Ulu. Sore (baru) datang obatnya. Kan kasihan warga kami. Ada yang pusing ada yang mual,” urainya. Ia berharap Pertamina tetap datang dan berdialog dengan warga terdampak. Sebab Sarkawi khawatir kejadian asal timbun limbah itu bisa terulang lagi di kemudian hari. Sehingga harus ada solusi permanen. “Ini sudah empat hari dan enggak selesai-selesai,” katanya. Belum ada penjelasan dari manajemen PP Urban terkait peristiwa itu. Namun mereka mengerahkan ekskavator dan truk untuk mengangkut sisa-sisa tanah uruk bercampur limbah yang bau menyengat itu. Meski demikian bau yang muncul juga belum hilang. “Kami minta dikeruk sampai sedalam sekitar 50 centimeter. Itu pun sebenarnya belum menjamin baunya hilang,” imbuh tokoh masyarakat Baru Ulu, Burhanuddin Daeng Lalla. Terpisah, Wakil Ketua DPRD Balikpapan Sabaruddin Panrecalle angkat bicara. Ia prihatin dengan temuan itu. Ia menyesalkan jika pengelolaan limbah RDMP tidak sesuai dengan prosedur yang selazimnya. “Tapi kenyataannya di lapangan kok terjadi yang demikian,” katanya. Ia menyebut pemkot dan DPRD Balikpapan akan meminta pertanggungjawaban dan akuntabilitas kinerja pihak-pihak terkait itu, dalam waktu dekat. “Kami akan meminta Komisi III DPRD Balikpapan. Minta klarifikasinya kenapa membuang limbah tidak didasari dengan safety yang bagus,” urainya. Menurutnya, persoalan limbah ini patut dijadikan pelajaran bagi perusahaan lainnya agar lebih memerhatikan proses pembuangan limbah industri. Selain itu, pemilik proyek harus memastikan aktivitasnya tetap aman dan tidak mengganggu aktivitas warga. “Jangan hanya dewan saja. Instansi terkait juga harus memperhatikan itu. Jangan mau ditegur dulu baru mau kasak-kusuk begini,” imbuhnya. Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi menyebut tengah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengatasi masalah itu. Menurutnya, pembuangan limbah di permukiman warga sangat disesalkan. “Ya nantikan Pertamina harus diberi peringatan. Harus dihentikan, tidak boleh membuat gangguan lingkungan kepada masyarakat,” tegasnya. Rizal sudah meminta instansi terkait yakni Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk melakukan pemeriksaan terkait kasus limbah itu. “Hasil (pemeriksaan DLH) belum ada,” singkatnya. "Nanti kita cek karena pasti ada sanksi kalau memang ada pelanggaran. Kita minta Pertamina dan PT Urban harus peka dengan keluhan masyarakat," terangnya.PELANGGARAN PROSEDUR
Dalam kunjungannya ke lokasi, Ahad (14/3/2021), Rizal Effendi menduga adanya pelanggaran prosedur standar operasional. Karena itu, pemerintah akan memanggil Pertamina dan pihak-pihak yang berkaitan. "Sepertinya memang ada pelanggaran SOP di lapangan. Apakah sopirnya atau ada orang lainnya," ujar Rizal Effendi. "Karena rasanya tidak mungkin mereka membuang limbah sembarangan". Saat ini, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sudah memulai investigasi. Menurutnya setiap perusahaan sudah pasti memiliki serangkaian prosedur penanganan limbah seperti lumpur yang mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Sehingga kejadian janggal di Gudang Sepuluh mengundang tanya. "Nanti kami cek karena pasti ada sanksi kalau memang ada pelanggaran. Kita minta Pertamina dan PT Urban harus peka dengan keluhan masyarakat," terangnya. Rizal juga mengimbau masyarakat agar memerhatikan jenis-jenis tanah uruk yang diterima dari hasil pemberian atau pembelian pada suatu perusahaan. "Dicek dulu jenis apa. Tidak boleh serta merta menerima saja, karena mencari yang murah, ternyata melanggar aturan. Masyarakat sendiri harus tahu," tegasnya. Pelaksana Tugas Kepala DLH Balikpapan, Tommy Alfianto mengatakan, setiap perusahaan sudah memiliki prosedur penanganan limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Sehingga pengawasan internal perusahaan tersebut yang harusnya diperketat. "Untuk saat ini karena sudah kejadian, kami harus investigasi. Walaupun itu kewenangan ada di pusat, termasuk izinnya,” imbuh Tommy. “Kita menerima laporan dari masyarakat jadi wajib kita follow up," katanya. Ia menyebut tindakan sementara yang dilakukannya yakni mencegah dampak yang lebih luas. "Kami akan rapat dengan manajemen Pertamina untuk meneliti apakah memang ini ada pelanggaran yang dilakukan vendor atau project," terangnya. DLH juga mengambil sampel dari tanah yang tercampur dengan limbah tersebut. Namun hingga kini hasil penelitian di laboratorium belum memberikan hasil. "Biasanya hasilnya dua minggu, kadang lebih karena spesifikasi. Kadang harus dikirim ke Jawa karena keterbatasan lab kita," imbuhnya.SIAPA PP URBAN?
Berdasarkan situs perusahaan, PT PP Urban merupakan anak perusahaan PT PP (Persero) Tbk. Perusahaan ini bergerak di bidang urban development, konstruksi, dan pracetak. Didirikan pada tahun 1989 dengan nama PT Prakarsa Dirga Aneka, pada awalnya perseroan dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Karyawan PT PP (Persero). Perseroan mula-mula bergerak di bidang perdagangan untuk mendukung perusahaan induknya. Seiring waktu, perseroan kemudian berhasil mengembangkan diri di industri pracetak dan konstruksi. Pada tahun 2008, perseroan berganti nama menjadi PT PP Dirganeka. Fokus bisnis PT PP Dirganeka adalah di bidang konstruksi dan manajemen gedung. Setelah diakusisi oleh PT PP (Persero) pada 2013, perseroan berganti nama menjadi PT PP Pracetak dengan fokus bisnis di bidang konstruksi, manajemen gedung, dan beton precast. Untuk memenuhi visi bisnisnya, PT PP Pracetak melakukan transformasi menjadi PT PP Urban pada 2017. Dengan menjadi entitas baru, perseroan mulai merambah bisnis pengembangan kota, terutama pengembangan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pada proyek RDMP, PP Urban memperoleh kontrak dari Pertamina sebesar Rp 216 miliar bersama ‘saudaranya’ PP Properti. (ryn/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: