Sidang PT AKU, 2 Terdakwa Minta Perpanjangan Waktu

Sidang PT AKU, 2 Terdakwa Minta Perpanjangan Waktu

Majelis hakim memberi perpanjangan waktu kepada terdakwa rasuah Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU). Usai kedua terdakwa tak dapat menghadirkan saksi meringankan di muka sidang.

nomorsatukaltim.com - SIDANG yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda menghadirkan dua terdakwa; Yanuar selaku mantan direktur utama, dan Nuriyanto selaku mantan direktur umum. Keduanya adalah pucuk pimpinan PT AKU yang didakwa menyalahgunakan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim dengan modus investasi bodong. Majelis hakim yang dipimpin Hongkun Ottoh, didampingi Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusmanta sebagai hakim anggota, lantas membuka persidangan yang digelar Senin (22/2/2021) siang itu. Sementara kedua terdakwa menjalani sidang dari balik Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIA Samarinda. Ketua Majelis Hakim setelah mengetuk palu, langsung melempar sejumlah pertanyaan kepada kedua terdakwa. "Bagaimana terdakwa, apakah sehat?" tanya majelis hakim. "Sehat, Yang Mulia," jawab kedua terdakwa. Setelah itu, Hongkun Ottoh langsung melemparkan pertanyaan mengenai saksi yang akan dihadirkan. Keduanya kompak menjawab belum dapat menghadirkan saksi tersebut, dan meminta perpanjangan waktu. Ketua Majelis Hakim pun menanyakan apakah tetap akan diajukan saksi yang sedianya dihadirkan pada kemarin. "Tetap mau diajukan, Yang Mulia," jawab keduanya. "Kita sudah menghitung masa tahanannya, mengenai ahli yang anda ajukan. Minggu depan kesempatan terakhir. Kalau tidak, akan dilewatkan dan akan fokus ke tuntutan," tegas ketua majelis hakim. Hongkun melanjutkan, penundaan menjadikan ada waktu untuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyusun tuntutannya. Kuasa hukum juga bisa menyusun pembelaannya dan, hakim dapat menyusun putusannya. "Apakah ada yang ditanyakan terdakwa?" tanya majelis hakim. "Tidak ada, Yang Mulia," sebut keduanya. Setelah mendengar pernyataan dari kedua terdakwa, sidang kemudian ditutup oleh Majelis Hakim. Sidang akan kembali dilanjutkan pada Senin (1/3/2021) mendatang. Terpisah, JPU dari Kejaksaan Tinggi Kaltim, Zaenurofiq ditemui usai persidangan mengatakan, sedianya agenda persidangan ialah terdakwa menghadirkan saksi yang meringankan. Hanya saja terdakwa tidak dapat menghadirkannya di dalam persidangan. "Sehingga kedua terdakwa meminta kepada majelis hakim untuk mengajukan sekali lagi saksi yang meringankan dirinya. Untuk sidang pada Senin mendatang (1/3/2021)," ungkap Rofiq, sapaan akrabnya, Senin (22/1/2021). Menyinggung pada persidangan sebelumnya, kedua terdakwa sudah diberi kesempatan waktu untuk menghadirkan saksi yang meringankan dalam persidangan kemarin. "Yang jelas pada sidang sebelumnya, terdakwa sudah diberikan kesempatan untuk menghadirkan saksi, karena ini kepentingan dari terdakwa sendiri," ungkap Rofiq. Permohonanan pepanjangan diberikan, lanjut Rofiq, lantaran memang hak terdakwa yang diberikan majelis hakim. Namun jika tidak hadir, maka akan dilakukan pemeriksaan kepada terdakwa. Rofiq pun menyampaikan, JPU tidak mengetahui siapa yang akan dihadirkan. Fokusnya tentu pada apa yang disampaikan saksi nantinya ketika hadir di dalam persidangan. "(JPU) akan mengikuti dan akan memeriksa keterkaitannya dan substansi keterangannya (saksi dari terdakwa)," pungkasnya. Dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dihadirkan JPU yakin, kerja sama dengan pihak ketiga yang dilakukan kedua terdakwa, Yanuar dan Nuriyanto melanggar prosedur. Mantan pimpinan PT AKU tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 29 miliar. Berasal dari setoran modal Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar, dan laba perusahaan sebesar Rp 2 miliar. Satu di antara perusahaan yang menjalin kerja sama itu adalah PT Dwi Palma Lestari. Perusahaan ini turut serta mengelola dana penyertaan modal Pemprov Kaltim yang dikucurkan ke PT AKU. Padahal, PT Dwi Palma Lestari merupakan perusahaan bentukan Yanuar dan Nuriyanto. Di situlah terungkap, kalau keduanya menyalahgunakan uang negara. Modusnya mereka bertukar posisi jabatan di PT Dwi Palma Citra Lestari untuk mengelola penyertaan modal dari Pemprov Kaltim. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak BPKP. Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar. Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa dijerat oleh JPU Kejati Kaltim dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (bdp/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: