Mengikuti Pelayaran Tongkang Batu-Bara (3): Berlindung di Balik Tanjung dan Cerita Warga
Urutannya dari hilir ke hulu, yaitu Desa Muara Kadempala di muara sungai. Kemudian Desa Muara Siran di kilometer 7. Desa Kupang Baru di sekitar kilometer 49. Dan terakhir Desa Mekar Sari.
Berita Terkait:
Menanti Panggilan Dekat Muara Kaman
Dulu, ada aturan ketat yang dibuat warga setempat terhadap tongkang yang lalu lalang di alur tersebut. Yakni, tidak boleh berlayar pada malam hari. Dari pukul 17.00 sore hingga pukul 07.00 pagi. Larangan itu diceritakan Sandi, agar nelayan dari perkampungan tadi bisa melakukan aktivitasnya pada malam hari. Tanpa terganggu hilir mudik puluhan tongkang setiap hari.
"Warga di sini banyak juga yang jadi nelayan. Masih banyak ikan di Sungai ini. Ikan patin, gabus dan ikan baung," ujar Sandi.
Namun akhirnya aturan dilonggarkan. PT Bayan melobi warga di perkampungan. Mengguyurkan CSR berupa bantuan mesin lampu. Kegiatan sosial dan sebagainya. Warga akhirnya membolehkan tongkang tanpa muatan yang menuju hulu untuk berlayar malam hari.
Namun, aturan jam malam tetap berlaku bagi tongkang bermuatan dari hulu ke hilir Sungai Senyiur. Sehingga, tidak jarang tongkang dari hulu yang bermuatan harus melipat arah dan tambat di pinggir sungai. Ketika tiba jam yang ditentukan belum sempat keluar dari sungai tersebut.
Alur Sungai Senyiur, normalnya diarungi selama 20 jam. Jika dalam kondisi arus deras akibat banjir, bisa lebih lama bagi kapal yang berlayar ke hulu. Dan lebih singkat bagi tongkang dari hulu ke hilir. Meskipun akan lebih berbahaya dan sulit mengendalikan tongkangnya.
Tantangan lainnya beroperasi di alur Sungai Senyiur ialah keberadaan usaha keramba ikan milik warga perkampungan setempat. Tapi itu dulu. Sebelum PT Bayan Resources Tbk membeli lahan di bantaran sungai yang ditempati warga membudidayakan ikan air tawar.
"Dulu susah kami kalau beroperasi di sini. Karena banyak keramba ikan warga kampung. Kalau ditabrak atau tersenggol sedikit saja, kita ganti rugi," ungkap Kapten Jumardin.
Jangankan disenggol, terkena gelombang tongkang lewat saja, pemilik keramba bisa saja mengklaim kerambanya rusak. Ikan-ikannya terlepas. Ganti ruginya bisa sampai ratusan juta. "Dulu sebelum keramba-keramba itu dibebaskan Bayan, sering tongkang di sini dikejar oleh warga kampung. Pernah ada yang diminta tebusan sampai Rp 300 juta," tuturnya.
Padahal, lanjutannya, tidak jarang keramba itu baik-baik saja. Atau justru tidak ada ikannya. Mirip sebuah jebakan. Terkadang juga, warga memasang pancing di pinggir sungai. Lalu mengklaim kepada para tongkang yang melintas bahwa pancingannya rusak terkena gelombang tongkang. Atau terseret tongkang. "Kadang-kadang dibilang sampai ratusan mata pancing di satu tempat," ucapnya.
Lisa 53 memasuki muara sungai pukul 17.45 . Menjelang petang 14 Februari 2021. Semula pelayaran berjalan mulus. Hanya ketika bermanuver di sungai yang menikung. Tongkang benar-benar memakan seluruh lebar sungai. Yang membuat assist diburitan tongkang kerepotan. Kecepatan pergerakan kapal pada skor 3.0 Kn. Terkadang 2.0 dan 1.5 Kn.
Namun, situasi berubah saat tengah malam, sekitar pukul 01.30 dini hari. Pelayaran tugboat yang menarik tongkang Lintas Samudera 68 ini mulai sering tersendat. Radio komunikasi tak pernah berhenti berbunyi. Suara para juru mudi saling bersahutan.
Ada sekitar delapan tongkang yang melaju dari hulu. Yang memaksa Lisa 53 harus berhenti atau mengurangi kecepatan ketika berpapasan. Tongkang tanpa muatan itu bekali-kali harus berlindung di balik tonjolan daratan setiap tikungan. Mereka menyebutnya sebagai tanjung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: