Wali Kota Harus Mengevaluasi Kelalaian yang Sebabkan Banjir di Suryanata

Wali Kota Harus Mengevaluasi Kelalaian yang Sebabkan Banjir di Suryanata

Samarinda, Nomorsatukaltim.com - Lemahnya pengawasan dan pembinaan instansi teknis terhadap pemegang izin usaha mendapat perhatian serius Kelompok Kerja (Pokja 30).

Temuan terbaru adalah kelalaian PT Samarinda Cahaya Berbangun (SCB). Yang belum sepenuhnya menjalankan rekomendasi soal izin lingkungan. Pokja berharap ada evaluasi yang dilakukan wali kota terhadap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang lalai dalam pengawasan.

Koordinator Kelompok Kerja 30 Buyung Marajo menerangkan, adanya kelalaian tersebut semestinya menjadi bahan evaluasi wali kota terhadap jajarannya. Apalagi kelalaian ini menyebabkan terjadinya kegagalan sistem lingkungan. Karena tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang diterangkan dalam dokumen izin lingkungan. "Kalau sudah ada pengakuan terkait lemahnya pengawasan, oleh OPD teknis yang punya wewenang untuk itu. Artinya mereka perlu dievaluasi, terutama oleh kepala daerah, yaitu wali kota," terang Buyung. Buyung mengungkapkan, wali kota sudah sepatutnya memberi teguran. Kalau terbukti kesalahan itu ada pada instansi di bawahnya. Kepala daerah juga harusnya memeriksa, kenapa OPD yang memiliki wewenang tidak menjalankan ketentuan yang sudah ada. Bahkan menurutnya, jika benar-benar terjadi pengabaian, OPD terkait harus diberi sanksi. "OPD bisa disanksi oleh kepala daerah. Entah surat peringatan, teguran lisan maupun tertulis. Sampai yang terberat mutasi atau pemberhentian kepala OPD," jelasnya. Karena apa, kata Buyung, karena dia (OPD terkait) telah mengabaikan ketentuan dari yang seharusnya berjalan pada rel yang sudah diatur. "Itu harus diperiksa oleh kepala daerah dan penegak hukum. Karena sudah mengakui kelalaian. Dan mengabaikan fungsi pengawasan," Buyung menegaskan. Tindakan itu, katanya, sebagai bentuk keseriusan pemimpin daerah. Dalam menjamin keselamatan warga dari dampak yang ditimbulkan oleh kelalaian itu. Sebab persoalan banjir, menurutnya selalu menjadi 'jualan' pemimpin daerah ini. Sehingga diperlukan ketegasan untuk membuktikan komitmen dalam menyelesaikan persoalan itu. Di satu sisi, Buyung mengaku tidak heran bila ada instansi pemerintah yang mengakui kelalaiannya. Sebab menurutnya, sudah menjadi kebiasaan pemangku kebijakan di Kota Tepian, seolah menunggu ada kejadian yang berdampak parah, baru ada tindakan. Dikatakannya, bahwa pemerintah selalu berlindung di balik retorika ingin memperbaiki dan akan merehabilitasi. Bukan malah melakukan upaya pencegahan. Padahal biaya rehabilitasi selalu lebih besar dari upaya pencegahan. Ia mengatakan, dalam setiap perencanaan pembangunan, yang diutamakan seharusnya keselamatan warga. Yaitu ada upaya pencegahan dampak-dampak negatif dari sebuah pembangunan. Tapi hal itu tidak pernah dilakukan."Tingkat pengawasan tidak pernah dilakukan pemerintah. Sudah ada kejadian baru saling menyalahkan," tutur Buyung Marajo. Buyung menambahkan, bahwasanya pemerintah tidak pernah menghitung kerugian yang diderita warga akibat lemahnya pengawasan itu. "Jangan selalu diklaim hanya genangan. Apakah dipikirkan nasib pedagang kecil. Sektor-sektor industri rumah tangga. Dengan adanya genangan itu," tanyanya. "Bayangkan, masyarakat sudah dalam keadaan pandemi, terus kena banjir. Apakah pemerintah sudah menghitung itu," ia melanjutkan. Hingga, ia berpendapat, bahwa persoalan hulunya adalah kebijakan yang tidak pernah serius terhadap tata kota. Kemudian lemahnya pengawasan atas izin-izin yang dikeluarkan. Serta tidak pernah ada evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Pemerintah, kata Buyung, hanya pintar membuat kebijakan tapi tidak mau mengevaluasi dampaknya terhadap masyarakat. Ujung-ujungnya hanya saling menyalahkan. "Akhirnya kan yang dipertanyakan pemimpinnya. Apa punya kemauan untuk memperbaiki Kota Samarinda," tandasnya. Lebih jauh, Buyung menerangkan, bahwa selain mengevaluasi, dan memberi teguran hingga sanksi. Kepala daerah juga dapat membuat rekomendasi kepada penegak hukum. Untuk menyelidiki jika ditengarai ada pelanggaran hukum yang lebih tinggi. Yakni pelanggaran terhadap undang-undang. Buyung menyebut, yang berhak memeriksa di antaranya adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Untuk memeriksa aturan-aturan yang dilalaikan oleh PNS atau ASN. Rekomendasi kepala daerah, kata dia, juga bisa kepada kepolisian dan kejaksaan. Meskipun ini belum pernah dilakukan. "Kalau pelanggaran pidana bisa kena pidana. Kalau melanggar urusan administrasi bisa misal ditunda kenaikan pangkat," pungkasnya. (das/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: