Mengikuti Pelayaran Tongkang Batu-Bara (3): Berlindung di Balik Tanjung dan Cerita Warga

Mengikuti Pelayaran Tongkang Batu-Bara (3): Berlindung di Balik Tanjung dan Cerita Warga

Sungai Senyiur yang milintasi Kukar dan Kutim, menjadi ujian berat bagi para juru mudi kapal tunda (tongkang). Sudah banyak kisahnya. Kapten menyerah di medan ini. Bahkan yang sudah berpengalaman sekali pun. PT Bayan Resources, Tbk akhirnya memberdayakan warga sekitar. Sebagai pemandu perjalananan. Selain mengurangi risiko kasus, juga menggairahkan perekonomian lokal.

--------------

Pewarta: Darul Asmawan

PERJALANAN Kapal Lintas Samudera (Lisa) 53 dari Tanjung Batu (Kukar) menuju Muara Ancalong (Kutim)  berlanjut. Sang Kapten Jumardin harus melepaskan kemudi ke tangan Sandi—warga sekitar yang menjadi pemandu kapal.

"Saya sudah hampir dua tahun beroperasi di sini, tapi kita tidak usah ambil risiko. Terlalu berbahaya. Kita serahkan ke pandu yang lebih paham alur ini," ujar Jumardin kepada nomorsatukaltim.com.

Sudah banyak pula cerita tongkang terbalik. Tongkang terdampar di daratan. Dan kejadian-kejadian lain di aliran anak Sungai Mahakam ini. Itu sebabnya, PT Bayan Resources, Tbk, perusahaan yang memroduksi dan menyalurkan batu bara melalui sungai itu, menyiapkan pandu dan kapal assist. Bagi setiap tugboat gandeng yang memuat batu bara dari Senyiur.

Maka, Jumardin menyerahkan sepenuhnya kendali kapal kepada Sandi untuk berlayar di Sungai Senyiur malam itu, Minggu (14/2) malam. Dibantu KM Citra Belayan 07 sebagai assist. Para pandu dan assist ini bekerja untuk sebuah badan usaha berbentuk CV. Yang dibentuk masyarakat setempat. Lalu berkontrak dengan Bayan.

Sandi, warga Desa Muara Siran itu mengaku diupah Rp 1,3 juta. Itu untuk sekali trip memandu tongkang keluar masuk Sungai Senyiur. Sementara kapal assist dibayar Rp 1,7 juta per trip. Ditambah biaya BBM Rp 1 juta. Dan premi atau bonus pemandu dan assist Rp 1 juta untuk sekali trip. Total biaya sekali trip Rp 5 juta. Berdasarkan cerita Sandi, dalam sehari berkisar ada 10 kapal tongkang yang masuk Sungai Senyiur.

Sandi dapat dua keuntungan. Selain diupah setiap perjalanan, juga mendapatkan uang sewa kapal. Karena kapal assist itu milik warga sendiri, namun disewakan kepada badan usaha CV yang dikelola oleh warga. Itu karena PT Bayan mengharuskan kerja sama dengan badan usaha. Bukan per orangan.

"Kapal untuk assist ini milik kami sendiri. Hitungannya disewa oleh CV itu Rp 10 juta per bulan," jelas Sandi.

Ia sudah tiga tahun menjadi pandu bagi kapal tunda di Senyiur. Dalam sebulan, ia bisa sampai delapan kali memandu keluar masuk sungai. Sebenarnya, kata Sandi, pandu itu hanya wajib bagi kapal atau kapten yang baru beroperasi di wilayah itu. Setelah mulai paham alur, mereka boleh membawa sendiri kapalnya.

Namun umumnya, butuh waktu lama bagi setiap kapten dan juru mudi kapal untuk mempelajari alur Senyiur. "Rata-rata kapten yang baru pertama kali masuk di sini menyerah. Ada yang hanya sekali, setelah itu tidak pernah datang lagi," cerita pria bertubuh gempal dan rambut ikal itu.

"Apalagi yang terbiasa beroperasi di laut lepas. Atau sungai yang lebih luas".

Alur pelayaran Sungai Senyiur memang menantang. Rutenya meliuk-liuk. Sempit, dangkal dan berarus deras ketika sedang banjir di hulu. Yang paling diwaspadai ialah permukiman di sisi sungai.

Ada empat desa di bantaran Sungai Senyiur. Setidaknya yang dilalui dalam pelayaran dari muara ke Desa Senyiur. Tempat dermaga pengisian batu bara milik PT Bayan. Yang sepanjang 102 kilometer itu. Bayan memberi penanda, setiap satu kilometer di sisi sungai. Jarak itu separuh dari panjang Sungai Senyiur, dari yang terlihat di peta spasial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: