Pasar Saham Pekan Ketiga Februari Minim Sentimen Positif

Pasar Saham Pekan Ketiga Februari Minim Sentimen Positif

Balikpapan, nomorsatukaltim.com – Paket stimulus fiskal Amerika Serikat pekan ini masih menjadi sentimen utama pasar saham. Demikian diungkapkan Analis Saham Hans Kwee dalam proyeksi pergerakan saham pada minggu ketiga Februari 2021.

Ada beberapa sentimen yang mempengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan ini. Pertama, saat ini Presiden AS Joe Biden meminta bantuan dari kelompok bipartisan pejabat lokal wali kota dan gubernur untuk rencana bantuan virus corona senilai USD 1,9 triliun. Kubu Partai Demokrat di Kongres Amerika juga bergerak cepat untuk mendorong paket bantuan COVID-19 senilai USD 1,9 triliun yang diusulkan Joe Biden. Kubu Demokrat berusaha meloloskan stimulus fiskal ini di kongres tanpa dukungan Partai Republik. Kemungkinan RUU ini akan disahkan sebelum 15 Maret. Lolosnya paket stimulus fiskal AS ini sangat penting karena Yellen berpendapat lapangan kerja AS sulit pulih tanpa dukungan paket bantuan pandemi sebesar USD 1,9 triliun. Optimisme paket stimulus fiskal AS terlihat dari imbal hasil US Treasury 10 tahun naik mendekati level tertinggi Maret 2020. Karena investor berspekulasi pada pemulihan ekonomi Amerika lebih cepat dibandingkan banyak negara lain. Sentimen kedua menurut Hans Kwee, setelah kenaikan yang kuat pasar saham sejak awal tahun. Reli pasar saham tampaknya mulai melambat. Faktor stimulus fiskal AS dan pelaksanaan vaskin sebenarnya telah didiskon oleh pasar lewat kenaikan yang terjadi. Di Amerika Serikat, akhir pekan kemarin investor terlihat berburu saham-saham energi, finansial dan saham dari sektor material. Investor Amerika Serikat mulai melepas saham-saham teknologi dalam mengantisipasi stimulus fiskal AS guna menopang pemulihan perekonomian AS. “Sektor energi, keuangan dan material menguat di tengah ekspektasi bahwa mereka akan mendapat manfaat dari pemulihan ekonomi akibat pembukaan ekonomi dan stimulus fiskal. Bila kedua faktor ini sampai tertunda akan membuat pasar saham berpotensi tertekan turun,” kata Direktur Anugerah Mega Investama itu.   Ia mengatakan, beberapa pekan terakhir terjadi penurunan tajam kasus baru COVID-19 dan pasien yang dirawat inap. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan terjadi penurunan kasus baru dalam empat pekan terakhir berturut-turut. Meski lonjakan kasus masih terjadi di sejumlah negara. Tetapi tren penurunan di level global merupakan kabar yang menggembirakan. Selain jumlah infeksi, angka kematian akibat COVID-19 di level global juga turun. WHO menyebut penurunannya terjadi selama dua pekan berturut-turut. “Hal ini menjadi salah satu faktor yang mendorong pasar saham ke level tertinggi. Meskipun ada peluang kemunduran ekonomi di jangka pendek dapat terjadi akibat lockdown ketat akibat varian baru virus COVID-19 dan potensi hambatan dalam distribusi vaksin,” ujarnya. Sentimen selanjutnya dari vaksin COVID-19. Beberapa vaksin telah mendapat izin pemakaian darurat sebagai ujung dari pandemi. Tetapi di tengah kemunculan vaksin ada rangkaian strain (varian baru) dari virus corona baru yang lebih mudah menular. Sebagian resisten terhadap vaksin yang akan menyelesaikan pandemi di mana ada varian yang masih mampu menginfeksi orang yang pernah menderita COVID-19. Ada beberapa varian lebih resisten terhadap vaksin generasi pertama COVID-19. Tetapi tidak berarti vaksin yang ada tidak berguna. Vaksin berfungsi menurunkan tingkat penyebaran virus corona. Pakar mengatakan, tidak mengherankan jika virus corona telah berubah dari waktu ke waktu akibat panjangnya pandemi. Ke depan kemungkinan besar virus COVID-19 akan menjadi penyakit biasa seperti flu yang tidak mampu dihilangkan sama sekali seperti dulu. Kebijakan Bank Sentral AS Chairman The Fed Jerome Powell menegaskan kerangka kebijakan terbaru bank sentral AS yang dapat mengakomodasi inflasi tahunan di atas 2% untuk beberapa waktu sebelum menaikkan suku bunga. Jerome Powell mengatakan kebijakan moneter AS tetap akomodatif dan saat ini Amerika Serikat masih jauh dari seharusnya dalam hal ketenagakerjaan. Meski ekonomi telah merebut kembali lebih dari 12 juta lapangan kerja sejak hari-hari awal pandemi. Hal ini senada dengan pernyataan Menteri Keuangan AS Jannet Yelen bahwa lapangan kerja AS butuh waktu bertahun-tahun untuk pulih.  Nampaknya The Fed akan membiarkan suku bunga tetap rendah biarpun stimulus fiskal jumbo pemerintah Amerika Serikat diperkirakan akan lebih cepat memulihkan ekonomi. Pernyataan Federal Reserve yang dovish menyebakan dolar yang lebih lemah dan sentimen positif bagi pasar ekuitas. Dampak Bitcoin Kemudian sentimen berikutnya adalah dari Bitcoin. Yang pekan lalu mendapatkan beberapa sentimen positif. Awal pekan lalu harga Bitcoin naik ke level tertinggi sepanjang masa. Itu setelah Tesla mengungkapkan telah membeli aset digital itu senilai USD 1,5 miliar. Tesla juga mengatakan akan segera menerima Bitcoin sebagai pembayaran untuk produknya. Sesudah itu BNY Mellon mengatakan pihaknya akan membentuk unit baru guna menopang klien menahan, mentransfer serta menerbitkan aset digital. BNY Mellon mengatakan akan menawarkan layanan kustodian bagi cryptocurrency. Penguatan Bitcoin merupakan salah satu penyebab nilai tukar dolar AS melemah. “Tetapi kami pikir investasi atau trading cryptocurrency masih terlalu berisiko akibat aturan regulator yang masing minim di berbagai negara dan ketidak jelasan underlying asset di balik mata uang tersebut,” kata Hans. Siklus Super Hans mengatakan, harga komoditas mungkin akan memasuki siklus super (supercycle). Supercycle komoditas hadir didukung proses pemulihan ekonomi pasca pandemi yang memicu kenaikan permintaan dan akhirnya meningkatkan harga komoditas dan laju inflasi. Stimulus fiskal AS dan pengeluaran pemerintah AS yang besar meningkatkan supply dolar AS dan berpotensi menekan nilai tukar AS. Setelah satu dekade lebih pertumbuhan ekonomi rendah dan inflasi rendah sehingga komoditas yang siklikal berkinerja buruk. Pemulihan ekonomi pasca pandemi kali ini berpotensi mendorong naiknya harga komoditas. Siklus terakhir supercycle harga komoditas didorong oleh kebangkitan ekonomi China dimulai pada 1996. Mencapai puncaknya pada 2008. Sesudah itu grand supercycle komoditas berakhir di 2012. Sentimen Dalam Negeri Sentimen pergerakan IHSG selanjutnya dari dalam negeri. Menurut Hans, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 17 dan 18 Februari 2021 ada peluang penurunan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 3,5%. Faktor yang akan mempengaruhinya adalah pertumbuhan ekonomi di kuartal ke-IV yang relatif mengecewakan. Selain itu beberapa kali perpanjangan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di awal tahun dapat menekan perbaikan pertumbuhan ekonomi nasional. Perlu ada upaya ekstra untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar bisa lebih baik. Hal berikutnya adalah inflasi juga relatif rendah. Di mana pada Januari 2021 BPS melaporkan terjadi inflasi sebesar 0,26% dan 1,55%. Data inflasi ini melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,45% (mtm) dan 1,68% (yoy). Sedangkan di Februari diperkirakaan inflasi di level 0,01% mtm dan 1,25% yoy. Nilai tukar mata uang rupiah saat ini relatif stabil di tengah peningkatan Yield Government bond AS akibat minat atas aset berisiko meningkat. Dari sejumlah sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG tersebut. Hans memperkirakan pasar saham minim sentimen positif sehingga kenaikan mungkin relatif terbatas. “Pasar saham lebih berpotensi konsolidasi dan ada peluang terjadi aksi ambil untung setelah kenaikan 2 pekan terakhir. IHSG berpotensi bergerak dengan support di level 6,157 sampai 6,018 dan resistance di level 6,286 sampai 6,300,” tutup Hans Kwee. (fey/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: