Sidang Korupsi PT AKU, Mantan Karyawan PT Dwi Palma Lestari Bersaksi
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com – Agenda persidangan rasuah PT Agro Kaltim Utama atau PT AKU berlanjut ke pemeriksaan saksi meringankan dari terdakwa, Senin (15/2/2021). Persidangan yang digelar secara daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda itu menghadirkan mantan karyawan PT Dwi Palma Lestari, Muhammad Reza.
Diketahui, PT Dwi Palma Lestari merupakan perusahaan bentukan dua terdakwa dalam kasus ini, Yanuar dan Nuriyanto. Keduanya pun merupakan mantan pucuk pimpinan Perusahaan Daerah (Perusda) PT AKU, yang diduga menggunakan PT Dwi Palma Lestari dan perusahaan lainnya sebagai modus untuk menikmati uang penyertaan modal yang disetor Pemprov Kaltim. Dalam persidangan, saksi telah bekerja di PT Dwi Palma Lestari sebagai operasional dan staf administrasi, mulai 2008 hingga 2013. Dikatakannya, awalnya perusahaan ini bergerak di bidang sawit. Kemudian beralih bergerak di bidang tambang. Saat ditanya oleh hakim terkait pendirian PT Dwi Palma Lestari, saksi mengatakan tahu jika pada akta pendiriannya, kedua terdakwa merupakan direksi pada perusahaan itu. "Di luar nama kedua terdakwa saya tidak mengetahuinya yang mulia," jawabnya kepada hakim, seperti diucap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim. Lebih lanjut kata Rofiq –sapaan akrab Zaenurofiq-, dalam persidangan saksi menjelaskan kegiatan usaha PT Dwi Palma Lestari. Dalam perjalanannya, perusahaan itu mendapatkan kucuran dana dari Perusda perkebunan atau PT AKU. Namun secara teknis anggaran ia tidak mengetahui. "Saksi tidak dapat secara detail menerangkan peran terdakwa dalam persidangan terkait dengan penyimpangan yang dilakukan oleh kedua terdakwa." terang Rofiq. Persidangan selanjutnya akan dilaksanakan Senin (22/2/2021) depan, dengan agenda terdakwa akan kembali menghadirkan satu saksi yang meringankan. Ditambahkannya, jika saat persidangan nanti terdakwa tidak dapat menghadirkan saksi, maka agenda akan langsung masuk ke pemeriksaan terdakwa. Dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dihadirkan JPU yakin, kerja sama dengan pihak ketiga yang dilakukan kedua terdakwa, Yanuar dan Nuriyanto melanggar prosedur. Mantan pimpinan PT AKU tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 29 miliar. Berasal dari setoran modal Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar, dan laba perusahaan sebesar Rp 2 miliar. Satu di antara perusahaan yang menjalin kerja sama itu adalah PT Dwi Palma Lestari. Perusahaan ini turut serta mengelola dana penyertaan modal Pemprov Kaltim yang dikucurkan ke PT AKU. Padahal, PT Dwi Palma Lestari merupakan perusahaan bentukan Yanuar dan Nuriyanto. Di situlah terungkap, kalau keduanya menyalahgunakan uang negara. Modusnya mereka bertukar posisi jabatan di PT Dwi Palma Citra Lestari untuk mengelola penyertaan modal dari Pemprov Kaltim. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar. Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa dijerat oleh JPU Kejati Kaltim dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (bdp/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: